Perang Iran vs Amerika
Markas AS di Irak Dihujani Puluhan Rudal Iran
Penyerangan itu merupakan aksi balas dendam atas tewasnya Jenderal Qasem Soleimani, Jumat (3/1/2020) pekan lalu.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, TEHERAN - Markas pasukan AS di Irak dihujani puluhan rudal oleh Garda Revolusi Iran.
Penyerangan itu merupakan aksi balas dendam atas tewasnya Jenderal Qasem Soleimani, Jumat (3/1/2020) pekan lalu.
Melansir Sky News, Rabu (8/1/2020), puluhan rudal yang dinamai Martir Soleimani itu ditembakkan Divisi Luar Angkasa Garda Revolusi Iran.
Sumber keamanan kepada AFP mengungkapkan, serangan itu terjadi dalam tiga gelombang selepas tengah malam waktu setempat.
Setidaknya sumber itu menghitung ada sembilan rudal yang menghantam markas pasukan AS di Ain al-Assad, barat Irak.
• Iran Bombardir Markas Militer AS di Irak, Donald Trump Langsung Briefing
• Perbandingan Rudal Balistik Iran dengan Amerika Serikat (AS)
• Perkosa 136 Pria, Reynhard Sinaga Hanya Butuh 1 Menit Dapatkan Mangsa
• Indonesia Kirim 4 Pesawat Tempur F-16 ke Natuna
Sementara Pentagon menerangkan, serangan juga terjadi di instalasi yang menampung koalisi internasional pimpinan AS di Arbil.
Asisten Menteri Pertahanan untuk Urusan Publik Jonathan Hoffman menyatakan, rudal itu ditembakkan pukul 17.30 waktu AS pada Selasa (7/1/2020).
"Sudah jelas bahwa serangan tersebut berasal dari Iran, dan menargetkan dua pangkalan militer Irak di al-Assad dan Arbil," ujarnya.
Dalam keterangan terpisah, Gedung Putih memaparkan, Presiden Donald Trump sudah diberi tahu dan memantau perkembangannya.
Hoffman melanjutkan, saat ini fokus Pentagon adalah menaksir kerusakan yang terjadi akibat serangan rudal di dua markas tersebut.
Dia menerangkan, Washington bakal mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan AS dan sekutunya di Timur Tengah.
Disebutkan bahwa pangkalan tersebut sudah memprediksi ada serangan tersebut, dan bersiap selama "berhari-hari".
Dalam keterangannya, Garda Revolusi menyatakan, mereka menjanjikan "respons yang lebih menghancurkan" jika AS melancarkan balasan.
Sementara jaringan milisi Hashed al-Shaabi juga mengeluarkan pernyataan bahwa mereka siap membalaskan kematian Soleimani.
"Marinir AS harus kembali ke markas mereka untuk membuat peti mati," koar Akram al-Kaabi, Kepala Harakat al-Nujaba.
Soleimani tewas bersama wakil pemimpin jaringan Hashed, Abu Mahdi al-Muhandis, di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Komandan Pasukan Quds tersebut dan Muhandis tewas setelah konvoi mobil yang mereka tumpangi diberondong rudal dari drone AS.
13 Skenario Balas Dendam
Iran disebut mempertimbangkan "13 skenario balas dendam" setelah Jenderal Qasem Soleimani tewas diserang AS.
Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Ali Shamkhani, seperti diwartakan Al Jazeera, Selasa (7/1/2020).
"AS harus tahu bahwa hingga saat ini, 13 skenario balas dendam telah dibahas dalam pertemuan di dewan," ujar Shamkhani.
Dia mengklaim, plot paling kecil yang nantinya disetujui dewan dan dieksekusi Iran bakal mendatangkan bencana bagi AS.
Pada Selasa, massa dalam jumlah besar berkumpul di Kerman, kota kelahiran Jenderal Qasem Soleimani, untuk mengikuti proses pemakamannya.
Komandan Garda Revolusi Hossein Salami dikutip AFP menyatakan, kepala Pasukan Quds itu dibunuh AS secara tidak adil.
Dalam prosesi itu, Salami menuturkan bahwa proses untuk "mengusir Washington dari kawasan Timur Tengah" telah dimulai.
"Prinsip kami tegas. Kami akan memberi tahu musuh kami jika mereka menyerang lagi, kami akan menghancurkan apa yang mereka sayangi," ancamnya.
Murid-murid sekolah ikut dalam massa tersebut, dan meneriakkan yel-yel "Matilah Amerika" sepanjang proses pemakaman.
Salah satu pelayat menyatakan, Soleimani dicintai tak hanya di Iran, namun juga dunia.
Ia menjaga keamanan dunia Muslim, terutama Iran.
Pelayat bernama Sara Khaksar itu berujar, tewasnya jenderal 62 tahun itu telah "memanaskan darah orang-orang Iran".
"Beliau adalah pria hebat yang selalu siap membela baik saat perang atau pun tidak. Jadi, kematiannya harus dibalaskan," ujar remaja 18 tahun itu.
Qasem Soleimani tewas bersama wakil pemimpin kelompok milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, Jumat pekan lalu (3/1/2020).
Soleimani dan Muhandis tewas ketika konvoi mobil yang mereka tumpangi dihantam rudal di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
AS melalui Pentagon mengakui, mereka bertanggung jawab dalam kematian Soleimani.
Mereka berkilah, Soleimani dibunuh karena merencanakan menyerang warga AS.
Sementara Presiden Donald Trump menegaskan AS tidak akan pandang bulu dalam menyerang Teheran jika mendapat balasan.
Presiden 73 tahun itu merinci ada 52 target yang disasar, termasuk di antaranya adalah situs kebudayaan.
Ancaman Trump tersebut menuai kecaman baik dari oposisi Demokrat maupun UNESCO, yang menekankan situs kebudayaan tidak boleh diserang.
Imbas dari serangan yang menewaskan Soleimani, Parlemen Irak bersikap dan mengeluarkan resolusi agar pasukan AS dan sekutunya diusir. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com