Tribun Bandar Lampung

Cerita Mahasiswa Unila Kelimpungan Bayar UKT, Bantu Dagang Baju hingga Jualan Garam

Pihak Unila sendiri memastikan telah menyediakan ruang untuk banding jika ingin nilai UKT berkurang, dengan syarat tertentu.

Tribunlampung.co.id/Bayu
Ilustrasi. Banyak mahasiswa Universitas Lampung (Unila) tak mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tak semua mahasiswa dan orangtuanya mampu membayar uang kuliah yang saat ini bernama uang kuliah tunggal (UKT).

Apalagi di tengah pandemi Covid-19, drastisnya penurunan penghasilan membuat mereka kelimpungan memenuhi UKT.

Banyak di antaranya yang akhirnya menunggak sembari mengajukan banding.

Wartawan Tribunlampung.co.id melakukan penelusuran ke sejumlah mahasiswa dan orangtua mahasiswa yang berkuliah di Universitas Lampung (Unila).

Dari penelusuran sepekan lalu, terungkap mereka harus "jungkir balik" untuk membayar UKT maupun memenuhi tunggakan UKT semester ganjil lalu.

Pihak Unila sendiri memastikan telah menyediakan ruang untuk banding jika ingin nilai UKT berkurang, dengan syarat tertentu.

Baca juga: Bahas Uang Kuliah Tunggal, Wakil Rektor 3 dan BEM Unila Gelar Dialog di Gedung Rektorat

Baca juga: Kuliah di Jakarta, Mahasiswi asal Metro Positif Covid-19

Mahasiswa Unila bernama Maulana termasuk yang mengalami situasi terjepit untuk membayar UKT.

Sebagai yatim piatu, ia harus membayar UKT golongan III sebesar Rp 2,4 juta per semester.

Solusinya, mahasiswa semester delapan ini membantu kakaknya berjualan baju di kawasan Simpur, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung.

Dengan sistem belajar daring di tengah pandemi Covid-19, ia bisa membantu berjualan setiap hari: berangkat pagi sekitar pukul 09.00 WIB dan pulang malam hari.

"Tapi karena pandemi (Covid-19) ini, sangat terasa untuk bayar UKT. Pembeli sepi, pendapatan jadi berkurang," kata Maulana, Kamis (19/11).

"Saya keberatan dengan nilai UKT itu. Saya berupaya banding (untuk UKT semester genap) dengan harapan nilainya bisa turun," sambungnya.

Celi, mahasiswi semester satu di Unila, mengalami hal serupa.

Ia kesulitan membayar UKT, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19.

Ayah telah tiada, sedangkan ibunya bekerja serabutan.

"Sebelum pandemi memang sudah kesulitan, tambah lagi pandemi ini. Ayah saya meninggal pas saya kelas tiga SMP. Cuma ibu yang jadi tulang punggung keluarga," tutur mahasiswi berhijab ini, awal pekan lalu.

Dengan nilai UKT golongan V sebesar Rp 3,6 juta per semester, Celi keberatan dan melakukan banding untuk pembayaran semester genap.

"Ibu terpaksa kerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Apalagi sejak pandemi, ibu malah berhenti kerjanya," ujar Celi.

Jual Garam Sepi

Rajiman, orangtua mahasiswa, termasuk yang harus berjibaku memenuhi biaya UKT anaknya di Unila.

Dengan nilai UKT golongan V sebesar Rp 3,5 juta setiap semester, ia keteteran membayar dalam situasi pandemi Covid-19.

Sebelum matahari meninggi, Rajiman sudah bergegas dengan sepeda motor mengantar garam ke warung-warung di kawasan Terbanggi Besar, Lampung Tengah.

Ayah dua anak ini baru kembali ke rumah saat petang, bahkan tak jarang ketika sudah malam.

Dengan berdagang garam inilah Rajiman berupaya membayar UKT anaknya.

Namun, pandemi Covid-19 menurunkan daya beli hingga penghasilannya menurun 30-40 persen.

"Saya nyetor garam ke warung-warung. Karena corona, permintaan terus menurun," katanya, Rabu (18/11).

"Penghasilan jadi nggak menentu. Tadinya sebulan bisa Rp 1 juta, sekarang cuma Rp 700 ribu. Saya berharap ada kebijakan dari pihak kampus supaya anak saya tidak putus kuliah," lanjut pria 53 tahun ini.

Rajiman kesulitan membayar UKT anaknya untuk semester kedua (genap).

Untuk UKT semester pertama (ganjil), ia telah membayarnya pada Agustus lalu.

Pada 11 November, anaknya mengajukan banding ke pihak kampus agar nilai UKT semester kedua bisa turun.

"Tinggal menunggu pengumuman hasil banding," imbuhnya.

Dewi, putri Rajiman, telah melengkapi berkas banding, seperti surat keterangan terdampak Covid-19, surat keterangan tidak mampu, dan lainnya.

Ia mengetahui perihal kesempatan banding dari unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila di akun media sosial Instagram.

"Langsung urus syarat-syarat, lalu kirim berkas ke jurusan lewat jasa pengiriman karena kondisi Covid," ujarnya.

Setop Jualan Martabak

Kegalauan mendera Denmas, mahasiswa Unila lainnya.

Sebelum pandemi Covid-19, ia berjualan martabak telur di kampus untuk membayar UKT.

Sang ayah yang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) dan ibu yang mengurus rumah tangga membuatnya harus bekerja agar bisa kuliah.

"Bapak saya pensiunan PNS tahun 2018. Ada pinjaman uang di bank cukup banyak. Per bulan, uang pensiun terpotong 90 persen untuk bayar pinjaman itu. Sementara kena UKT Rp 4,8 juta per semester, masuk golongan V. Semester pertama pernah banding, cuma turun Rp 500 ribu," bebernya awal pekan lalu,

Masuk pandemi Covid-19, Denmas terpaksa setop berjualan di kampus.

Itu karena sepinya pembeli yang kebanyakan mahasiswa, sementara sistem kuliah berubah menjadi daring di rumah.

Denmas belum tahu nasib kuliahnya untuk semester empat nanti.

"Walaupun saya banyak saudara, tapi kakak-kakak saya kebanyakan belum kerja. Saya juga bingung, kasihan sama orangtua," tutur anak ke-12 dari 13 bersaudara ini.

1.700 Orang Menunggak

Pihak Unila mengakui ada banyak mahasiswa menunggak pembayaran UKT, termasuk pada masa pandemi Covid-19.

"Dari total 29.945 mahasiswa di seluruh fakultas, ada 1.700-an mahasiswa yang menunggak UKT semester genap," kata Kepala Biro Umum dan Keuangan Unila Sariman, Jumat (20/11).

Ia memastikan Unila membuka kesempatan para mahasiswa yang menunggak UKT atau keberatan dengan nilai UKT untuk mengajukan banding.

Banding bisa untuk menurunkan nilai UKT maupun menunda pembayaran UKT.

Adapun syarat banding antara lain ada surat pernyataan kapan mampunya membayar UKT.

Pengajuan banding tertuju kepada Wakil Rektor (Warek) II Unila melalui fakultas.

Selanjutnya, ada proses verifikasi oleh Bagian Keuangan Rektorat bekerja sama dengan BEM Unila.

Verifikasi itu, selain berkas, juga mewawancarai orangtua mahasiswa.

Berikutnya, berkas turun ke tingkat fakultas untuk verifikasi lanjutan. Setelah rampung, Rektor Unila akan menetapkan surat keputusan (SK).

Sesuai kalender akademik, jadwal pembayaran UKT semester genap mulai 23 Februari sampai 10 Maret 2021 mendatang.

Namun, masa banding UKT semester genap ini sudah habis, yakni 2-13 November lalu.

"Kami memang sudah menutup jadwal bagi yang ingin banding UKT. Semua data masih di fakultas. Kami belum terima, jadi belum tahu berapa total yang banding," ujar Sariman.

Warek III Unila Prof Yulianto mengungkapkan proses banding UKT semester genap sampai ini masih dalam proses.

"Kami bisa berikan keringanan dari banding UKT bagi mahasiswa yang keberatan. Akan ada verifikasi siapa saja yang berhak menerima penurunan UKT," katanya.

Dari pengalaman pengajuan banding sebelumnya, pihak Unila memutuskan menurunkan nilai UKT jika memenuhi syarat.

Pada 2019, ada 1.253 mahasiswa dari total 1.409 mahasiswa jalur reguler yang mengajukan banding UKT.

Hasilnya, 279 mahasiswa mendapat persetujuan penurunan UKT. (Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra/Sulis Setia M)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved