Tribun Lampung Utara
Gelapkan Uang Perusahaan Rp 79 Juta, Oknum Salesman di Lampung Utara Diamankan Polisi
Seorang oknum salesman yang diduga telah melakukan penggelapan uang sebesar Rp 79 juta hasil penjualan dari perusahaan tempatnya bekerja.
Penulis: anung bayuardi | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, ABUNG SELATAN - Anggota Reskrim Polsek Abung Selatan mengamankan seorang oknum salesman yang diduga telah melakukan penggelapan uang sebesar Rp 79 juta hasil penjualan dari perusahaan tempatnya bekerja.
Kapolsek Abung Selatan, AKP Suryadinata, mewakili Kapolres Lampung Utara, AKBP Bambang Yudho Martono mengatakan, oknum salesman yang bekerja di PT CMS yang berada di kawasan Desa Bumi Raya, Kecamatan Abung Selatan, Lampung Utara itu terjadi pada April 2020.
"Pelaku kita amankan di rumahnya di Dusun Sukajadi, Desa Bumi Raya, Abung Selatan tadi," kata AKP Suryadinata, Senin 1 Juni 2020.
Tatang mengatakan, penggelapan uang dilakukan pelaku dengan modus memanipulasi kuitansi pembayaran uang setoran milik salah satu perusahaan yang ada di Kabupaten Lampung Utara itu terjadi pada Senin, 6 April 2020.
Pihak perusahaan pun melaporkan ke pihak berwajib dengan nomor laporan LP / 243-B / IV/2020/ POLDA LAMPUNG / RESLU tanggal 27 April 2020.
• Gadis Cantik Asal Kota Bandung Dilaporkan Hilang, Sudah Seminggu Tak Pulang ke Rumah
• Laudya Cynthia Bella Buka Suara Mengenai Kasus Penggelapan Uang Perusahaan Rp 1,9 Miliar
• Ayah Bejat Gagahi 2 Anak Tirinya hingga Hamil, Nyaris Babak Belur Dikeroyok 300 Warga
• Pengakuan Mengejutkan SD Istri yang Berselingkuh dengan Dua Pria Sekaligus, Sudah Tak Nafsu
"Pada saat itu pelaku yang bekerja sebagai salesman di PT CMS itu, dengan cara memanipulasi kwitansi pembayaran uang dari toko-toko kemudian menggelapkan dan menggunakan uang setoran tersebut yang seharusnya di setorkan ke PT CMS untuk keperluan pribadinya," jelas Kapolsek.
"Uang yang digelapkan sebesar Rp 79 juta lebih," katanya.
Selain mengamankan pelaku, polisi juga telah menyita barang bukti berupa satu bundel SK pengangkatan karyawan PT CMS atas nama dengan inisial AK (32) tahun, 1 lembar audit Internal rincian transaksi yang tidak di setorkan pada periode April 2020 oleh oknum salesman AK, dan satu bendel faktur penjualan transaksi yang tidak di setorkan di periode April 2020 juga oleh salesman AK.
"Pelaku kasus penggelapan dalam jabatan ini, maka akan dikenakan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUH Pidana," tandasnya.
Politisi Gelapkan Uang Rp 2,75 M
Mantan Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung Fajrun Najah Ahmad memeluk istri usai menghadiri sidang putusan di Pegadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (20/2/2020).
Fajrun divonis 24 bulan oleh Ketua Majelis Hakim Pastra Joseph Ziraluo.
Sang istri memeluk Fajrun sembari menangis.
Fajrun nampak tenang dan sabar atas putusan majelis hakim.
Ia menerima putusan tersebut.
"Tadi semua sudah mendengar semua. Inilah yang terbaik dan sebagai umat muslim ini takdir Allah untuk saya dan keluarga saya," ungkap Fajrun.
Ia tetap mengklaim tidak mengakui telah menerima aliran uang pinjaman tersebut.
"Tapi karena ini proses hukum, sebagai warga negara saya terima dengan ikhlas dengan gentlemen," sebutnya.
Sembari terbata-bata Fajrun menyampaikan, sampai saat ini kuat menghadapi cobaan.
Itu karena terus mendapat motivasi dan dukungan dari keluarga.
"Bahwa mereka tahu saya tidak pernah terima itu dan mereka akan selalu dampingi saya. Kami yakin ibaratnya bendera, saat ini sedang saya turunkan, saya simpan di kotak anti rayap pada waktunya akan saya kibarkan lagi," ujarnya.
"Sekarang saya akan jalani proses hukum ini dan insyallah persoalan-persoalan lain kita selesaikan dalam perjalanan. Mohon doanya, alhamdulillah saya sehat berkat dukungan istri, anak dan keluarga saya di Rutan Way Huwi. Semoga bisa meningkatkan ibadah kepada Allah dan bisa menulis," imbuhnya.
Fajrun mengatakan, vonis yang diterimanya bukan putusan politik tapi putusan hukum.
"Mungkin ini keputusan Allah untuk menepi dulu dari dunia politik. Dan ini keputusan hukum bukan keputusan politik jadi jangan dipolitisir, putusan dua tahun saya siap menjalankannya," tandasnya.
Ketua Majelis Hakim Pastra Joseph Ziraluo saat persidangan mengatakan, terdakwa Fajrun secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan.
Itu sebagaimana diatur dalam dakwaan kedua 372 KUHP tentang penggelapan.
"Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dikurangi masa tahanan. Dan menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan," ujar Pastra.
Pertimbangan putusan menurutnya, hal yang memberatkan terdakwa tidak konsisten dalam memberi keterangan.
"Hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan dan menyersali perbuatannya," tegasnya.
Pastra memberi kesempatan untuk menerima putusan ini atau melakukan pikir-pikir selama 7 hari.
Fajrun berdiskusi dengan penasihat hukumnya beberapa menit.
"Saya menerima putusan yang telah dibacakan oleh yang mulia," kata Fajrun seusai berdiskusi dengan panasihat hukumnya.
"Kami sesuai dengan apa yang disampaikan klien kami. Kami terima," timpal penasihat hukum terdakwa.
Sementara hal berbeda disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mana menyatakan pikir-pikir.
Putusan terhadap Fajrun ini masih ringan satu tahun dibandingkan tuntutan JPU meminta majelis hakim mengganjar terdakwa hukuman penjara selama tiga tahun.
Penggelapan Rp 2,75 M
Kasus menjerat Mantan Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung Fajrun Najah Ahmad terjadi Maret 2017.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa bermula ketika ingin mendapat keuntungan meminjam uang kepada saksi Namuri Yasir.
Terdakwa menghubungi menghubungi saksi melalui telepon meminta bertemu di Kantor DPD Partai Demokrat Lampung.
Saksi menyetujuinya dan baru dua hari kemudian saksi datang ke Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Lampung untuk bertemu dengan terdakwa.
JPU Irma Lestari beberapa waktu lalu dalam dakwaannya menyatakan, terdakwa mengatakan kepada saksi, ingin mencari pinjaman dana Rp 3 miliar-Rp 4 miliar untuk keperluan pemilihan gubernur Lampung 2018.
Uang itu dipergunakan untuk operasional Partai Demokrat Provinsi Lampung,
Saksi Namuri tidak memiliki uang nominal tersebut.
"Terdakwa berusaha dan merayu saksi agar meminjamkan dan menyerahkan uang kepada terdakwa dengan cara meyakinkan akan dikembalikan paling lama dua bulan dan akan memberi uang tambahan sebagai ucapan terima kasih," terang JPU.
Terdakwa juga menjanjikan akan memperkenalkan saksi Namuri kepada Gubernur Provinsi Lampung pada saat itu yakni saksi Ridho Ficardo.
Atas perkataan dan janji-janji tersebut saksi Namuri percaya dan menyetujui permintaan terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp 2,75 miliar.
Penyerahan dilakukan secara bertahap, pertama Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 1,25 miliar.
"Namun sampai dengan waktunya, terdakwa tidak mengembalikan uang sejumlah Rp 2,75 miliar ditambah uang terimakasih dan tidak pernah memperkenalkan saksi Namuri menemui saksi Ridho Ficardo," jelas JPU.
JPU menuturkan, seluruh uang yang telah terdakwa terima dari saksi Namuri juga tidak terdakwa pergunakan untuk kepentingan operasional Partai Demokrat.
Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa.
"Terdakwa tidak mengembalikan seluruh uang milik saksi Namuri, sehingga pada akhir bulan Agustus 2017 saksi dan terdakwa melakukan pertemuan untuk kepastian pengembalian uang. Terdakwa kemudian meminta waktu akan mengembalikan seluruh uang sampai pada akhir bulan September 2017 dengan surat tertulis," terang JPU.
Sampai tenggat waktu yang telah dijanjikan, terdakwa tidak juga mengembalikan seluruh uang. Saksi Namuri melaporkan terdakwa ke Polresta Bandar Lampung dan di proses secara hukum. (Tribunlampung.co.id/Anung Bayuardi/Hanif Mustafa)