Tribun Bandar Lampung

Komisi II DPR RI Sebut Anggota KPU yang Kena OTT KPK Harus Diberi Sanksi Tegas

Ia mengatakan anggota KPU RI Wahyu Setiawan yang terlibat dalam dugaan kasus suap harus diberi sanksi tegas.

Penulis: kiki adipratama | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Kiki
Anggota Komisi II DPR RI Hanan A Rozak saat diwawancara usai menghadiri Rapat Forum Komunikasi Petani Berjaya di Mahan Agung, Minggu (12/1/2020). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Komisi II DPR RI menilai kasus dugaan suap anggota KPU RI yang tertangkap KPK membuat citra KPU yang digadang-gadang sebagai lembaga independen dan berintegritas menjadi buruk.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPR RI Hanan A Rozak saat diwawancara usai menghadiri Rapat Forum Komunikasi Petani Berjaya di Mahan Agung, Minggu (12/1/2020).

Ia mengatakan anggota KPU RI Wahyu Setiawan yang terlibat dalam dugaan kasus suap harus diberi sanksi tegas.

"Tugas kewenangan masing-masing sudah jelas. Kalau melanggar diluar kewenangan harus diberi sanksi. Penegakan hukum yang menangani. Kedepan, penegasan penegak aturan terus dilakukan," tegas Politisi Golkar ini.

Selain itu, ia juga merespon kasus dugaan suap dan jual beli kursi jabatan untuk Anggota KPU di Lampung Periode 2019-2024.

Menurutnya, kasus dugaan suap anggota KPU Lampung harus benar-benar di prosea oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hingga mendapatkan sanski.

Segini Gaji Anggota KPU Wahyu Setiawan yang Kena OTT KPK

Komisioner KPK Ungkap Peran 2 Staf Hasto & Mantan Anggota Bawaslu di Kasus OTT Komisioner KPU Wahyu

Nasir Jumpa Aries Sandi, Dua Balon Bupati Pesawaran Bertemu di Area Rakernas PDI Perjuangan

Jibom Polda Lampung Sisir Segala Penjuru Hotel Bukit Randu

"Saya melaporkan dan sudah saya sampaikan juga dalam rapat dengar pendapat. Ini Harus ditindaklanjuti prosesnya," sebut Hanan.

Sebelumnya, KPU RI telah memberikan sanksi berupa peringatan tertulis dan pembinaan kepada anggota KPU Lampung Esti Nur Fathonah.

Hal itu sesuai Petikan Keputusan KPU RI Nomor: 3/HK.06.5-Kpt/05/KPU/I/2020 tentang Pemberian Sanksi Peringatan Tertulis dan Pembinaan kepada Anggota KPU Provinsi Lampung atas nama Esti Nur Fathonah.

Berdasarkan Berita Acara Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Nomor 220/SDM.14- BA/05/KPU/XI/2019 tanggal 19 November 2019 perihal Permasalahan Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung Periode 2019-2024, menyatakan Esti Nur Fathonah sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung Periode 2019-2024 terbukti telah melakukan pelanggaran kode perilaku, sumpah/janji, dan/atau fakta integritas serta perlu diberikan sanksi dan pembinaan oleh Komisi peringatan tertulis Pemilihan Umum karena telah melakukan pertemuan tidak etis dengan calon anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Periode 2019-2024 dan memberikan informasi terkait hasil pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Periode 2019-2024.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan Ditetapkan Tersangka oleh KPK, Barang Bukti Uang Rp 400 Juta

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komisioner KPU Wahyu Setiawan diduga menerima suap terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Kepastian tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).

Saat Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT), KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang pecahan asing senilai Rp 400 juta.

"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK juga menetapkan 4 orang tersangka," ujar Lili Pintauli seperti dilansir Tribunnews.com.

Selain Wahyu, KPK turut menetapkan Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan dan juga mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai tersangka penerima suap.

