Jual Batu Bukit Kunyit
BREAKING NEWS - Kuli Batu Panen Rezeki Pasca Longsornya Bukit Kunyit, Sehari Raup Untung Rp 2,4 Juta
Sejumlah warga sekitar gunung kunyit panen rezeki pasca longsornya batu di Gunung Kunyit. Longsoran batu ini dapat mencapai 30 rit muatan mobil truk.
Penulis: kiki adipratama | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribunlampung Kiki Adipraratama
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Sejumlah warga sekitar gunung kunyit panen rezeki pasca longsornya batu di Gunung Kunyit, Sukaraja, Bandar Lampung, pada selasa 3 Desember 2019 kemarin.
Sejumlah orang kuli batu nampak sedang beraktivitas mengangkut pecahan batu ke dalam mobil-mobil truk pengangkut batu.
Bagaimana tidak longsoran batu ini dapat mencapai 30 rit muatan mobil truk.
Sehingga penghasilan para kuli angkut batu bisa menjadi berlipat-lipat dari biasanya hingga diperkirakan mencapai Rp2,4 juta dalam sehari.
Namun, uniknya dari beberapa pengakuan kuli angkut batu di gunung kunyit mengatakan longsoran tersebut bukan lah longsor murni.
Alias, longsor itu merupakan longsor buatan.
Abah Gio, seorang kuli batu sejak puluhan tahun yang lalu mengungkapkan, longsornya batu yang terjadi di Gunung Kunyit merupakan hal biasa yang dilakukan.
Dengan cara memahat dan mengeruk batu di bagian bawah sehingga membuat bukit menjadi longsor.
Ia juga menjelaskan bahwa kondisi longsor yang terjadi memang disengaja.
Dimana akibat aktivitas penggali batu yang menggerus gunung pada bagian bawahnya.
Menurutnya, dengan longsornya bukit tersebut dapat mempermudah dan mempercepat proses penambangan.
"Ya ini hanya aktivitas masyarakat aja, ya memang dibuat longsor. Itu pun memang kerjaan kita digerong dulu baru jatuh, memang manual," ungkap Abah kepada Tribun di lokasi, Rabu (4/12/2019).
Jadi, jelas dia, digerong dulu baru bisa jatuh (longsor).
Yang demikian itu, dikarenakan masyarakat di lingkungan bukit kunyit sebagian besar mencari nafkah dengan menambang batu.
"Hampir 80 persen warga bekerja di sini. Saat menggerong gunung juga tidak bisa sembarang. Karena ketika kira-kira longsor kami sudah tahu lihat dari gerakannya," jelasnya.
Meski membahayakan warga sekitar, namun peristiwa longsor merupakan hal yang ditunggu para penambang agar pekerjaan lebih mudah.
Di mana lonsor terjadi tiga sampai dengan empat bulan sekali setelah pengerukan.
"Kita sudah ngerti, kalau memang sudah mau longsor sudah ada gerakannya. Jadi kita berenti dulu kerjanya, warga juga udah tau. Ini juga nggak menentu, bisa tiga sampai empat bulan baru bisa longsor," jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Tomi yang juga merupakan kuli angkut batu di Bukit Kunyit.
Ia menyebut, peristiwa longsor di Bukit kunyit terjadi memang disengaja oleh para kulit batu.
Ia menjelaskan, para kuli angkut batu bekerja bersama-sama untuk meruntuhkan bebatuan yang ada di atas bukit dengan cara memahat di bagian bawah bukit.
Dengan demikian, para kuli batu tidak perlu susah payah untuk menambang batu.
"Kalau batunya udah numpuk, kita lebih mudah. Bisa dimanfaatkan oleh warga yang kerja jadi kuli," kata dia.
Bukit Kunyit Longsor, Warga Malah Anggap Berkah: Mau Gimana Lagi, Kebutuhan
Gunung Kunyit di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras Bandar Lampung mengalami longsor siang tadi sekitar pukul 13.00 WIB, Selasa (3/12/2019).
Beredar video berdurasi 9 detik di jejaring sosial media Whatshap yang merekam momen longsornya gunung yang sebagian besar sudah ditambang batunya ini.
Pantauan Tribun di lokasi, pasca kejadian, nampak aktivitas kuli batu yang tengah mengangkut batu longsoran ke dalam truk pengangkut.
Menurut mereka, Longsornya bukit justru dianggap sebagai sebuah berkah.
Karena saat longsor, akan menghasilkan banyak batu untuk diangkut pembeli menggunakan truk.
Longsornya Gunung Kunyit menambah daftar semakin parahnya kondisi gunung yang rusak di Bandar Lampung akibat aktivitas penambangan.
• Longsornya Bukit Sukamenanti Baru, Ini Kata Kadis Lingkungan Hidup Bandar Lampung
Seperti halnya di Bukit Sukamenanti, Kecamatan Kedaton beberapa waktu lalu yang juga mengalami longsor akibat digerus penambang pada bagian bawah bukitnya.
Berdasarkan pantauan Tribunlampung.co.id, Selasa (3/12/2019) sore, suasana lokasi Gunung Kunyit saat dikunjungi masih ramai rutinitas pekerja yang sedang melakukan penambangan batu.
Nampak aktivitas kuli batu yang memindahkan batu longsoran ke dalam truk-truk. Setidaknya ada empat truk yang datang ke lokasi dalam kurun waktu kurang dari setengah jam.
"Ya itu hanya aktivitas masyarakat saja, kuli batu mindahin batu untuk diangkut ke truk," terang Wiwin, salah seorang pekerja tambang batu di Gunung Kunyit.
Ia menjelaskan bahwa kondisi longsor yang terjadi memang disengaja. Dimana akibat aktivitas penggali batu yang menggerus gunung pada bagian bawahnya. Penambang batu menyebut dengan istilah "digerong".
"Jadi digerong dulu baru bisa jatuh (longsor). Pengerjaannya manual dan sudah puluhan tahun seperti itu pengerjaannya. Setelah digerong butuh waktu tiga sampai empat bulanan untuk bisa longsor," ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya tersebut memang sebagian mencari nafkah menambang batu.
"Hampir 80 persen warga bekerja di sini. Saat menggerong gunung juga tidak bisa sembarang. Karena ketika kira-kira longsor kami sudah tahu lihat dari gerakannya," jelasnya.
Saat longsor seperti ini, setidaknya penambang bisa mendapatkan hingga 30 truk batu siap angkut.
Penghasilan sebagai pekerja tambang batu, sambungnya, tentunya tidak tentu karena tergantung dari pemesanan.
"Kalau hitungannya sekitar Rp80-90 ribu perorangnya untuk yang tukang muat. Kalau tukang gali sampai Rp100-Rp200 ribuan," pungkasnya.
Selain Wiwin, ada juga kuli batu Arif Hidayat yang menggantungkan hidup dari aktivitas penambangan batu di Gunung Kunyit.
Diakuinya, dia telah bekerja sebagai kuli batu sudah sekitar 20 tahunan.
"Sudah lama saya kerja di sini, lahir sampai setengah 6 sore, buat kebutuhan sehari-hari, anak saya dua," beber pria 42 tahun itu.
Saat sepi pembeli dan kondisi batu yang tersedia minim, dirinya tak jarang hanya membawa pulang uang Rp 25 ribu satu harian.
• Fenomena Monyet Kerap Turun dari Bukit Kunyit, Walhi: Bukit Masih Terjaga Tinggal Hitungan Jari
"Ya memang setau saya nggak boleh lagi nambang di sini. Tapi mau gimana lagi kebutuhan," ungkapnya.
Menurutnya saat ada truk datang kuli dan penambang batu mendapatkan 250 ribu per truk. Jatahnya 130 ribu untuk penambang batu dan 120ribu untuk kuli batunya.
"Ya kalau satu truk datang itu dikeroyok empat orang, uang Rp 120 ribu dibagi empat (kuli batu). Sehari bisa dapat 11 sampai 30 truk pas ramai," beber dia. (Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)