4 Jenderal Polri Paling Lama Jadi Kapolda, IPW Ungkap Kerugian Besar Ini

"Tidak ada penjelasan resmi dari Polri, kenapa keempat jenderal itu bisa begitu lama menjabat sebagai Kapolda di satu tempat."

Editor: taryono
halopolisi.com
Ilustrasi - 4 Jenderal Polri Paling Lama Jadi Kapolda, IPW Ungkap Kerugian Besar Ini 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - KETUA Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, saat ini, ada empat jenderal di Polri yang memegang rekor menjabat Kapolda paling lama.

"Mereka menjabat selama tiga tahun lebih, sementara para Kapolda lain hanya antara satu hingga dua tahun."

"Sepertinya Polri memberi keistimewaan khusus kepada empat Kapolda tersebut," kata Neta S Pane, Sabtu (23/11/2019).

Lalu, Kapolda DIY Irjen Achmad Dofiri yang menjabat sejak 15 November 2016, dan Kapolda Bali Irjen Petrus Golose yang menjabat sejak 12 Desember 2016.

"Terakhir, Kapolda Sumbar Irjen Fakhrizal yang menjabat sejak 22 Desember 2016," ujarnya.

"Tidak ada penjelasan resmi dari Polri, kenapa keempat jenderal itu bisa begitu lama menjabat sebagai Kapolda di satu tempat."

"Padahal dari pantauan IPW, prestasi mereka di tempatnya bertugas biasa-biasa saja," ucap Neta S Pane.

IPW Sebut TR Kabareskrim Baru Belum Keluar karena 2 Hal Ini

Kades Terpilih Hilang di Jawa Tengah, Terungkap Percakapan Terakhir dengan Istrinya

Yang agak berbeda, menurut Neta S Pane, hanya Dofiri.

Adimakayasa Akpol 1989 ini sebelumnya cukup lama menjadi Wakapolda Jogja, kemudian geser menjadi Kapolda Banten.

"Baru kemudian menjadi Kapolda Jogja. Dari Jogja, Dofiri disebut sebut akan menjadi Kapolda Metro Jaya."

"Sedangkan Irjen Fakhrizal lulusan Akpol 1985 diperkirakan menjadi Kapolda Sumbar hingga pensiun, karena setelah itu dia akan ikut dalam Pilkada Sumbar," papar Neta S Pane.

Sementara, RS Djambak, kata Neta S Pane, sempat disebut-sebut akan bergeser dari Aceh ke Sumsel.

Tapi, hingga kini lulusan Akpol 1987 yang satu angkatan dengan Mendagri Tito Karnavian itu masih saja menjabat sebagai Kapolda Aceh.

"Sedangkan Kapolda Bali Irjen Petrus Golose yang lulusan Akpol 1988, tidak terdengar akan geser ke mana."

Namun setelah Kabareskrim Idham Azis menjadi Kapolri, lanjutnya, barulah nama Petrus yang satu angkatan Akpol dengan Idham Azis itu, terdengar masuk dalam bursa calon Kabareskrim.

"Bersaing ketat dengan Kadiv Propam Irjen Sigit yang lulusan Akpol 1991 itu," ungkapnya.

Namun, hingga 23 hari menjabat sebagai Kapolri, kata Neta S Pane, Idham Azis belum juga menunjuk penggantinya.

"Sejauh ini memang tidak ada ketentuan yang menjelaskan tentang berapa lama seorang jenderal bisa menjabat sebagai Kapolda."

Dicopot Kapolri karena Ngobrol, AKBP Asep Akhirnya Buka Suara

"Semua tergantung hak prerogatif Kapolri dan usulan dari Wanjakti Polri," jelas Neta S Pane.

"Namun terlalu lamanya seorang perwira menjabat posisi Kapolda, dikhawatirkan akan mengganggu proses pembinaan karier di Polri."

"Yang ujung-ujungnya mengganggu profesionalisme kepolisian," tambahnya.

Dalam kepemimpinan Idham Azis yang hampir sebulan ini, IPW berharap Kapolri Jenderal Idham Azis benar-benar bisa konsisten dengan konsep Polri yang Promoter (Profesional, Modern, dan Terpercaya).

"Sehingga Promoter tidak diartikan sebagai Promosi untuk Orang orang Tertentu," harapnya.

Sebelumnya, Neta S Pane meminta Kapolri Jenderal Idham Azis tak ragu menggunakan hak prerogatifnya dalam menetapkan Kabareskrim baru.

Jika sudah memilih Kadiv Propam Irjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kabareskrim, seperti isu yang beredar, Neta S Pane berharap Kapolri segera mengeluarkan penetapan resmi atau TR-nya.

Sehingga, kata Neta S Pane, tidak terjadi kebingungan di internal Polri.

"IPW melihat, saat ini terjadi kebingungan di internal Polri, karena sudah 20 hari posisi Kabareskrim dibiarkan kosong."

"Sementara kalangan internal Polri mendapat informasi bahwa Presiden Jokowi dan Kapolri Idham Azis sepakat memilih Sigit sebagai Kabareskrim."

"Tapi anehnya hingga kini TR untuk Kabareskrim tersebut belum juga dikeluarkan," kata Neta S Pane kepada Wartakotalive, Rabu (20/11/2019).

Neta S Pane mengungkapkan, informasi yang diperoleh IPW, ada dua ganjalan yang membuat TR Kabareskrim untuk Irjen Listyo Sigit Prabowo belum juga dikeluarkan.

Kapolri Jenderal Idham Azis: Copot 15 Kapolres Tak Goyang Organisasi

Dua ganjalan itu adalah faktor agama, dan karena dianggap masih terlalu muda, yakni lulusan Akpol 1991.

"Padahal selama ini sudah beberapa kali Kabareskrim dijabat oleh perwira non Muslim, dan yang bersangkuran tidak masalah dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya."

"Begitu juga faktor usia dan faktor angkatan Akpol yang dianggap masih terlalu muda, selama ini juga tidak masalah," tutur Neta S Pane.

Ia mencontohkan Dai Bachtiar dan Tito Karnavian saat diangkat sebagai Kapolri juga dianggap masih terlalu muda.

"Tapi keduanya tetap bisa bekerja profesional. Jadi, tidak ada masalah jika Jokowi dan Idham sudah memilih Sigit menjadi Kabareskrim, segera saja keluarkan TR-nya."

"Justru, jika diambangkan selama 20 hari akan muncul berbagai spekulasi yang bisa mengganggu nila-nilai Promoter Polri," papar Neta S Pane.

Untuk menyelesaikan masalah ini, menurut Neta S Pane, Komisi III DPR perlu memanggil Kapolri Idham Azis, untuk mempertanyakan kenapa posisi Kabareskrim dibiarkan kosong selama 20 hari.

"Dan jika sudah menetapkan Irjen Sigit sebagai Kabareskrim, kenapa TR-nya tidak kunjung dikeluarkan?"

"Ada apa sesungguhnya di tubuh Polri setelah Idham Azis diangkat sebagai Kapolri?" Tanyanya.

Berbagai pertanyaan ini, kata Neta S Pane, harus digali Komisi III terhadap Kapolri Idham Azis.

"Agar kinerja Polri dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat tidak terganggu dan tidak terjadi kebingungan yang berkepanjangan di internal Polri," bebernya.

Sebelumnya, Neta S Pane menilai mutasi terhadap 206 perwira Polri lewat surat telegram yang keluar pada Jumat (8/11/2019), sangat menarik dicermati karena sangat aneh.

"Yakni, posisi Kabareskrim yang kosong dan sangat vital untuk diisi oleh figur baru, justru belum terisi dalam mutasi ini. Ada apa dengan Polri?" Tanyanya, Sabtu (9/11/2019).

IPW menilai, mutasi di tubuh Polri kali ini terlihat sangat aneh.

"Bagaimana tidak? Yang posisinya kosong sekarang ini kan jabatan Kabareskrim setelah Idham Azis menjadi Kapolri."

"Tapi kenapa jabatan yang kosong itu belum diisi dalam mutasi ini, justru yang dimutasi sejumlah posisi yang sesungguhnya belum begitu mendesak untuk direposisi," papar Neta S Pane.

Kapolri Jenderal Idham Azis: Copot 15 Kapolres Tak Goyang Organisasi

Dari mutasi kali ini, kata Neta S Pane, IPW menilai ada empat fenomena yang patut dicermati dalam perkembangan dinamika di tubuh Polri.

Pertama, katanya, adanya tarik menarik yang kuat menyangkut posisi Kabareskrim.

Ia menilai ada indikasi intervensi jalur kekuasaan untuk mendudukkan figur tertentu sebagai Kabareskrim.

Sementara, ulasnya, internal Polri menilai figur tersebut masih sangat junior dan menginginkan tampilnya figur senior yang menjadi Kabareskrim baru.

Tarik menarik ini, menurut Neta S Pane, membuat penunjukan Kabareskrim yang baru berjalan sangat alot, tidak secepat penunjukkan Plt Kapolri maupun Kapolri baru.

Sehingga, paparnya, TR mutasi yang keluar Jumat siang itu tidak bisa menampilkan Kabareskrim baru.

"Kedua, dari mutasi ini terlihat Idham Azis sebagai Kapolri baru mulai menunjukkan kekuatannya dengan menyusun orang-orangnya maupun pendukungnya," papar Neta S Pane.

"Penempatan Niko Alfinta dan M Fadil dalam mendapat job bintang dua, di staf ahli Kapolri makin nyata menunjukkan bintang mereka bakal bersinar terang."

"Sehingga diprediksikan dalam waktu dekat keduanya akan segera menjadi Kapolda Sumut dan Kapolda Sulsel," beber Neta S Pane.

Ketiga, lanjutnya, mutasi ini menunjukkan juga secara nyata 'kekuatan lama' di Polri begitu cepat digeser Idham Azis.

Dan, paparnya, figur-figur milik kekuatan lama itu ditempatkan pada posisi-posisi yang kurang strategis dan turun kelas.

"Sehingga, adanya isu tiga matahari yang sempat menerpa Polri sepertinya bakal lenyap."

"Sebab, lewat mutasi ini terlihat kekuatan-kekuatan lama tersebut mulai digeser dan kekuatan baru mulai muncul memperkuat posisi," katanya.

Ngobrol Saat Kapolri Idham Azis Beri Pengarahan, Kapolres Dicopot dari Jabatannya

Apakah pergeseran-pergeseran ini akan membuat Polri makin terkonsolidasi? Menurut Neta S Pane, publik harus menunggu mutasi-mutasi lanjutan.

"Namun dengan adanya tarik-menarik yang kuat menyangkut posisi Kabareskim, menunjukkan matahari-matahari di Polri makin menunjukkan pengaruhnya," urai Neta S Pane.

Hal itu, katanya, tidak seperti dalam penunjukkan Plt Kapolri dan Kapolri baru, di mana mereka cenderung landai.

"Fenomena keempat, selama ini polisi yang menjadi Ketua KPK adalah jenderal bintang dua (Irjen) purnawirawan, dan itu tidak ada masalah."

"Jika sekarang ketua KPK terpilih Firli dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga sebelum menduduki kursi ketua KPK, berarti ada perubahan strategi di tubuh Polri."

"Dalam melihat keberadaan lembaga anti-rasuah tersebut," ucapnya.

Perubahan strategi itu, katanya, bisa jadi untuk memperkuat KPK dengan pimpinan jenderal bintang tiga.

Sekaligus, menurutnya, memperkuat wibawa Ketua KPK agar tidak mudah dilecehkan atau dianggap remeh oleh pegawai KPK maupun oleh Wadah Pegawai KPK.

"Dengan naiknya pangkat ketua KPK menjadi Komjen, otomatis keberadaan KPK setara dengan BNN maupun BNPT, yang selama ini dipimpin jenderal bintang tiga."

"Dampak lainnya, Ketua KPK Komjen Firli berpeluang pula untuk menjadi calon Kapolri pasca-Idham Azis, yang akan pensiun pada Januari 2021," cetusnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul EMPAT Jenderal Ini Pegang Rekor Jabat Kapolda Paling Lama, IPW Khawatir Ganggu Pembinaan Karier

# 4 Jenderal Polri Paling Lama Jadi Kapolda, IPW Ungkap Kerugian Besar Ini

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved