OTT KPK di Lampung Utara
Dapat Proyek Rp 4,6 Miliar, Ketua Gapeksindo Lampung Utara Setor Rp 800 Juta
Kemudian Wan Hendri meminta kepada terdakwa uang sebesar Rp 50 juta sebagai bagian dari jumlah uang fee yang disepakati sebelumnya.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
"Selanjutnya Wan meminta arahan Agung terkait penentuan calon rekanan yang akan mengerjakan proyek-proyek di Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara," ungkap Taufiq.
"Kemudian Agung mengarahkan Wan untuk berkoordinasi dengan Desyadi selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah BPKAD Kabupaten Lampung Utara dan Ami," imbuhnya.
Ketua Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Lampung Utara Hendra Wijaya Saleh didakwa menyuap Bupati Lampung Utara.
Hendra menjalani sidang kedua setelah terdakwa Candra Safari.
Hendra menyerahkan uang Rp 800 juta untuk mendapat paket proyek pembangunan pasar tradisional Pasar Comok dan konstruksi fisik pembangunan pasar rakyat Tata Karya di Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara tahun anggaran 2019.
Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho mengatakan, perbuatan terdakwa Hendra Wijaya Saleh alias Eeng terjadi pada Agustus sampai September 2019.
"Bertempat di ruang kerja Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara di Jalan Teratai Kelurahan Sri Basuki, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara dan Perumahan Kota Alam Blok A2 Nomor 5 Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung," kata Taufiq saat membacakan dakwaan.
Taufiq menuturkan, terdakwa Hendra telah memberikan sejumlah uang senilai total Rp 800 juta kepada Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.
"Pemberian melalui Wan Hendri selaku Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara dan Raden Syahril alia Ami orang kepercayaan Agung," ujarnya.
• Fee Proyek Rp 350 Juta untuk Bupati Agung Dititipkan ke Mertua Kadis PUPR
Penyerahan uang dimaksudkan agar Hendra mendapatkan proyek pembangunan pasar tradisional Pasar Comok dan konstruksi fisik pembangunan pasar rakyat Tata Karya di Dinas Perdagangan Lampung Utara.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana," sebutnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)