Bocah 3 Tahun di Lampung 10 Jam Main Game Online, Sering Teriak-teriak hingga Marah-marah
Penelusuran Tribunlampung.co.id, terdapat sejumlah anak di bawah usia 5 tahun dan remaja yang Kecanduan main Game Online di ponsel atau gawai.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Telepon selular selain memiliki banyak kegunaan juga bisa memberi dampak negatif, terkhusus bagi anak-anak.
Dampak negatif ini muncul ketika pemakaian tidak tepat. Anak bisa Kecanduan dan mengalami gangguan psikologis.
Penelusuran Tribunlampung.co.id, terdapat sejumlah anak di bawah usia 5 tahun dan remaja yang Kecanduan main Game Online di ponsel atau gawai.
Bahkan mereka sampai harus menjalani konseling dan perawatan psikologis di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Lampung.
Salah satunya H, remaja warga Lampung Utara.
• VIDEO Fakta Pria Kecanduan Main Game Online, Mata Juling dan Jadi Gila Masuk RSJ
• Anak SD Kecanduan Game Online hingga Tak Mau Sekolah, Main di Kamar dari Sore hingga Subuh
• Ruas Jalur Alternatif Penghubung 2 Kabupaten Ini Jebol Akibat Luapan Air Sungai
• Jadwal Kapal Eksekutif Tahun 2020 dan Cara Beli Tiket Kapal di Pelabuhan Merak Pakai e-Money
Orangtuanya, L, rutin mengantarkan H berobat ke RSJ Lampung di Kurungan Nyawa, Kabupaten Pesawaran.
Konsultasi rutin satu bulan sekali.
Rabu (15/1) pagi, L datang dari Lampura ke RSJ Lampung membawa serta putranya tersebut, H.
Pantauan Tribunlampung.co.id, L membawa H menemui dokter kejiwaan.
Konsultasi berlangsung sekitar 10 menit.
Setelah konsultasi, L mengambil obat. Sementara putranya, H, duduk di tangga di salah satu sudut RSJ.
Pengamatan Tribunlampung.co.id, tingkah laku H terlihat berbeda dari remaja biasanya.
Tribun sempat mencoba berkomunikasi dengan H, tetapi kurang mendapatkan respons.
Pandangannya tampak kurang fokus.
Saat Tribun bertanya tentang kondisinya, H hanya menjawab sekenanya.
Ia mengaku sering melihat konten di internet di ponsel.
"Lihat-lihat website aja," kata H singkat.
Ketika ditanya apa yang dirasakan dirinya, H juga menjawab singkat.
"Kepala pusing-pusing aja," ujar H.
L, ortu H, mengungkapkan anaknya mengalami gangguan psikis sejak sekitar Oktober 2019.
Hal itu bermula dari keseringan memegang dan melihat-lihat smartphone. Dalam sehari, L bisa bermain game diponselnya hingga lebih dari 10 jam.
"Dengan durasi cukup lama. Bisa seharian main HP. Anak saya itu kadang ngomong sendirian dan teriak sendiri," kata L kepada Tribun.
Putranya, menurut L, sering menonton konten di YouTube melalui ponsel khususnya adegan berantem.
"Kan ada sih di YouTube yang kayak-kayak gitu (adegan kekerasan). Entah dari mana dia tahu," ujarnya.
Alhasil, beber dia, emosional H meledak-ledak dan sering marah-marah sendiri. Apalagi, jika ponsel diambil.
"Teriak sendiri, bikin gaduh orang yang di dekatnya. Sering ngomong, 'gak mau lah, gak mau, ngapain lah'," tutur L menirukan ucapan anaknya.
Mengetahui kondisi anaknya, L lalu membawa anaknya ke RSJ untuk konseling.
Ia datang ke RSJ sekali dalam setiap bulan. Ia juga menebus obat agar anaknya tenang.
Sekarang, ungkap L, putranya tidak lagi mengamuk jika telah minum obat dari dokter. Ia juga menyebut dokter melayani anaknya dengan baik.
Namun, putranya masih sering melamun dan suka bicara sendiri tanpa berkomunikasi dengannya.
"Kalau diajak ngobrol, ngomongnya sembarangan. Suka ngelantur," ujar L.
