Uang Suap Rp 5 Miliar untuk Big Boss Ternyata dari Tabungan Orangtua Eks Bupati Empat Lawang

Rinciannya, Muhtar dan Akil disebut menerima uang Rp 16,42 miliar dan 316.700 dolar Amerika Serikat (AS) dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton.

Penulis: Romi Rinando | Editor: Daniel Tri Hardanto
(KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)
Sidang pemeriksaan saksi terdakwa kasus dugaan suap terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada di MK Muhtar Ependy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/11/2019). 

Muhtar Ependy sendiri  didakwa baik sendiri atau bersama-sama Akil melakukan pencucian uang untuk menyamarkan hasil korupsi yang dilakukannya bersama Akil.

Hal itu disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/10/2019).

"Telah melakukan perbuatan berupa perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata jaksa Iskandar Marwanto saat membacakan surat dakwaan.

Caranya, menurut jaksa, Ependy menitipkan uang sekitar Rp 21,42 miliar dan 816.700 dolar AS kepada seorang bernama Iwan Sutaryadi.

Kemudian, dia menempatkan uang sebesar Rp 4 miliar di rekening BPD Kalbar Cabang Jakarta; mentransfer uang Rp 3,86 miliar dari rekening di BPD Kalbar ke rekening BNI Cabang Pontianak atas nama CV Ratu Samagat.

Kemudian, menempatkan uang sebesar Rp 11,09 miliar di rekening BPD Kalbar, Rp 1,5 miliar di rekening BCA atas nama Lia Tri Tirtasari, Rp 500 juta di rekening Bank Panin atas nama PT Promic International dan uang Rp 500 juta di rekening BCA atas nama Muhtar Ependy.

Selanjutnya, mentransfer uang berjumlah Rp 7,38 miliar ke sekitar 8 rekening pihak lain; membeli bahan baju hyget dengan harga Rp 500 juta; membeli kain bendera dengan harga Rp 500 juta; membeli 25 unit mobil dan 31 motor dengan harga keseluruhan sekitar Rp 5,32 miliar.

Berikutnya, membeli tanah dan bangunan yang terletak di Desa Sedau, Kabupaten Bengkayang senilai Rp 1,2 miliar; di Desa Waluran, Jawa Barat senilai Rp 50 juta; di Kelurahan Serdang, Jakarta Pusat senilai Rp 1,35 miliar; di Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta Pusat senilai Rp 3,5 miliar dan di Desa Karangduwur, Jawa Tengah senilai Rp 217 juta. Serta, dia memberikan piutang senilai Rp 1 miliar ke PT Intermedia Networks.

"Perbuatan terdakwa menitipkan, menempatkan, mentransfer, membelanjakan, atau membayarkan dan perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga adalah hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa bersama-sama M Akil Mochtar," kata jaksa.

Menurut jaksa, sumber dana pencucian uang itu berasal dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri.

Dalam dakwaan pertama Ependy, ia dan Akil disebut menerima uang sekitar Rp 16,42 miliar dan 316.700 dolar Amerika Serikat (AS) dari Romi Herton dan istrinya Masyito. Uang tersebut terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.

Kemudian keduanya juga disebut menerima uang Rp 10 miliar dan 500.000 dolar AS dari Budi Antoni Aljufri. Uang tersebut terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang. Muhtar Ependy didakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, Ependy sudah divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim pada tahun 2015 silam.

Saat itu, majelis hakim menganggap Ependy terbukti memberikan kesaksian palsu dan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang Akil.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved