Berita Nasional
Alasan Polri Tak Tunda Proses Hukum Cagub Sumbar Mulyadi
Polri menjelaskan alasan tak menunda proses hukum terhadap Cagub Sumbar Mulyadi
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Polri tak menunda proses hukum terhadap calon Gubernur Sumatera Barat Mulyadi.
Padahal Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mengeluarkan perintah untuk menunda semua proses hukum, baik penyelidikan maupun penyidikan, terhadap peserta Pilkada Serentak 2020 yang diduga melakukan tindak pidana.
Perintah Kapolri tersebut tertuang dalam surat telegram bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020.
Lalu mengapa Polri masih meneruskan perkara ini?
Polri mengungkapkan bahwa kasus yang menjerat calon gubernur Sumatera Barat Mulyadi merupakan murni kasus dugaan tindak pidana pemilu.
Maka dari itu, Mulyadi diproses hukum.
Baca juga: Cagub Sumbar Mulyadi Kembalikan Rekomendasi PDIP, Hasto Bereaksi
Baca juga: Ketua KPK Sebut Mensos Juliari P Batubara Bisa Terancam Hukuman Mati
Baca juga: Kunci Jawaban Kelas 4 SD Tema 5 Halaman 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35 Tentang Balaputradewa
"Sementara Pak M, atas dugaan tindak pidana pemilihan, bukan tindak pidana biasa," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya, Sabtu (5/12/2020).
Argo menjelaskan, perintah penundaan proses hukum terhadap peserta Pilkada 2020 berlaku untuk kasus dugaan tindak pidana murni.
Akan tetapi, proses hukum tetap berjalan untuk kasus dugaan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan melakukan tindak pidana yang mengancam keamanan negara, serta tindak pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Adapun Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal.
Argo mengatakan, kasus itu pun ditangani oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).
"Setelah melalui kajian Bawaslu, penyelidikan Kepolisian yang didampingi Kejaksaan melalui sentra Gakkumdu, akhirnya sepakat perkara dugaan pidana pelanggaran kampanye ini direkomendasikan untuk diteruskan ke penyidik," tuturnya.
Mulyadi dijerat dengan Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Ketua DPD Demokrat Sumbar itu terancam hukuman penjara paling sedikit 15 hari atau paling lama tiga bulan serta denda maksimal Rp 1 juta.
Kasus ini bermula dari adanya laporan yang masuk ke pihak Bawaslu terkait dugaan pelanggaran kampanye.