Video Berita
Mengenal Edelweiss, Komunitas yang Bergerak di Pemberdayaan Masyarakat
Video YouTube komunitas Edelweiss adalah perkumpulan yang bergerak di bidang riset dan pemberdayaan masyarakat.
Penulis: Wahyu Iskandar | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Video YouTube komunitas Edelweiss adalah perkumpulan yang bergerak di bidang riset dan pemberdayaan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Komunitas yang digawangi oleh para dosen Universitas Lampung ini dibentuk secara resmi pada Desember 2017.
Sejak tahun 2018, Edelweiss menjalani proyeknya di desa Banding Agung, Punduh Pidada, Pesawaran, Lampung.
Ketika Dosen Bersatu
Dibentuk pada akhir 2017, Komunitas Edelweiss diinisiasi oleh dosen-dosen lintas disiplin di Universitas Lampung.
• VIDEO Ngobrol Bareng Komunitas Penikmat Kopi di Lampung (KPKL)
• VIDEO Belajar Pendidikan Karakter Bersama Komunitas Ruang Sosial
• VIDEO Yuk Intip Kegiatan Komunitas Jalan-Jalan Edukasi (JJE)
• VIDEO Komunitas Gajahlah Kebersihan Fokus di Bidang Pendidikan Lingkungan Sampah Laut
Mulai dari dosen di jurusan pendidikan Bahasa Inggris, seni musik, perikanan, dan lain-lain.
Awalnya, Edelweiss tidak diniatkan bergerak di bidang riset.
Melainkan sebatas wadah yang bisa menampung aspirasi dan kepentingan selaku akademisi.
Di awal pendiriannya, Edelweiss banyak mengadakan kegiatan-kegiatan bersifat akademis dalam bentuk diskusi.
Kegiatan yang dinamakan Scopus Cafe tersebut diadakan seminggu sekali di sekretariat Edelweiss.
Setiap partisipan wajib membawa suatu topik tertentu dari jurnal-jurnal akademik untuk kemudian didiskusikan.
Bukan sembarang diskusi, Scopus Cafe hanya difasilitasi oleh Bahasa Inggris.
Para partisipan menyampaikan pendapat dan aspirasinya dengan cara demikian guna mengasah kemampuan berbahasa asingnya.
Program Pembangunan Berkelanjutan
Seiring berjalannya waktu, komunitas yang mengangkat tema tentang Sustainable Development Goals (SDGs) ini mengembangkan kegiatannya dari yang hanya tempat diskusi menjadi penyelenggara proyek tertentu.
Berkelanjutan yang dimaksud merujuk pada manfaat yang diperoleh dari program yang dilakukan, baik dari sosial, ekonomi, maupun lingkungannya.
Tak hanya condong di salah satu aspek, sebuah proyek diharapkan bisa memajukan desa tersebut secara komprehensif.
Uniknya, dalam mewujudkan hal tersebut warga setempat tidak dipandang sebagai objek program melainkan subjek yang merdeka.
Mereka bebas menyuarakan pendapatnya, mengurai ide, memaparkan masalah yang dihadapi sampai akhirnya berpartisipasi aktif dalam proses pembangunannya.
Perasaan setara tersebut diharapkan dapat membuat warga sekitar punya rasa memiliki, mengembangkan dan menjaga atas apapun yang dibangun di sana.
Praktis hal ini juga menjadi indikator keberhasilan proyek Edelweiss.
Berdayakan Masyarakat
Sejauh ini program yang sudah dilakukan Edelweiss adalah memberdayakan masyarakat di desa Banding Agung, Punduh Pidada, Pesawaran, Lampung.
Proyek yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2018 tersebut merupakan terobosan Edelweiss dalam dunia SDGs.
Sebab, biasanya SDGs digelar untuk ruang lingkup yang besar atau makro, sedangkan di proyek tersebut lingkupnya sangat kecil, yakni desa.
Penetapan lokasi tersebut berasal dari salah satu anggota yang giat mencari desa-desa yang memiliki tempat wisata potensial.
Desa Banding Agung sendiri dipilih karena lokasinya cantik, menghadap laut, memiliki limpahan air pegunungan dan sederet potensi wisata lainnya.
Tak hanya itu, desa yang terletak di Kabupaten Pesawaran, Lampung ini sendiri memiliki kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang bertekad mengembangkan potensi wisatanya.
Namun, kelompok tersebut masih minim pengetahuan mengenai cara melaksanakan program pembangunan secara sistematis.
Hal ini membuat mereka membutuhkan bantuan pihak yang lain yang lebih berpengalaman.
Di waktu yang bersamaan, Edelweiss membutuhkan mitra untuk mengimplementasikan ilmu dan pengalamannya selaku akademisi di kampus.
Aktif Libatkan Warga
Dalam merumuskan program, Edelweiss terlebih dahulu berdiskusi dengan masyarakat setempat.
Dilakukan pemetaan potensi, rumusan masalah hingga akhirnya langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan.
Setelah dilakukan diskusi, didapat fakta bahwa wisata di sana bisa dikembangkan jika basis potensinya seperti pertanian dan perikanannya sudah optimal.
Fokus pertanian yang dimaksud adalah perkebunan seperti kokoa.
Sedangkan perikanannya bertumpu pada ikan air tawar yang mengalami kendala dalam hal pakan.
Kendala yang membebani para peternak tersebut akhirnya dicarikan jalan keluar.
Dibantu oleh mitra lain yakni Joko Pitoyo kepala penyuluh pertanian asal Tanggamus, Edelweiss dan warga akhinya membuat pakan ikan alternatif.
Pakan yang terbuat dari fermentasi pohon pisang tersebut terbukti mampu menekan pengeluaran warga.
Namun, tidak hit and run, Edelweiss rutin melakukan pengecekan ke Pesawaran dalam rentang waktu minimal tiga bulan sekali .
Hal ini berkaitan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang memang memakan waktu hingga bertahun-tahun.
Bukan Komunitas Dosen
Meski awalnya dibentuk oleh kumpulan dosen, Edelweis mendeklarasikan dirinya terbuka bagi mereka yang ingin bergabung.
Hal ini mematahkan asumsi yang beredar bahwa Edelweis semata-mata hanya untuk mereka yang berstatus sebagai dosen.
Jumlah anggota Edelweis terdata saat ini mencapai 15 orang.
Angka tersebut bersifat fleksibel, mengingat tiap anggota memiliki aktivitasnya masing-masing.
Selain itu, banyak juga mahasiswa yang mengadakan kegiatan di sana.
Mulai dari pertunjukkan boneka tangan atau berpartisipasi dalam perpustakaan milik masyarakat.
Biodata
Tanggal terbentuk: 2017
Struktur organisasi: Board of advisor, advisory board, executive director, accounting and financial manager, community empowerment manager, programand research director, media and campaign manager, media and publication officer, it and website support, project manager of nature, innovation, and community empowerment (NICE), NICE project officer, associate researcher, associate researcher, HR and legal manager, office administrator.
Alamat sekretariat: Gang Swadaya IV nomor 6, Gunung Terang, Bandar Lampung.
(Tribunlampungwiki.com/Kiki Novilia)