Tribun Bandar Lampung
Polda Lampung Imbau Masyarakat Tak Mudah Percaya Jasa Pinjaman Uang
Maraknya jasa pinjaman uang secara online atau finance technology (fintech) ilegal saat ini banyak merugikan masyarakat.
Penulis: joeviter muhammad | Editor: Noval Andriansyah
Menyikapi hal ini, Humas OJK Lampung Dwi Krisno Yudi Pramono membeberkan sejumlah modus yang dilakukan oleh sejumlah Financial Technology (fintech).
“Fintech itukan dunia maya tidak ada khusus provinsi karena mainnya di internet, artinya belum ada yang spesifik provinsi mana,” jelas Dwi kepada Tribunlampung.co.id, Sabtu (4/7/2020).
Modus yang dilakukan sejumlah fintech ilegal biasanya memberikan tawaran imbalan investasi yang besar hingga tawaran kemudahan pencairan.
“Pertama, biasanya kalau aduan investasi ilegal itu tergiur oleh imbalan hasil yang tinggi. Misalkan sebulan bunga 3 persen itukan sipa yang tidak mau akhirnya menanamkan uang disitu, sampai 6 bulan mungkin dibayar tapi selanjutnya ilang situsnya juga tidak bisa dibuka,” jelas Dwi.
“Kedua, Fintech ilegal itu orang perlu uang ditawarin lewat SMS atau WhatsApp misalanya Rp 5 juta 3 menit cair dan iming-iming bunga ringan."
"Ketika mereka mau ambil tidak cek legalitas perusahaan tersebut, rata-rata tawaran tersebut mereka berminat 3,5,7, sampai 100 juta lebih entitas yang mereka pinjam,” sambungnya.
“Saat mereka kesulitan pembayaran akan ditagih dengan cara yang tidak wajar baru datang ke OJK, akhirnya kita cek ternyata tidak terdaftar sementara kita tidak menangani yang tidak terdaftar tetapi kita kasih solusi,” beber Dwi.
Dwi juga menambhakan modus lainnya adalah adanya pihak yang mengaku koperasi simpan pinjam (KSP) yang menawarkan Pinjaman dengan meminta
“Sekarang banyak juga pihak yang mengatasnamakan (KSP) yang nawarin Pinjaman modusnya beda, dia nawarin 50 juta dia minta biaya admin di depan misalnya 5 juta."
"Beberapa nasabah terkecoh ternyata setelah setor 5 juta pihak yang meminjam tidak bisa dihubungi lagi,” jelas Dwi.
P2P lending ilegal tersebut sangat berbahaya dikarenakan dapat digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan.
“Namanya ilegal, nagihnya juga semau-mau, setelah itu terjadi biasanya mereka (masyarakat) baru datang ke OJK,” terang Dwi.
Di Lampung sendiri, Dwi memperkirakan aduan masyarakat tentang fintech ilegal rata-rata 2-3 orang dalam sebulan..
“Masa pandemi ini hampir jarang temuan fintech ilegal hanya yang paling banyak itu masalah restruktur relaksasi itu, tetapi sebelum pandemi memang sekitar 2-3 orang perbulan masuk aduan fintech ilegal,” jelas Dwi.
OJK juga mengarahkan kepada masyarakt yang mengalami intimidasi atau perbuatan tidak menyenangkan pada pihak kepolisian.