Tribun Bandar Lampung

Viral Dokter Asal Lampung Barat Lulus CPNS Kemenkumham RI, Ortu Biayai Kuliah dari Bertani dan Buruh

Dalam pengumuman CPNS, 30 Oktober lalu, namanya nangkring di urutan keenam dari total 47 peserta yang lolos CPNS formasi dokter.

Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
Ahmad Hati Nurwanto. Viral Dokter Asal Lampung Barat Lulus CPNS Kemenkumham RI, Ortu Biayai Kuliah dari Bertani dan Buruh 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Berasal dari keluarga petani dengan pendidikan orangtua tidak lulus SD, tak lantas memupus niat Ahmad Hati Nurwanto menjadi dokter.

Ia membuktikan bisa berprestasi, bahkan lolos sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 pada formasi dokter ahli pertama di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.

Curahan hatinya pun viral di media sosial.

Seperti apa kisahnya?

Ahmad Hati Nurwanto merupakan anak petani asal Simpang Serdang, Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat (Lambar).

Dalam pengumuman CPNS, 30 Oktober lalu, namanya nangkring di urutan keenam dari total 47 peserta yang lolos CPNS formasi dokter.

Ahmad mengunggah kisah perjuangannya sebagai anak petani yang berhasil menjadi dokter dan lolos CPNS di akun Instagram @diary_kemenkumham, Selasa (17/11/2020).

Unggahan ini viral hingga hampir 9 ribu tayangan dalam waktu lima hari per Sabtu (21/11/2020).

Dalam video berbentuk cuplikan foto-foto berdurasi 58 detik itu, tampak perjuangan ayah Ahmad sedang memanen cabai merah di kebun.

Sang ayah juga berdagang di pasar.

Ahmad terlihat menemani ayahnya berdagang di sela mengisi waktu libur kuliah.

Terdapat tulisan dalam video yang menjelaskan Ahmad lulus sebagai sarjana kedokteran dalam waktu hanya 3,5 tahun.

Lalu, menjalani profesi dokter selama dua tahun.

Dalam perbincangan dengan Tribun Lampung, Sabtu, buah hati pasangan Sujarwanto dan Siti Khotijah ini membuat video tersebut sebagai ungkapan terimakasih untuk orangtuanya.

"Biar orang lain tahu, tidak ada yang tidak mungkin. Bisa jadi motivasi orang lain. Awalnya ada di Instagram pribadi. Saya tag (menautkan) ke IG @diary_kemenkumham sebelum akhirnya mereka repost (unggah ulang)," tutur Ahmad.

"Orangtua saya (ayah dan ibu) tidak ada yang lulus SD. Untung bisa membaca dan menulis, dan alhamdulillah anaknya bisa jadi CPNS kedokteran," sambungnya.

Pengalaman mengikuti tes CPNS pun merupakan yang pertama kali bagi Ahmad.

Pria kelahiran Lambar, 30 Juni 1991, itu bersyukur bisa langsung lulus pada kesempatan pertama.

"Semua yang saya capai tidak lepas dari jerih payah orangtua. Mudah-mudahan pencapaian ini bisa membuat mereka bangga," kata ayah dari dua putra, Abdullah Gibran Ar Rafir Ahmad dan Abdillah Virendra Ahmad, ini.

Menabung

Bukan hal mudah bagi Ahmad, khususnya kedua orangtuanya, membiayai perkuliahan kedokteran.

Pada 2009, biaya kuliahnya mencapai Rp 6 juta per semester.

"Selalu naik lima persen tiap semesternya. Belum lagi biaya fasilitas pendukung belajar," ujar Ahmad.

Lalu, ketika mengambil pendidikan profesi dokter, biaya per semesteran bahkan mencapai Rp 9 juta sampai Rp 11 juta selama total empat semester.

Namun demikian, kedua orangtua mendukung pilihan Ahmad berkuliah kedokteran di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.

"Bapak ibu sudah menabung sejak saya masih dalam kandungan untuk rencana pendidikan. Tidak pernah menyangka anaknya bakal kuliah kedokteran," katanya.

Suami dari Dewi Arum Yonitri ini percaya Tuhan telah mengatur rezeki dengan usaha giat orangtuanya mencari nafkah sebagai petani dan pedagang.

"Terbukti selama kuliah, apa yang saya minta untuk keperluan kuliah bisa terpenuhi. Termasuk beli buku yang tergolong mahal bagi keluarga kami tanpa harus berutang," tuturnya.

Sempat Tak Lulus

Soal keinginannya kuliah kedokteran, anak pertama dari dua bersaudara ini mengungkap semuanya bermula saat duduk di bangku SMA Negeri 1 Liwa sebagai sekolah berstandar internasional.

Di sini, ia masuk kelas unggulan.

"Saya selalu masuk lima besar di Jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Jadi, optimistis bisa lulus kuliah kedokteran di Fakultas Kedokteran universitas negeri di Lampung," beber Ahmad.

Namun, setelah lulus SMA pada 2009 dan mendaftar jalur undangan prestasi, ternyata Ahmad gagal.

Tidak putus asa, ia mencoba peruntungan mendaftar melalui jalur tes di kampus negeri maupun swasta di Pulau Jawa.

"Satu bulan lebih saya berjuang bersama Bapak yang setia menemani. Sampai sering tidur di masjid karena sering bolak balik ke kampus antarprovinsi, sebelum akhirnya lulus di Universitas Muhammadiyah Malang," ujarnya.

Bangga

Sujarwanto, ayah Ahmad, terharu dan bangga atas pencapaian anak pertamanya.

Ia berharap buah hatinya melanjutkan ke pendidikan dokter spesialis sesuai keinginan sang anak.

"Tentu sebagai orangtua, bangga. Mudah-mudahan semakin memberi manfaat bagi masyarakat dan apa yang jadi cita-citanya ke depan mendapat kemudahan," tuturnya.

Siti Khotijah, sang ibunda, juga tak bisa menutupi rasa bahagianya.

Ia mengungkapkan, saat menabung untuk biaya pendidikan Ahmad, suami dan dirinya mengawalinya dengan menjadi buruh upahan mengangkut sayuran.

Berikutnya, mereka bisa memiliki kebun dan bertani sendiri.

"Jualan juga di pasar, selain bertani. Sedikit demi sedikit, selain untuk biaya makan, kami menabung untuk pendidikan anak. Alhamdulillah anak pertama sudah jadi dokter dan lulus CPNS. Anak kedua juga sudah selesai S2 (kuliah strata dua)," ucapnya.

Bagi Khotijah, asalkan ada kemauan, bekerja keras, berusaha, serta berdoa, apapun cita-cita bisa terwujud. Termasuk menyekolahkan buah hati hingga pendidikan tinggi.

"Walaupun, saya dan suami sekolah dasar pun nggak tamat," katanya. (Tribunlampung.co.id/sulis setia markhamah)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved