2 Menteri Mantan Jenderal di Kopassus Bersikap Lunak soal Natuna, Srikandi Jokowi Justru Tegas
Prabowo pun berharap masalah sengketa wilayah dengan China ini diselesaikan secara baik-baik.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Insiden di perairan Natuna memantik beragam reaksi dari berbagai kalangan.
Pihak yang paling ditunggu reaksinya adalah pemerintah Indonesia.
Mengapa? Karena pada insiden tersebut ada unsur kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara.
Seperti diketahui kapal nelayan China memasuki perairan Natuna beberapa waktu lalu.
Hebatnya lagi, kapal nelayan China itu masuk perairan Natuna dikawal kapal coast guard China.
• Indonesia China Memanas di Natuna, Perbandingan Belanja Militer Indonesia dan China
• Menhan Prabowo Bilang Santai soal Kasus China di Natuna, Susi Pudjiastuti Angkat Bicara
• Isi Surat Orangtua yang Buang Bayinya ke dalam Kardus
• Cerita Taruna Akmil Selamatkan Penumpang Kapal Tenggelam di Raja Ampat
Natuna selama ini dikenal sebagai wilayah perairan Indonesia.
Sudah ada pelanggaran kedaulatan di situ.
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Namun sayangnya ada perbedaan sikap di tubuh pemerintahan Jokowi.
Dua menteri jebolan Kopassus bereaksi datar.
Sementara srikandi Jokowi malah yang bersikap tegas.
Lihat saja bagaimana komentar Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengenai kejadian di Natuna.
Prabowo adalah menteri berlatar belakang militer. Ia banyak menghabiskan karier tentaranya di Kopassus.
"Kita cool saja, kita santai," ucapnya sembari berlalu yang ditemui di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Prabowo pun berharap masalah sengketa wilayah dengan China ini diselesaikan secara baik-baik.
"Ya saya rasa harus kita selesaikan dengan baik. Bagaimana pun China adalah negara sahabat," ucapnya dilansir dari Kompas.com.
Pernyataan Prabowo ini senada dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut adalah senior Prabowo ketika di Kopassus.
"Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah. Soal kehadiran kapal itu (di Natuna), sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)," ujar Luhut di Jakarta, Jumat (3/1/2020) dilansir dari Kompas.com.
Luhut malah meminta Indonesia berbenah diri dengan adanya insiden ini.
"Seharusnya kita marah pada diri kita sendiri. Kita punya kapal belum cukup sehingga Presiden memerintahkan lagi untuk membangun lebih banyak lagi kapal dan coast guard kita yang patroli," ucapnya.
Komentar dua jenderal jebolan Kopassus berbeda dengan tindakan dua Srikandi Jokowi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahkan langsung mengambil tindakan tegas atas apa yang dilakukan China.
Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar China dan melayangkan nota protes terhadap pemerintah China.
Retno Marsudi menyatakan, telah terjadi pelanggaran yang dilakukan kapal-kapal China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Natuna.
Retno Marsudi Menjelaskan, ZEE Indonesia tersebut telah ditetapkan oleh United NationS Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Maka dari itu, Retno Marsudi meminta China mematuhi aturan tersebut karena bagian dari UNCLOS 1982.
"Tiongkok merupakan salah satu part dari UNCLOS 1982 oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati UNCLOS 1982," ujar Retno Marsudi.
Srikandi Jokowi lainnya yang bereaksi keras Susi Pudjiastuti.
Biarpun tidak lagi menjadi menteri, namun Susi tetaplah Srikandi Jokowi di kabinet Kerja.
Karena sudah tidak lagi menjadi menteri, Susi menyampaikan komentarnya melalui Twitter.
Susi bahkan meminta pemerintah menenggelamkan kapal China yang telah masuk ke perairan Indonesia.
"Tangkap dan tenggelamkan kapal yg melakukan IUUF. Tidak ada cara lain. Wilayah EEZ kita diakui UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Bila dari tahun 2015 sampai dengan pertengahan 2019 bisa membuat mereka tidak berani masuk ke wilayah ZEE kita. Kenapa hal yang sama tidak bisa kita lakukan sekarang," tulis Susi seperti dilihat dari akun twitter resminya, Jumat (3/1/2020).
Selain itu, sebagaimana yang sering diucapkannya saat menjabat Menteri KKP, klaim China atas perairan Natuna berdasarkan Traditional Fishing Zone juga tak berdasar.
"Straight forward statement segera nyatakan, Traditional Fishing Zone itu tidak ada," kata Susi.
Di era Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, bukan tidak pernah terjadi pelanggaran kedaulatan oleh China.
Tahun 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan kapal pengawas Hiu 11 sempat menangkap KIA Cina Gui Bei Yu 10078 (Kway Fei).
Pada saat digiring KKP ke pangkalan terdekat, kapal pengawas KKP diintervensi oleh 2 (dua) China Coast Guard (CCG) dengan kekerasan.
Untuk alasan keselamatan maka barang bukti kapal dilepaskan, namun seluruh ABK kapal China dipindahkan ke Kapal Pengawas Hiu 11, termasuk nakhoda untuk diperiksa melalui proses hukum.
Pada saat itu pihak Kemenlu meyampaikan protes keras kepada pemerintah China.
Sedangkan Menteri KP Susi Pudjiastuti tidak tanggung tanggung meminta melalui permintaan tertulis kepada pemerintah China untuk menyerahkan kapal ikan yang dilindungi oleh dua CCG untuk diproses secara hukum.
Anggota DPR Kritik Ketidakkompakan Pemerintah
Perbedaan sikap di internal pemerintahan ini mengundang kritik dari parlemen.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menyatakan, ketidakkompakan antara Retno Marsudi dan Prabowo Subianto akan menjadi celah yang bisa dimanfaatkan pihak yang punya kepentingan terhadap masalah ini.
"Yang saya harapkan tidak terjadi," kata Abdul dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Sabtu (4/1/2020).
"Kenapa? Karena kalau pemerintah tidak kompak nanti celah-celah ini akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan terhadap masalah ini," jelasnya.
Abdul mengungkapkan, jika DPR sepakat bahwa kedaulatan negara harus dipertahankan terkait dengan persoalan Natuna.
"Kami di DPR kompak semuanya," kata Abdul.
"Sepakat bahwa sebagian besar pendapat teman-teman mengatakan, bahwa kita harus pertahankan kedaulatan negara kita dalam hal ini berkaitan dengan Natuna," ungkapnya.
Tak hanya itu, Abdul juga menegaskan, negara harus bertindak tegas terhadap mereka yang melintas tanpa izin dari pemerintah Indonesia.
"Dan kita harus tindak tegas mereka yang melintas tanpa seizin dari pemerintah Indonesia," jelasnya.
Rindu Ketegasan Prabowo
Sikap lunak Prabowo dalam menyikapi insiden di Natuna mengundang keprihatinan Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi.
Mantan Bupati Purwakarta ini membandingkan Prabowo ketika masih menjadi calon presiden.
Saat itu katanya Prabowo dikenal sebagai sosok yang tegas dan memiliki rasa nasionalisme.
Bahkan kata Dedi, Prabowo adalah sosok yang garang ketika menjadi capres.
"Pak Prabowo Subianto, kami mendambakan kegarangan bapak ketika nasionalisme dan kedaulatan bangsa terusik," kata Dedi melalui rilis yang diterima, Minggu (5/1/2020).
Dedi mengatakan menjaga wilayah perairan dengan tujuan menjaga kedaulatan dan melindungi seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan kewajiban yang melekat pada negara.
Menurut Dedi, hubungan persahabatan dengan pemerintah Cina adalah hubungan setara.
"Karena setara, ketika ada kekayaan yang diambil, sikapnya bukan lagi perundingan, melainkan tindakan tegas," katanya.
Namun, tindakannya bukan berdasarkan pendekatan militer, melainkan tindakan sipil yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurutnya, tindakan penenggelaman kapal pencuri ikan yang dilakukan Susi Pudjiastuti saat menjadi Menteri KKP adalah metodologi yang tepat dalam menegakkan aturan kelautan.
"Kalau tujuannya adalah melindungi kekayaan ikan kita, sebenarnya metodologi yang dipakai Bu Susi itu cukup merepotkan pencuri ikan," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu.
Menurut Dedi, kalau urusan kedaulatan bangsa, pelanggaran keamanan dan batas negara, yang harus dilakukan adalah sikap tegas dan tanpa kompromi. Sikap itu yang harus dilakukan oleh Kementerian Pertahanan.
"Dan itu sudah disebutkan oleh Komisi I DPR RI bahwa harus ada tindakan tegas tanpa kompromi," kata Dedi.
Dedi mengatakan, saat ini semua pihak tidak usah lagi membuat alibi beragam.
Ia menegaskan, sikap penenggelaman kapal itu adalah efektif dan harus dilakukan.
Tapi pendekatannya bukan militer, melainkan perlindungan kelautan yang dikelola di bawah komando Kementerian Kelautan dan Perikanan, bukan menteri pertahanan, karena konteksnya berbeda.
"Karena yang dihadapi adalah nelayan, bukan tentara. Maka, yang harus diterapkan adalah aturan kelautan. Maka, tenggelamkan kapal itu efektif," kata Dedi.
Terkait kasus kapal nelayan China yang dikawal militer negara itu, pendekatan kedua yang harus dilakukan adalah tindakan milier demi perlindungan keamanan dan kedaulatan negara.
"Kalau perlindungan kemanan, tak ada kompromi. Sikap tegas. Karena itu kedalutan negara," katanya.
Dedi menyindir sikap pemerintah dengan analogi tetangga atau sahabat yang mencuri barang berharga di rumah sendiri.
"Kita punya rumah dengan kekayaan televisi, uang, dan emas. Kemudian kita punya sahabat atau tetangga dan ia kerjanya ambil uang kita tanpa izin. Apakah kita sebagai kepala keluarga lantas ngobrol gini, ya sudah enggak apa-apa, nanti kita bicarakan dulu, kan itu sahabat papah, mungkin enggak. Nah itu saja," kata Dedi.
Dedi menegaskan, urusan kedaulatan negara tidak bisa ditukar dengan urusan yang lain.
"Kalau kita punya tetangga banyak bantu kita, atau kerja sama usaha, bukan investasi ya. Lalu istri kita diambil dia, rela enggak. Lebih baik kita miskin daripada harga diri terinjak," kata Dedi.
(kompas.com/Tribunnews.com)