Pembunuh Hakim PN Medan Dijanjikan Umrah, Bagaimana Hukumnya Umrah dengan Uang Haram?

Dalam reka ulang pembunuhan, Senin 13 Januari 2020, terungkap fakta baru: Zuraida Hanum menjanjikan perjalanan umrah untuk kedua eksekutor pembunuhan

Penulis: taryono | Editor: taryono
kompas.com
Pembunuh Hakim PN Medan Dijanjikan Umrah, Bagaimana Hukumnya Umrah dengan Uang Haram? 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kasus pembunuhan Hakim PN Medan Jamaluddin terus dikembangkan polisi.

Terkini, terungkap fakta-fakta baru dari ketiga pelaku: istri korban dan 2 eksekutor.

Dalam reka ulang pembunuhan, Senin 13 Januari 2020, terungkap fakta baru: Zuraida Hanum menjanjikan perjalanan umrah untuk kedua eksekutor pembunuhan, Jefri Pratama dan Reza Fahlevi.

Terlepas dari kasus tersebut, muncul pertanyaan bagaimana hukumnya umrah menggunakan uang hasil upah membunuh orang atau uang haram?

Dilansir laman islam.nu.or.id yang menjelaskan persoalan tersebut.

Ada perbedaan pandangan ulama terhadap hukum membiayai umrah atau berhaji dengan uang tidak halal atau haram.

Sifat Asli Ibu Tiri Diungkap Anak Hakim PN Medan Jamaluddin

Setelah Bunuh Hakim Jamaluddin, Zuraida Hanum Ajak Selingkuhannya Nikah dan Pergi Umrah

Dua Eksekutor Hakim PN Medan Jamaludin Tak Berdaya Ikuti Perintah Zuraida Hanum, Karena Alasan Ini?

Tawa Riang Ibu-ibu Komplek di Lokasi Rekonstruksi Pembunuhan Hakim Jamaluddin

Bagi madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, haji yang dibiayai dengan harta yang haram tetap sah meskipun ia berdosa atas kesalahannya memperoleh harta haram itu sebagaimana kutipan berikut ini.

Artinya, “(Gugurlah kewajiban orang yang berhaji dengan harta haram) seperti harta rampasan sekalipun ia bermaksiat. Sama halnya dengan shalat di tempat hasil rampasan atau mengenakan pakaian terbuat dari sutra,” (Lihat Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, juz 6, halaman 51).

Syekh Abu Zakariya Al-Anshari secara tegas mengatakan bahwa jamaah yang membiayai hajinya dengan harta haram itu sama seperti orang yang bersembahyang dengan mengenakan pakaian hasil merampas atau sutra, pakaian yang diharamkan bagi pria.

Artinya ibadah haji dan shalat orang yang bersangkutan tetap sah.

Dengan demikian gugurlah tuntutan wajib ibadah dari orang tersebut.

Sementara madzhab Hanbali menyatakan bahwa ibadah haji yang dibiayai dengan harta yang haram tidak sah.

Karenanya jamaah yang menunaikan ibadah haji dengan harta yang haram masih tetap berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji di tahun-tahun selanjutnya mengingat hajinya dengan harta haram itu tidak sah.

Artinya, “Seseorang dianjurkan untuk betul-betul mencari harta halal, agar ia dapat menggunakannya di masa perjalanannya. Karena sungguh Allah itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Di dalam hadits dikatakan, ‘Siapa berhaji dengan harta haram, kalau ia berkata ‘labbaik’, maka dijawab malaikat, ‘La labbaik, wala sa’daik, hajimu tertolak’.’ Karenanya siapa yang berhaji dengan harta haram, maka hajinya memadai sekalipun ia bermaksiat karena merampas. Sementara Imam Ahmad berkata, hajinya tidak cukup,” (Lihat Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996 M/1417 H, juz 3, halaman 181).

 Kalangan Hanafi, maliki, dan syafi’i mengeluarkan argumentasi bahwa haji itu sendiri adalah kunjungan ke tempat-tempat istimewa dalam agama.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved