Pilkada Bandar Lampung

Biaya Calon di Pilkada Bandar Lampung Tembus Rp 50 Miliar

Kalau maju sebagai Wali Kota Bandar Lampung, kata Lesmono, berarti harus sosialisasi di sekitar 126 kelurahan dengan 20 kecamatan.

tribunlampung.co.id/dodi kurniawan
Ilustrasi. Biaya Calon di Pilkada Bandar Lampung Tembus Rp 50 Miliar. 

"Intinya saya siap maju. Saya akan berupaya merebut hati masyarakat. Visi misi yang jelas, tidak main proyek, tidak melibatkan keluarga dalam pemerintahan, tidak korupsi dan lainnya. Saya akan berusaha efisiensikan biaya politiknya,” kata dia.

Bakal Calon Wali Kota Bandar Lampung Rycko Menoza juga mengatakan, siap secara finansial untuk maju Pilkada 2020.

Ia mengaku, telah memiliki gambaran berapa biaya yang harus dikeluarkan berkaca pada pengalamannya sebagai Bupati Lampung Selatan.

"Yang banyak pastinya (keluar biaya). Biaya atribut, gifts, kerja-kerja tim ya. Anggaran itu wajib disiapkan sebagai calon untuk bagaimana bisa bertatap muka dengan warga," katanya, Selasa (10/9/2019).

Bahkan Rycko juga menyiapkan anggaran khusus untuk menjalankan mesin partai.

Menurut Rycko, anggaran untuk mesin partai ini bukanlah biaya mencari perahu atau politik uang.

Sayangnya Rycko enggan menyebut berapa biaya yang dia siapkan untuk semua itu.

Namun saat disinggung apakah mungkin menyentuh Rp 50 miliar, ia tidak menampiknya jika mata pilihnya besar.

"Untuk masyarakat yang mata pilihnya besar mungkin bisa sampai angka tersebut (Rp 50 miliar), juga ditentukan bagaimana karakter pemilihnya. Ini menjadi peran semua pihak, khususnya pemilih juga andil bagaimana memilih berdasarkan pengalaman dan kualitas," jelasnya.

Rycko mengaku mencalonkan diri menjadi kepala daerah bukan dilakukan dengam segala cara.

Pengalamannya maju sebagai petahana saat Pilkada Lamsel membuktikan itu.

"Intinya kalau saya ada budget yang dialokasikan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat bukan tanpa perhitungan dan tidak teruku," ujar dia.

Puluhan Miliar

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, lembaga yang fokus isu pemilu dan demokrasi, menyebut bakal calon kepala daerah biasanya menggunakan lembaga survei atau konsultan politik untuk mengukur popularitas (tingkat kepopuleran) dan elektabilitas (tingkat keterpilihan), termasuk merancang program pemenangan.

"Biasanya bakal calon mulai bergerak setahun sebelum hari H pilkada. Survei rata-rata 3-4 kali dalam setahun itu. Kalau minimal 3 kali, dengan biaya sekali survei Rp 200 juta, maka total Rp 600 juta," ungkap peneliti senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Dian Permata, Selasa.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved