Guru Mengajar Keliling ke Rumah Siswa, Kesulitan Mengajar Daring di Daerah Pedalaman
Untuk daerah-daerah terpencil, bukan saja siswa tidak memiliki ponsel dan kuota, tapi jaringan internet pun tidak ada.
Ada yang belum mandi, tidak bawa buku, dan lainnya.
Selama proses belajar keliling ini, kata Candra, catur wulan lalu dirinya menggunakan dana pribadi.
Belajar di Sekolah
Bukan cuma di Ulu Belu, anak-anak di Pulau Rimau, Lampung Selatan, juga terpaksa sekolah di luar jaringan atau luring.
Ini karena para siswa tidak memiliki ponsel pintar, begitu juga orangtua mereka.
Ditambah lagi, jaringan internet tidak mendukung di daerah tersebut.
Guru SDN 5 Sumur di Pulau Rimau, Sudarso, mengatakan, pihak sekolah melakukan sekolah tatap muka 3 kali dalam sepekan dengan waktu terbatas sejak Juli lalu.
“Kita tetap melakukan tatap muka di sekolah, tetap tidak full setiap hari. Hanya 3 kali dalam sepekan. Itu pun hanya 3 sampai 4 jam,” ujar Darso.
Pertemuan di sekolah ini, lanjutnya, hanya untuk memberikan buku tugas bagi anak didik.
Serta membahas tugas yang sebelumnya diberikan kepada siswa untuk dikerjakan di rumah. Protokol kesehatan dan jaga jarak diterapkan.
“Kalau di Kalianda dan Sidomulyo atau daerah lainnya, mungkin bisa daring. Tapi kalau di pulau tidak bisa. Kita tidak bisa memaksakan untuk daring,” katanya.
Mengajar berkeliling ke rumah-rumah siswa juga dilakukan guru di Pesisir Barat.
Namun tidak full setiap hari. Proses belajar masih digabung dengan daring.
"Jadi siswa yang tidak memiliki hape atau kuota, belajar barengan dengan temannya yang memiliki ponsel. Namun untuk siswa yang rumahnya jauh tapi memiliki hape android bisa belajar sendiri di rumahnya. Setiap hari saya pantau lewat telepon atau video call. Tapi satu bulan sekali saya datangi ke rumah siswa untuk memantau capaian belajar siswa," jelas guru di SMPN 9 Krui, Pesisir Barat, Agris Savitri.
Kerja Upahan