Kisah Sniper Jepang Bermodal Senjata Sederhana, Nangkring di Atas Pohon Kelapa Incar Tentara Amerika
Sniper Jepang juga bukan prajurit sukarelawan, tapi prajurit tulen yang bertempur di bawah sumpah kaisar Jepang dan tidak mengenal istilah gagal
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID- Kisah sejarah penembak jitu (sniper) asal Jepang di Perang Dunia II menarik untuk diulas kembali.
Hal tersebut tak lepas dari keahlian sniper Jepang dan juga kesetiaannya.
Bahkan, sniper Jepang punya slogan yang cukup mengerikan.
Slogannya adalah pantang turun sebelum tewas ditembak musuh.
Maksudnya turun di sini adalah, sniper Jepang pada Perang Dunia II, mereka bertengger di pohon sambil mengincar musuhnya.

• Sniper KKB Papua Ditembak Mati, Menderita Walia Pakai Senapan Rampasan Polisi
• Sniper Cantik bak Model, Tentara Penembak Jitu yang Paling Dicari ISIS karena Ulahnya
• Polda Lampung Sebar Sniper di 40 Titik Malam Ini
Bekal mereka sangat sederhana sekali.
Umumnya, jika berbicara tentang sniper di Perang Dunia II, maka sniper Jerman dan Rusia dianggap paling piawai.
Padahal ada satu lagi 'kelompok' sniper yang memiliki kemampuan mengerikan, yaitu sniper Jepang.
Mereka terkenal sebagai pasukan yang bertempur seperti seorang samurai, demi kehormatan bangsa dan pengabdian kepada kaisar juga tak kalah handalnya.
Sebagian besar sniper Jepang telah berpengalaman dalam Perang Manchuria (1930) khususnya dalam pertempuran hutan yang berlangsung lama.
Dengan bersembunyi di puncak-puncak pohon atau lubang kecil meskipun hanya dibekali nasi kering dan air putih sniper Jepang sanggup mengendap selama berminggu-minggu.
Para sniper Jepang yang bertengger di pucuk pohon, khususnya pohon kelapa bahkan memiliki motto hanya akan turun sebagai mayat akibat tembakan peluru musuh.

Prinsip sniper Jepang semasa PD II nyaris sama, membunuh tentara Amerika sebanyak mungkin sampai dirinya sendiri terbunuh.
Dibandingkan sniper Rusia, Jerman, dan Sekutu, sniper Jepang memiliki keunikan sendiri karena mereka bertempur seorang diri tanpa dibantu observer.
Sniper Jepang juga bukan prajurit sukarelawan, tapi prajurit tulen yang bertempur di bawah sumpah kaisar Jepang dan tidak mengenal istilah gagal dalam tugas.