KPU Siapkan Opsi Pilkada Serentak Ditunda Sampai 2021, Pengamat Sebut Presiden Harus Siapkan Perppu
"Awalnya kami mau (diundur hingga) Juni 2021. Kalau penundaan berkali-kali, tidak cukup ruang. Opsi yang paling panjang penundaan satu tahun, dilaksan
KPU tak berwenang tunda seluruh tahapan pilkada Meski KPU telah menunda beberapa tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 terkait wabah virus corona, tetapi KPU dinilai tidak memiliki kewenangan untuk menunda seluruh tahap penyelenggaraan.
Termasuk, hari pemungutan suara yang akan digelar September 2020.
Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah ditentukan bahwa penyelenggaraan hari pemunguhtan Pilkada 2020 adalah September.
"Karena ada wabah, KPU punya keterbatasan, karena KPU tidak dapat mengubah ketentuan UU sehingga berinisiatif menunda tahapan. Ini adalah batas maksimal kemampuan KPU untuk partisipasi ikut serta mencegah tersebarnya wabah Covid-19," ujar Feri dalam diskusi melalui video conference, Minggu (29/3/2020).
"Tapi untuk menunda keseluruhan atau menghentikan proses penyelenggaraan September 2020 bukan kewenangan KPU, tapi pembuat UU," lanjut dia. Feri mengatakan, wabah Covid-19 ini juga tidak pasti kapan akan mereda, sementara ketentuan dalam UU tidak bisa dijalankan apabila terdapat ketidakpastian.
Oleh karena itu, kata dia, sebagai antisipasi perlu adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Syarat penerbitan perppu terpenuhi Feri menuturkan, syarat untuk menerbitkan perppu untuk menunda penyelenggaraan Pilkada 2020 sudah terpenuhi jika melihat situasi saat ini.
Apalagi, dalam Pasal 22 UUD 1945 disebutkan, Presiden berhak menetapkan Perppu dalam hal kegentingan memaksa. Sebab terdapat frasa kegentingan memaksa, maka berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138 PUU/VIII/2009, ada tiga syarat untuk dapat dikeluarkannya perppu.
Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
"Pasal 201 Ayat 6 UU Pilkada mengatakan, Pilkada September 2020 sehingga hampir bisa dikatakan kalau tidak mungkin dilaksanakan, timbul masalah. Tapi harus diselesaikan secara UU, KPU tidak bisa keluarkan UU sehingga harus dikeluarkan Perppu," kata Feri.
Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU tapi tidak menyelesaikan masalah.
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kata dia, tak menyelesaikan masalah karena tidak memiliki ayat-ayat yang memberikan alternatif proses penyelenggaraan pilkada apabila terjadi bencana dengan waktu yang tidak pasti.
Ketidakpastian yang dimaksud adalah soal pandemi Covid-19 yang tidak memiliki kepastian kapan akan berakhir.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan membuat UU melalui prosedur biasa karena memakan waktu. "Padahal kata putusan MK, keadaan mendesak perlu diselesaikan seketika itu.
Kita perlu kepastian agar problematika bisa diselesaikan dan penyelenggara bisa memikirkan hal-hal lain untuk proses penyelenggaraan ke depannya," kata dia.
Oleh karena itu, ketiga syarat tersebut sudah memungkinkan untuk Presiden menyatakan bahwa telah ada hal ihwal kegentingan memaksa. Dengan demikian, diperlukan perppu untuk menyelamatkan proses penyelenggaraan pilkada. "Sejauh ini saya tidak melihat ada potensi DPR bisa mengganti posisi perppu," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Opsi Penundaan Pilkada 2020 di Tengah Wabah Virus Corona",