Tribun Bandar Lampung
Perut Muslim Terus Membesar, Penderita Lever di Bandar Lampung Butuh Uluran Tangan
Penyakit yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati itu berdampak pada perubahan fisik, terutama pada bagian perut.
Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Muhammad Joviter
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mengidap penyakit lever sejak tiga bulan terakhir, membuat Muslim (35), warga Bakung, Telukbetung Barat, kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Penyakit yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati itu berdampak pada perubahan fisik, terutama pada bagian perut.
Pembengkakan di bagian perut Muslim saban hari makin besar.
Kini, sudah sepekan Muslim hanya bisa terbaring di atas tempat tidur.
Istri Muslim, Lya (33) mengatakan, penyakit lever yang diidap sang suami muncul dua tahun silam, tepatnya tahun 2018.
Saat itu, Muslim sempat menjalani rawat inap selama 7 hari di RS Dadi Tjokrodipo, Bandar Lampung.
• SMAN 10 Bandar Lampung Juarai Lomba Perpustakaan Sekolah Tingkat SMA se-Lampung, Miliki 70.800 Buku
• Covid-19 Masuk Pemkot Bandar Lampung, 2 Kantor Ditutup Sementara
Setelah dinyatakan sembuh dan kesehatan bapak 5 anak ini pulih, dokter memperbolehkan Muslim pulang ke rumah.
"Kambuh lagi kurang lebih tiga bulan kemarin. Mau gak mau bapak harus dibawa ke rumah sakit lagi," kata Lya, Kamis (24/9/2002).
Ia menuturkan, gejala yang dialami sama seperti pertama kali penyakit ini menyerang.
Muslim mendadak muntah-muntah dan terasa nyeri teramat sangat di kepalanya.
Penyakit yang datang untuk kali kedua ini memaksa pihak keluarga melarikan Muslim ke rumah sakit.
"Pertama ke Rumah Sakit Graha Husada, terus dirujuk ke Abdul Moeloek," kata Lya.
Namun selama dirawat di dua rumah sakit tersebut, tak ada perubahan signifikan yang terjadi pada kondisi tubuh Muslimin.
Pihak keluarga sepakat melakukan rawat jalan.
Sembari menebus obat dari resep dokter, Muslim juga mengkonsumsi obat tradisional.
"Kurang lebih satu minggu rawa inap di rumah sakit, bapak kita bawa pulang. Perutnya emang sudah gede (membengkak), tapi saya perhatikan dua minggu terakhir ini makin besar," kata Lya.
Lya menyebut, biaya pengobatan selama ini ditanggung BPJS Kesehatan.
Namun untuk menebus obat di apotek harus merogoh kantong pribadi.
Jika dirinci, Lya sudah menghabiskan uang untuk biaya pengobatan sang suami Rp 12 juta.
"Kata dokter harus segera dioperasi, tapi di sini nggak ada alatnya. Jadi harus operasi di Cipto (RS Cipto Mangunkusumo)," kata Lya.
Namun karena keterbatasan biaya, Lya mengaku bingung dengan saran dokter tersebut.
Pasalnya, sudah tiga bulan ini Muslim sebagai satu satu tulang punggung keluarga tidak lagi bekerja.
Jangankan untuk cari nafkah, Lya menyebut semua aktivitas harian sang suami dibantu olehnya.
"Sekarang gak bisa ngapa-ngapain, baring saja di kasur. Awal pulang dari rumah sakit dulu masih bisa jalan sendiri, sekarang berdiri aja gak bisa lagi," kata Lya.
Karena itu, Lya berharap ada perhatian dari pemerintah dan dermawan yang mampu membantu meringankan biaya pengobatan sang suami.
"Besar harapan kami ada bantuan dana agar suami saya bisa segera dioperasi," kata Lya. (Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter)