Sindiran Tajam Mantan Ketua KPK Abraham Samad Soal OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan

Terkait hal itu. Abraham Samad pun menuliskan komentarnya. Melalui akun Twitter-nya, Abraham Samad menilai hal ini baru pertama kali terjadi sepanja

Editor: Romi Rinando
Kompas.com
Sindiran Tajam Mantan Ketua KPK Abraham Samad Soal OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Lama tak terlihat,  Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad tiba-tiba muncul dan angkat bicara soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Abraham Samad muncul dengan cuitan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Dilansir TribunWow.com, terkait hal itu, Abraham Samad bahkan menuliskan cuitannya melalui akun Twitter @AbrSamad, Minggu (12/1/2020)

Cuitan yang dituliskan Abraham Samad mengandung sindiran. 

Ia menyoroti lamanya rentang waktu antara OTT dengan penggeledahan kantor DPP PDIP.

Dikabarkan, KPK akan melakukan penggeledahan kantor DPP PDIP pada beberapa hari ke depan.

Hal itu disebabkan karena KPK perlu menunggu izin dari Dewan Pengawas (Dewas) terlebih dulu.

Segini Gaji Anggota KPU Wahyu Setiawan yang Kena OTT KPK

Komisioner KPK Ungkap Peran 2 Staf Hasto & Mantan Anggota Bawaslu di Kasus OTT Komisioner KPU Wahyu

Wahyu Setiawan Komisioner KPU Ditangkap KPK, Pernah Dimarahi Rocky Gerung dan Fahri Hamzah 

Terkait hal itu. Abraham Samad pun menuliskan komentarnya.

Melalui akun Twitter-nya, Abraham Samad menilai hal ini baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah KPK.

"Pertama kali dalam sejarah, penggeledahan berhari2 pasca OTT," tulis Abraham Samad.

S
Unggahan akun Twitter @AbrSamad, Minggu (12/1/2020). Abraham Samad menganggap lamanya rentang waktu antara OTT dan penggeledahan baru pertama kali terjadi dalam sejarah KPK. (Twitter @AbrSamad)

Tak hanya itu, Abraham Samad juga menganggap ada yang janggal terhadap izin penggeledahan yang diberikan Dewas KPK.

Menurutnya, OTT dan penggeledahan perlu dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Namun, untuk kasus ini yang terjadi justru sebaliknya.

"Tujuan penggeledahan itu agar menemukan bukti hukum secepat2nya.

Itulah mengapa sebelum ini, OTT dan geledah itu selalu barengan waktunya. *ABAM," tulisnya.

S
Unggahan akun Twitter @AbrSamad, Minggu (12/1/2020). Abraham Samad mengritik penggeledahan kantor DPP PDIP yang hingga kini belum dilakukan KPK. (Twitter @AbrSamad)

Melalui akun Twitter-nya, Abraham Samad kembali menuliskan cuitan.

Ia menganggap OTT yang tak disertai penggeledahan justru bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Abraham Samad menilai lamanya jarak waktu antara OTT dan penggeledahan memungkinkan pihak terkait untuk menghilangkan barang bukti.

"OTT yg tdk disertai penggeledahan pada waktunya, tdk saja menyimpang dari SOP, tp membuka peluang hilangnya barang bukti, petunjuk, dan alat bukti lain.

Ini sama dgn memberi waktu pelaku kejahatan buat hilangkan jejak. *ABAM," tulis Abraham Samad.

S
Unggahan akun Twitter @AbrSamad, Minggu (12/1/2020). Abraham Samad mengritik penggeledahan kantor DPP PDIP yang hingga kini belum dilakukan KPK. (Twitter/@AbrSamad)

Saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (13/10/2020) Abraham Samad mengakui isi cuitan terkait OTT dan penggeledahan tersebut.

Penangkapan Wahyu Setiawan

KPK menyesalkan keterlibatan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang terjaring dalam OTT.

Ia ditangkap dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

KPK mengecam tindakan korupsi Wahyu sebagai pengkhianatan terhadap proses demokrasi.

"Persengkongkolan antara oknum penyelenggara Pemilu dengan politisi dapat disebut sebagai pengkhianatan terhadap proses demokrasi," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar seperti dikutip dari tayangan KompasTV.

Diduga Wahyu mendapatkan suap sebesar Rp 900 juta sebagai uang operasional untuk meloloskan caleg PDIP Harun Masuki.

Ia diduga meloloskan caleg tersebut melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW).

"Untuk membantu proses, penetapan Saudara Harun (HAR), dan Wahyu Setiawan (WSE) menyanggupi untuk membantu dengan membalas 'siap, mainkan'", kata Lili.

"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu, WSE meminta dana operasional sebesar Rp 900 juta," lanjutnya.

Dua kali pemberian dilakukan untuk membayar uang suap tersebut.

"Untuk merealisasikan hal tersebut, dilakukan dengan dua kali operasi proses pemberian, yaitu pada pertengahan Desember 2019," kata Lili.

"Salah satu sumber dana, dan ini sedang didalami oleh KPK, memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan kepada WSE melalui ATF, DON, dan SAE," lanjutnya.

Awalnya uang sebesar Rp 200 juta diberikan kepada Wahyu Setiawan.

"WSE kemudian menerima uang dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," jelas Lili.

Kemudian sejumlah uang diberikan melalui staf di DPP PDIP.

"Kemudian pada akhir Desember 2019, HAR memberikan uang kepada SAE sebesar Rp 850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP," katanya.

"SAE memberikan uang Rp 150 juta kepada DON."

Kemudian sisa uang tersebut dibagikan dan sebagian menjadi biaya operasional.

"Sisanya, Rp 700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF dan Rp 250 juta untuk operasional," kata Lili.

"Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujuan untuk WSE, komisioner KPU."

(Artikel ini sudah tayang TribunWow.com)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved