Tribun Bandar Lampung
Menilik TPST 3R dan Pertamanan Unila, Mampu Produksi 1 Ton Pupuk Organik Sekali Pengolahan
Unila telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu atau TPST 3R dan Pertamanan Unila
Laporan Reporter Tribun Lampung Muhammad Hardiansyah Kusuma
TRIBUN LAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Universitas Lampung (Unila) telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu atau TPST 3R dan Pertamanan Unila.
Tempat pengolahan sampah ini dapat menghasilkan pupuk organik sebanyak 1 ton dalam satu kali pengolahan.
Seperti apa ceritanya?
Ferizal Rahman selaku Sekretaris TPST 3R dan Pertamanan Universitas Lampung kepada Tribunlampung.co.id, Kamis (6/8/2020) mengatakan untuk proses pengolahan sudah tersedia tempat terpisah antara sampah organik dan non organik.
Nantinya sampah tersebut akan dibawa ke TPST untuk dipilah kembali.
TONTON JUGA:
"Jadi ada sampah plastik seperti botol kemasan dan sampah organik dari dedaunan, setalah sampah tersebut masuk ke TPST baru dipilah kembali," terangnya.
Lanjutnya, setelah itu sampah-sampah organik tersebut nantinya akan dicacah dan diberikan campuran seperti glukosa atau yang biasa dikenal dengan gula.
• Universitas Lampung Adakan Event Unila Sweeping Project di Lingkungan Kampus
• UPDATE Corona di Lampung 6 Agustus, Total 299 Kasus Covid-19
• DJBC Sumbagbar Musnahkan Barang Ilegal dengan Potensi Kerugian Negara Rp 10 Miliar
• BREAKING NEWS DJBC Sumbagbar Musnahkan Rokok dan Minuman Beralkohol Ilegal
Kemudian diberikan Green Phoskko sebagai mikroba untuk mengurai sampah organik untuk dijadikan pupuk organik.
Kemudian setelah itu baru diproses dengan menggunakan mesin dengan cara di aduk oleh mesin selama kurang lebih 21 jam, atau 3 hari kerja.
Kemudian setelah proses pengadukan selesai dan sudah matang, selanjutnya dihamparkan dan disaring agar hasil pupuk organik yang didapat halus dan ada yang sedikit kasar.
"Kalau pupuk organik yang halus itu cocok untuk tanaman-tanaman hias, kemudian cabai, pepaya California dan yang lainnya. Sementara untuk harganya nanti memang agak cukup mahal karena ini murni tanpa campuran tanah dan kotoran hewan yang biasa dikenal dengan pupuk kandang," jelasnya.
"Ini murni pupuk kompos jadi ada beberapa size yang dikemas menjadi dua size antara yang halus dan sedikit kasar, " sambungnya.
Rencana ke depan akan disediakan bak-bak sampah sehingga mudah untuk melakukan pemilihan nantinya.
Sementara untuk yang tidak dapat di olah akan dikirimkan ke TPS Bakung.
Kemudian untuk sampah plastik lanjut dia rencana ke depan sampah plastik ditiadakan.
Karena selama ini juga sudah mulai di sosialisasikan melalui media dan pendidikan.
"Disini juga kita mempunyai mesin pencacah plastik, dimana mesin pencacah plastik tersebut yang mana dapat meningkatkan nilai ekonomis dari sampah plastik tersebut, dalam artian selama ini yang kita ketahui dari pemulung ke pengepul itu perkilo dihargai Rp 3.000," ungkapnya.
Sementara setelah dicacah di TPST ini nantinya dengan ukuran tertentu harga dari sampah plastik tersebut bisa diterima Rp 5.000 sampai dengan Rp 6.000 di Bandung.
"Dan kami sudah komunikasi kesana, " tambahnya.
Kemudian dia juga menjelaskan dalam satu kali produksi untuk pupuk organik mesin tersebut bisa mengolah satu ton dalam sekali pengolahan.
Sementara hasil dari pengolahan tersebut yang berbentuk cair atau liquid dapat dijadikan pupuk cair.
Walaupun memang persentasenya masih rendah karena memang daun yang di olah lebih kering.
Berbeda jika bahan bakunya dari rumah tangga seperti sayuran yang mengandung air lebih banyak, kemungkinan pupuk cair yang dihasilkan cukup banyak.
Sementara untuk pengolahan sampah non organik ia juga berharap kepada pihak PUPR memiliki program berkelanjutan untuk itu pihaknya membuat program usulan.
Karena kedepannya ingin menjadikan biji plastik, sementara untuk saat ini yang ada dari mereka hanya pencacah sampah plastik tersebut.
"Mesin pencacah ini hanya mampu meningkatkan harga jual secara ekonomi sampai dengan 60 persen dibandingkan pengumpul tadi," tambahnya.
Program TPST ini juga mendukung untuk program Green Metric karena target Universitas Lampung sendiri masuk ke sepuluh besar.
"Jadi harapan kami dengan adanya ini dapat mengisi poin-poin dari pada Green Metric seperti resapan air, building bangunan, sampah itu kan ada beberapa unsur untuk mendukung hal itu,
"Harapan kami setelah ini nanti produksi tidak hanya dijual di lingkungan kampus tetapi juga dapat mensumsudi pupuk-pupuk di lingkungan Unila yang selama ini menjadi kos, diserahkan kepada pihak ketiga dan kami cukup dengan jasanya kepada pihak ketiga ataupun pengembangan ini teman-teman kita buatkan juga bibit jadi kita dapat menjual juga bibit, rencananya ke depannya seperti itu rencana pengembangannya" pungkasnya.
Ia juga memperkirakan TPSP ini akan launching paling lambat awal tahun tahun 2021 mendatang. (Tribunlampung.co.id/Muhammad Hardiansyah).