Saat ini, L mencoba benar-benar menyetop H agar tak lagi bermain ponsel.
"Ya nggak saya bolehin lagi lah main HP, nggak usah lagi," katanya.
Adegan Superhero
Selain H, masih banyak anak lain yang juga Kecanduan gawai.
Tribun sempat mengamati dua anak yang bermain ponsel cukup lama. Mereka menonton tayangan superhero di YouTube.
Seperti A, bocah 4 tahun, tinggal di Bandar Lampung. Ia terlihat asyik melihat-lihat tontonan di ponselnya.
Ia tampak fokus. Juga tidak menyahut saat beberapa kali disapa dan dipanggil.
Begitu pula G, bocah 3 tahun, yang juga tinggal di Bandar Lampung. Ia juga amat fokus melihat tayangan superhero Hulk di layar ponselnya.
Begitu tayangan selesai, G sempat diam sejenak. Ia lalu berteriak dan memeragakan adegan memukul-mukul seperti Hulk.
Orangtua A dan orangtua G pun mengaku kewalahan dengan tingkah laku anak mereka yang Kecanduan gadget.
An (32), orangtua A, mengungkapkan anaknya memang sering sekali bermain ponsel.
Terutama, melihat konten YouTube yang akhirnya mengikuti apa yang ditontonnya. Seperti adegan berkelahinya Hulk ataupun Spiderman hingga Captain America.
Tokoh superhero dalam konten youtube itu terekam di dalam otak anaknya.
“Keseringan sampai berjam-jam. Kadang ditotal sampai 8 jam. Setelah menonton adegan berkelahi, dia jadi temperamen. Sering marah, saya kadang dipukul karena menirukan adegan setelah ditontonnya,” beber An, Minggu.
Menurut An, awalnya anaknya diberikan gawai pada usia satu tahun dengan maksud agar anak diam kalau lagi menangis.
Tapi saat ini kebalikannya, kalau tidak diberikan gadget akan marah.
Dampak yang timbul selalu marah kalau tidak memegang gadget tersebut.
Hingga teman sebayanya akan menjadi bulan-bulanan dipukul hingga dimarahi saat bermain dengannya.
Senada, Ta, orangtua G, mengaku anaknya ini sangatlah gemar menggunakan gadget.
Tidak hanya sebentar, melainkan pemakaian gadget hingga berlama-lama menonton YouTube, bahkan sehari bisa mencapai 10 jam.
"Seketika muncul sifat temperamental anak, yang membuat saya selalu khawatir. Siapa saja yang di dekatnya pasti akan mendapatkan perlakuan kasar," katanya.
"Kalah sudah menonton YouTube yang adegannya berantem pasti selalu marah dan temperamental. Seketika langsung menjerit mengikuti adegan tersebut yang lebih dulu dilihat melalui YouTube," imbuhnya.
Konseling
Dr Tendry Septa, Ketua Komite Medik sekaligus Kepala Bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Lampung mencatat dalam tiga bulan terakhir ada sekitar 4 anak yang datang menemuinya untuk berobat dan konsultasi.
Psikolog Diah Utaminingsih yang membuka layanan konseling secara pribadi mencatat, sepanjang tahun 2019, ada sekitar 5 orang mengalami masalah Kecanduan ponsel pintar yang ia konseling.
Dengan rentang usia sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Salah satu yang Diah konseling adalah anak usia sekolah yang Kecanduan bermain ponsel pintar.
"Ada satu pasien kami, siswa SMP, mengancam tidak mau pulang kalau tidak dibelikan HP yang sesuai keinginannya," ujar Diah.
Retno Riani selaku pimpinan di lembaga Psikolog Retno Riani dan Rekan mengungkap data dalam tiga bulan terakhir (Oktober, November, Desember 2019 hingga awal Januari 2020) memang tidak banyak.
Ada sekitar dua orang anak yang secara kontinyu konsultasi dengannya.
"Kebanyakan memang orangtua yang datang mengeluhkan perilaku anak kepadanya itu sampai 10 jam main gadget-nya. Jadi orangtua merasa ada yang bermasalah dengan anaknya sehingga perlu dibawa ke psikolog," jelasnya. (Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra/Joeviter Muhammad)