Sementara, sebagai tersangka pemberi suap, KPK menjerat Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP dan Saeful sebagai swasta.

Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Namun, dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.

Ruang kerja nyaris digeledah KPK

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membenarkan kabar ruang kerjanya di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, hampir digeledah KPK.

Hal itu menyusul beredarnya kabar jika dua staf Hasto Kristiyanto terseret Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"Berdasarkan laporan Kepala Sekretariat dari PDIP jadi memang datang beberapa orang," kata Hasto Kristiyanto di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).

Namun, kata Hasto, karena tanpa surat dan bukti yang lengkap, penggeledahan tidak jadi dilakukan.

"Tanpa bermaksud menghalang-halangi, apa yang dilakukan di dalam pemberantasan korupsi yang kami harapkan adalah sebuah mekanisme adanya surat perintah dan begitu itu dipenuhi ya tentu saja seluruh jajaran PDIP sebagaimana kami tunjukkan kami selama ini membantu kerja dari KPK," katanya.

Lebih lanjut, ia memastikan tidak ada penyegelan terhadap Kantor DPP PDIP.

Ia menyatakan PDIP mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

"Informasi terhadap penggeledahan terhadap adanya penyegelan itu tidak benar tetapi kami tahu bahwa KPK terus mengembangkan upaya-upaya melalui kegiatan penyelidikan pasca operasi tangkap tangan tersebut. Sikap partai adalah memberikan dukungan terhadap hal itu," katanya.

Uang Rp 400 Juta

Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti berupa uang.

Dalam aksi senyap tersebut, KPK pun mencokok sejumlah pihak lainnya yang terkait kasus dugaan suap terhadap Wahyu Setiawan.

KPK mengamankan barang bukti berupa uang dalam bentuk mata uang asing.

"BB (barang bukti) berupa uang, mata uang asing," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2020).

Meski demikian, Ali mengaku belum mengetahui secara pasti nominal uang yang disita penyidik KPK.

Dikatakan, tim saat ini masih menghitung uang tersebut dan mengonfirmasinya kepada delapan orang yang kini sedang diperiksa intensif, termasuk Wahyu Setiawan.

Ali berjanji akan menyampaikan secara rinci mengenai OTT tersebut dalam konferensi pers hari ini pukul 19.00 WIB.

"Nanti kepastian jumlahnya akan disampaikan dalam konferensi pers," katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar membenarkan barang bukti uang dalam pecahan asing.

Jika dikonversi uang tersebut berjumlah sekitar Rp 400 juta.

"Ya dalam mata uang asing. Sepertinya kisaran Rp 400 juta kalau dirupiahkan," ujar Lili.

Berdasar informasi, dari delapan orang yang diamankan terdapat seorang politikus dan calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP berinisial HM.

Para pihak, termasuk Wahyu dan HM serta sejumlah pihak lain diringkus lantaran diduga terlibat transaksi suap berkaitan dengan Pergantian Antar-Waktu (PAW) Anggota DPR.

"Suap terkait PAW," kata seorang sumber.

HM merupakan caleg PDIP untuk DPR pada Pileg 2019 dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I nomor urut 6.

Dapil tersebut meliputi Kota Palembang, Kota Lubuklinggau, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas, dan Musi Rawas Utara.

Namun dalam Pileg 2019, Harun tak terpilih menjadi anggota DPR.

KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

PDIP dalam rapat pleno KPU 31 Agustus 2019 sempat meminta KPU mencoret Riezky dari daftar anggota DPR terpilih dan mengajukan nama Harun.

Namun, KPU menolaknya.

Wahyu kemudian diduga melobi Harun supaya dapat duduk di DPR.

Meski demikian Lili belum dapat menjelaskan lebih detail terkait peruntukan uang dugaan suap tersebut.

Pun termasuk mengungkap identitas pihak yang telah diamankan.

"Nanti akan disampaikan dalam konpers," kata Lili.

(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved