Turki dan Prancis Kembali Memanas Gegara Saling Dukung Mendukung di Perang Armenia vs Azerbaijan
Pernyataannya itu menyuarakan pernyataan Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang mendukung Azerbaijan dalam konflik dengan Armenia.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID- Perang antara Armenia vs Azerbaijan ikut menyeret sejumlah negara lain, mulai dari Turki sampai negara adidaya, Rusia dan Prancis.
Terbaru, Prancis dan Turki saling lempar tuduhan pada Rabu (30/9/2020) seiring meningkatnya ketegangan internasional atas bentrokan sengit antara Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia.
Beberapa sekutu Turki di NATO, salah satunya Prancis kini semakin khawatir dengan sikap negara pimpinan Presiden Erdogan itu terkait persoalan Azerbaijan, dalam hal ini Nagorno-Karabakh.
Melalui Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Turki mengatakan bahwa mereka akan melakukan apa yang diperlukan terkait Nagorno-Karabakh dan Azerbaijan.
Pernyataannya itu menyuarakan pernyataan Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang mendukung Azerbaijan dalam konflik dengan Armenia.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, kemudian berterima kasih kepada Turki atas dukungannya tetapi mengatakan negaranya tidak membutuhkan bantuan militer.
"Pertempuran akan berhenti jika pasukan Armenia segera meninggalkan tanah kami," katanya.

Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan ketika menghadiri sebuah pertemuan di Muenchen, Jerman. (azernews.az)
• Rusia dan Amerika Turun Tangan Sudahi Perang Antara Azerbaijan-Armenia yang Telah Terjadi Sejak 1990
• Dalam Pidato Melalui Televisi Erdogan Sampai 2 Kali Beri Peringatan Keras untuk Presiden Perancis
• Temukan Gas Alam Terbesar di Laut Hitam, Erdogan Sebut Negaranya Bertekad Menjadi Eksportir Energi
Maksud Turki secara terang-terangan mendukung Azerbaijan, selain karena kedekatan antar dua negara, juga secara diplomatis membalas sikap Prancis.
Menlu Turki, Cavusoglu menganggap empati Prancis kepada negara Armenia sama saja artinya dengan mendukung pendudukan Armenia di Azerbaijan, dalam hal ini Nagorno-Karabakh.

Turki menganggap, sikapnya mendukung Azerbaijan juga setara seperti sikap Prancis terhadap Armenia.
Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang negaranya adalah rumah bagi banyak orang keturunan Armenia, menanggapi hal tersebut saat berkunjung ke Latvia.
Dia mengatakan Prancis sangat prihatin dengan hasrat berperang dari Turki dan yang pada dasarnya itu memperkeruh situasi Nagorno-Karabakh.
“Dan itu tidak akan kami terima,” kata Macron terkait dukungan terang-terangan Turki kepada Azerbaijan.
Tak mau berdamai
Baik Armenia dan Azerbaijan pun mendapat tekanan untuk berdamai dan bahkan seruan itu didengungkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Meski begitu, kedua belah pihak juga menolak tekanan untuk mengadakan pembicaraan damai.
Kondisi itu dikhawatirkan akan memicu perang habis-habisan di wilayah Nagorno-Karabakh.
Reuters memberitakan, kedua belah pihak melaporkan penembakan dari sisi lain yang melintasi perbatasan bersama mereka, di sebelah barat wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah ini merupakan lokasi pertempuran antara pasukan Azeri dan etnis Armenia pada hari Minggu (27/9/2020) lalu.
Insiden tersebut menandakan eskalasi konflik lebih lanjut meskipun ada permintaan mendesak dari Rusia, Amerika Serikat, dan negara lainnya agar perang dihentikan.
Konflik tersebut telah menghidupkan kembali kekhawatiran tentang stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor pipa yang menjembatani pengiriman minyak dan gas ke pasar dunia.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, berbicara kepada televisi pemerintah Rusia, dengan tegas mengesampingkan kemungkinan pembicaraan damai.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan kepada saluran yang sama bahwa perundingan damai tidak dapat berlangsung saat pertempuran masih berlanjut.
Konflik ini mengancam akan turut menarik para negara tetangga, termasuk sekutu dekat Azerbaijan, Turki.
Armenia mengatakan sebuah jet tempur F-16 Turki telah menembak jatuh salah satu pesawat tempurnya di atas wilayah udara Armenia, sehingga menewaskan pilotnya.

Namun, Armenia tidak memberikan bukti atas insiden tersebut.
Turki menyebut klaim itu "sama sekali tidak benar", dan Azerbaijan juga membantahnya.
"Komunitas internasional harus dengan tegas mengutuk agresi Azerbaijan dan tindakan Turki dan menuntut Turki keluar dari wilayah ini," kata Pashinyan kepada TV pemerintah Rusia.
"Kehadiran militer Turki di wilayah ini akan membawa eskalasi lebih lanjut dan perluasan skala konflik," tambahnya.
Pemimpin Azeri Aliyev menuduh Armenia merekayasa insiden pesawat tersebut. “Turki bukanlah pihak dalam konflik, sama sekali tidak berpartisipasi di dalamnya dan tidak perlu menyeretnya untuk ini,” katanya seperti dikutip Reuters.
Perang antar kedua negara dicemaskan tidak hanya akan menyeret Turki, tetapi juga Rusia.
Moskow memiliki aliansi pertahanan dengan Armenia, tetapi juga menikmati hubungan dekat dengan Azerbaijan.
Kremlin mengatakan Presiden Vladimir Putin berbicara melalui telepon dengan Pashinyan untuk kedua kalinya sejak dimulainya krisis dan mengatakan semua pihak harus mengambil tindakan untuk mengurangi eskalasi.
Hingga saat ini, belum ada media yang mempublikasikan kontak apa pun antara Putin dan Aliyev.
Kremlin mengatakan Moskow terus berhubungan dengan Turki, Armenia dan Azerbaijan.
Menurut Kremlin, setiap pembicaraan tentang memberikan dukungan militer untuk pihak lawan hanya akan menambah bahan bakar ke api.
Hubungan antara Armenia vs Azerbaijan kini semakin panas dalam aksi saling serang terkait Nagorno-Karabakh.
Nagorno-Karabakh adalah wilayah kantong, yang sudah menjadi tempat sengketa sejak 1988 antara dua negara bertetangga, Armenia dan Azerbaijan.
Dua negara bekas Uni Soviet itu hingga kini tak memiliki hubungan mesra, dan bahkan hal ini terbawa hingga urusan sosial di berbagai sendi kehidupan.
Merenggangnya hubungan bilateral antara Armenia dan Azerbaijan terkait persoalan akan masa depan Nagorno-Karabakh.
Wilayah Nagorno-Karabakh saat ini didiami warga dari etnik Armenia dan minoritas Azeri.
Namun, mayoritas etnik Armenia yang merupakan warga mayoritas di sana ingin memisahkan diri dari Azerbaijan.
Nagorno-Karabakh yang dikuasai mayoritas etnik Armenia mengaku sebagai negara merdeka dan lepas dari Azerbaijan, meski tak diakui oleh negara-negara lain.
Ditambah keterlibatan negara Armenia yang aktif mendukung pemisahan wilayah tersebut, maka duduk persoalan Nagorno-Karabakh pun semakin kompleks.
Sebenarnya kedua negara pernah menyepakati gencatan senjata pada 1994, namun kini antara Armenia dan Azerbaijan kembali saling tuduh terkait pihak yang memulai pertempuran.
(Tribunnewswiki.com/Ris)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Turki ke Prancis: Jika Tidak Suka Kami Mendukung Azerbaijan, Mengapa Anda Berpihak ke Armenia?