Kasus Perkosaan di Way Kanan
Korban Perkosaan di Way Kanan Sering Coba Bunuh Diri karena Trauma
Tindak perkosaan di Way Kanan, yang dilakukan terlapor HR (75), masih menyisakan trauma bagi korban.
Penulis: joeviter muhammad | Editor: Noval Andriansyah
Laporan reporter Tribun Lampung.co.id Muhammad Joviter
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tindak perkosaan yang dilakukan terlapor HR (75), masih menyisakan trauma bagi korban.
Bahkan selama berada di rumah aman, korban kerap menunjukkan perilaku yang justru membahayakan dirinya.
Perwakilan Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Dinas Sosial Lampung, Eliana mengatakan, ada kecenderungan korban untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
"Trauma dan tertekan ini juga dialami oleh keluarga korban," ujar Eliana, Senin (28/9/2020).
Eliana tak menampik jika lambannya proses hukum lantaran pelaku merupakan orang berpengaruh, sementara korban orang tak mampu.
• BREAKING NEWS Damar Desak Polda Lampung Ambil Alih Kasus Perkosaan Anak di Bawah Umur
• 15 Warga Kena Covid, Mayoritas Hasil Tracing, Seluruh Kantor Pemkot Bandar Lampung Disterilisasi
Menurut Eliana, orangtua korban hanya buruh petani karet.
Tindak perkosaan terjadi tak lepas dari permasalahan ekonomi yang membelit korban dan keluarga.
Karena, sebelum perkosaan tersebut terjadi, korban sering menumpang nonton televisi di rumah terlapor.
"Korban ini dari keluarga yang serba kekurangan. Rumah korban dan pelaku ini bersebelahan, jadi korban sering datang untuk nonton TV di rumah pelaku," jelas Eliana.
Perkara tersebut juga menyebabkan kondisi orangtua korban ikut stres, lantaran lamanya proses hukum.
Meski sudah beberapa kali di BAP penyidik, namun tidak ada progres yang berarti.
"Keluarga korban meyakini juga bahwa saksi kunci sudah dikondisikan, karena saksi ini merupakan cucu pelaku sendiri," ungkap Eliana.
Korban Diancam
Lantaran kerap mendapatkan intimidasi dari pihak terlapor, akhirnya korban dan keluarga untuk sementara waktu dipindahkan ke rumah aman.
Direktur Eksekutif Damar Lampung Sely Fitriani mengatakan, sudah tiga pekan ini korban dan keluarga ditempatkan di rumah perlindungan trauma center Dinas Sosial Lampung.
"Korban dan keluarganya terus mendapatkan tekanan dari keluarga pelaku, bahkan keluar ancaman bahwa perkara tersebut tidak akan berjalan," ungkap Sely Fitriani, Senin (28/9/2020).
Semenjak dipindahkan ke rumah aman, lanjut Sely Fitriani, korban enggan diajak pulang kembali ke kampung halaman sebelum pelaku ditahan.
"Mari bersama-sama kita kawal mulai dari proses penyelidikan hingga peradilan, sehingga jaminan perlindungan atas hak dan keadilan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan dapat terwujud," kata Sely Fitriani.
Tak Periksa Saksi Kunci
Tim kuasa hukum advokasi perempuan Damar Lampung menyebut salah satu kendala laporan tersebut belum berjalan, karena penyidik polsek belum memeriksa saksi kunci.
Saksi kunci versi Polsek Blambangan Umpu, Way Kanan, yakni orang yang melihat terjadinya perkosaan yang dilakukan pelaku.
"Perlu diketahui bahwa peristiwa hukum perkosaan tidak akan terjadi apabila ada saksi yang melihat," kata Meda Fatmayanti, Senin (28/9/2020).
Meda Fatmayanti menambahkan, bahwa saksi yang dimaksud adalah cucu kandung pelaku.
"Ini saksi yang menguntungkan pihak pelaku, sangat dimungkinkan bahwa keduanya tidak akan bersedia memberikan keterangan yang merugikan pelaku," kata Meda Fatmayanti.
Sejak 2018
Tim kuasa hukum Damar Lampung membeberkan kasus perkosaan yang ditangani Polsek Blambangan Umpu, Polres Way Kanan.
Laporan korban berinisial MGO (18) terhadap terlapor HR (75) per tanggal 6 Juni 2020 dengan bukti lapor LP/B-313/VI/2020/Polda lpg/res wk/sek umpu.
Tim kuasa hukum Damar Lampung, Meda Fatmayanti mengatakan, antara korban dan terduga pelaku masih tetangga.
Tindakan perkosaan yang dilakukan HR terhadap korban berlangsung sejak tahun 2018.
"Perkosaan yang dilakukan korban berkelanjutan sampai akhirnya korban membuat laporan polisi," ujar Meda Fatmayanti, Senin (28/9/2020).
Jika dikalkulasikan, tindakan perkosaan yang dilakukan HR terhadap korban lebih dari 10 kali.
Meda menjelaskan, korban merupakan anak berkebutuhan khusus.
Bahkan korban pertama kali mendapat kekerasan seksual saat masih berusia 16 tahun.
"HR ini merupakan orang berpengaruh di desanya. Bahkan HR mengintimidasi keluarga korban, bahwa perkara tersebut tidak akan lanjut," kata Meda Fatmayanti.
Sebelumnya diberitakan, Lembaga advokasi perempuan Damar Lampung mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Lampung mengambil alih perkara perkosaan terhadap anak di bawah umur, yang saat ini ditangani Polsek Blambangan Umpu, Way Kanan.
Hal tersebut dilakukan lantaran laporan korban ke Polsek setempat sejak 6 Juni 2020 hingga saat ini mandek.
Direktur Eksekutif Damar Lampung Sely Fitriani mengatakan, setelah 4 bulan dari proses pelaporan belum ada perkembangan hukum dari polsek Blambangan Umpu.
Sebagai pendamping korban, Damar sudah berkoordinasi langsung dengan Wadirkrimum Polda Lampung menanyakan sejauh mana proses hukum laporan korban.
"Dihasilkan informasi bahwa terdapat kendala kendala dalam proses penyelidikan, sehingga proses penyelidikan untuk sementara waktu dihentikan," ujar Sely Fitriani, Senin (28/9/2020).
Sely menilai alasan penyidik di Polsek Blambangan Umpu tidak masuk akal. Pasalnya, proses lidik yang dilakukan polsek hanya mendengar keterangan pelaku, bukan dari keterangan korban.
Untuk itu pihaknya melalui tim penanganan kasus ikut membantu mengurai hambatan, yang menjadi penyebab terhentinya proses penyelidikan.
"Kami memfasilitasi untuk dilakukan pemeriksaan psikologi forensik bagi korban pemerkosaan atas nama MGO (18)," kata Sely Fitriani.
(Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter)