Sidang Kasus Perlindungan Konsumen
Restoran Steak Pakai Air Sumur Bor untuk Cuci Bahan Makanan
Pengelola restoran steak di Bandar Lampung disebut menggunakan air sumur bor untuk keperluan mencuci bahan makanan.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pengelola restoran steak di Bandar Lampung disebut menggunakan air sumur bor untuk keperluan mencuci bahan makanan.
ST (80), pemilik restoran steak tersebut, diseret ke meja hijau.
Warga Jalan Wolter Monginsidi, Kelurahan Pengajaran, Kecamatan Telukbetung Utara, Bandar Lampung ini menjadi terdakwa dalam sidang telekonferensi yang digelar Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (31/8/2020).
Pada sidang, ketua majelis hakim Efiyanto memeriksa saksi bernama Sicu yang merupakan pegawai resto.
• BREAKING NEWS Diduga Jual Steak Tak Sesuai Menu, Pemilik Resto Steak House Diseret ke Pengadilan
• Selain Jual Daging Wagyu Palsu, Resto Steak House juga Diduga Gunakan Air Tanah Tanpa Izin
• Resto Steak House Disebut Pakai Timbangan Tak Sesuai Standar
• Sepak Terjang Gembong Curanmor asal Terusan Nunyai, Beraksi di 19 TKP Wilayah Bandar Lampung
Dalam keterangannya, Sicu mengatakan resto tempat bekerjanya hanya menjual makanan dan minuman.
"Saudara mengatakan untuk cuci-cuci dari perabot-perabot, alat-alat yang di dalam itu menggunakan air tanah. Air tanah maksudnya?" tanya Efiyanto.
"Pakai sumur bor, Pak," jawab Sicu.
Sicu menerangkan, sumur bor tersebut memiliki kedalaman 30-40 meter.
"Untuk usaha mencuci dan mempersiapkan bahan bahan (mencuci sayuran) sekitar dua drum besi. Kalau untuk bahan makan, memasak, menggunakan bahan air galon," terang Sicu.
Sicu menambahkan, timbangan di resto tempatnya bekerja tidak mengantongi izin.
Bahkan timbangannya tidak pernah ditera.
"SIUP ada, tapi kedaluwarsa," tandasnya.
Timbangan Tak Sesuai Standar
Setelah dijerat pemalsuan daging dan air bor tanpa izin, pemilik restoran steak juga diduga menggunakan timbangan tak sesuai standar.
Dalam dakwaannya, JPU Sabi'in menuturkan bahwa terdakwa sebagai pemilik usaha rumah makan dengan sengaja menggunakan timbangan tanpa ada izin tera.
"Sebagaimana tercantum dalam pasal 25 UU RI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal," ujar JPU.
Menurut JPU, ST menetapkan harga makanan sesuai takaran yang menggunakan timbangan digital.
"Timbangan dengan kapasitas 2 kilogram yang belum ditera oleh pihak yang berwajib," kata JPU.
JPU menambahkan, perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 32 jo pasal 25 huruf b UU RI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Pakai Air Tanah Tanpa Izin
Sebuah restoran steak di Bandar Lampung tak hanya dituding diduga menjual daging wagyu palsu.
Selain itu, restoran itu juga didakwa menggunakan air tanah untuk usaha tanpa izin.
JPU mengatakan, terdakwa ST sebagai pemilik restoran steak dengan sengaja menggunakan sumber daya air untuk dalam kebutuhan usaha tanpa izin.
"Perbuatan terdakwa diketahui setelah petugas tim krimsus dari Polda Lampung melakukan pengecekan terhadap pelaku usaha Resto Steak House pada hari Selasa tanggal 12 November 2019," tuturnya.
Setelah dicek, ternyata terdakwa ST melakukan usaha di bidang rumah makan menggunakan air sumur bor.
"Usahanya menggunakan air sumur bor dengan satu titik tanpa izin dari pihak berwajib," sebutnya.
JPU menambahkan, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 70 huruf c jo pasal 49 ayat 2 UU RI No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Adapun saksi yang dihadirkan oleh JPU Sabi'in yakni dua pekerja restoran steak yang terletak di Jalan Wolter Monginsidi.
Pada dakwaannya, JPU Sabi'in menyampaikan, terdakwa ST menjual makanan tidak sesuai dengan datar menu yang ada.
"Yaitu mempromosikan atau mengiklankan produk dengan mencantumkan takaran dalam gram pada buku menu makanan steak daging sapi wagyu dengan promosi," ujarnya.
Namun, kata JPU, dalam banner dan buku menu yang bertuliskan Sapi Wagyu dalam hal ini bukan berbahan dasar daging yang dimaksud.
"Bahwa daging tersebut merupakan hasil silangan yakni daging sapi Australia atau santori serloin dan tenderloin," sebutnya.
JPU menambahkan, dalam hal ini perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 62 ayat 1 jo pasal 8 ayat 1 huruf a UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)