OTT Menteri Edhy Prabowo

Dugaan KPK, Edhy Prabowo Borong Mobil Pakai Uang Suap Ekspor Benur untuk Dibagi-bagikan

Edhy Prabowo diduga memborong beberapa unit mobil untuk dibagi-bagikan ke pihak lain pakai uang suap ekspor benur lobster.

Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Ilustrasi Menteri KP Edhy Prabowo mengenakan rompi tahanan KPK. Edhy Prabowo diduga memborong beberapa unit mobil untuk dibagi-bagikan ke pihak lain pakai uang suap ekspor benur lobster. (Tribunnews.com/Irwan Rismawan) 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo diduga memborong beberapa unit mobil untuk dibagi-bagikan ke pihak lain pakai uang suap ekspor benur lobster.

Dugaan tersebut muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Edhy dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benur di KKP tahun 2020 pada Jumat (15/1/2021).

Selain diperiksa sebagai tersangka, Edhy Prabowo juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya, yakni sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.

Soalnya kegiatan memborong beberapa unit mobil yang dibagi-bagi ke pihak lain ini dilakukan oleh Amiril Mukminin atas perintah Edhy Prabowo.

Baca juga: Istri Edhy Prabowo Dicekal ke Luar Negeri Selama 6 Bulan Kasus Korupsi Benih Lobster

Baca juga: Hashim Bicara Soal Edhy Prabowo: Prabowo Kecewa dengan Orang yang Pernah Dibiayai Hidupnya

"Tersangka EP (Edhy Prabowo) didalami keterangannya terkait adanya dugaan pembelian barang di antaranya beberapa unit mobil oleh tersangka AM (Amiril Mukminin).

"Itu (pembelian unit mobil) atas perintah tersangka EP untuk selanjutnya diberikan kepada pihak-pihak lain," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Sabtu (16/1/2021).

Selain memeriksa Edhy Prabowo, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga memeriksa sejumlah saksi dan tersangka lainnya.

Satu di antaranya, bos PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito yang menyandang status tersangka pemberi suap kepada Edhy.

Dalam pemeriksaan ini terungkap Suharjito tak hanya menyuap Edhy dan staf khususnya di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Untuk memperlancar usahanya sebagai eksportir benur, Suharjito juga diduga memberian uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia.

Baca juga: Prabowo Subianto Bungkam Atas Kasus Edhy Prabowo, Rocky Gerung Sebut Kehilangan Momentum

Baca juga: KPK Amankan Uang Rp 4 Miliar dan 8 Sepeda dari Rumah Dinas Edhy Prabowo

"Tersangka SJT (Suharjito) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP dan kawan-kawan sekaligus sebagai tersangka."

"Didalami adanya dugaan pemberian sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia untuk memperlancar usaha saksi sebagai eksportir benur," beber Ali Fikri.

Sementara terhadap saksi Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto, tim penyidik mencecarnya mengenai awal mula terbitnya Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Aturan yang ditandatangani Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan pada 4 Mei 2020 dan diundangkan sehari kemudian itu menjadi penanda dibukanya keran ekspor benur yang sebelumnya telah dilarang.

Tak hanya soal Peraturan Menteri Nomor 12/2020, tim penyidik KPK juga mendalami mengenai peran para anggota tim uji tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang dibentuk oleh Edhy Prabowo.

Tim yang dipimpin oleh dua staf khusus Edhy Prabowo, yakni Andreau Pribadi Misata dan Safri tersebut diduga menjadi perantara suap dari para eksportir benur untuk Edhy.

Andreau dan Safri sendiri telah menyandang status tersangka kasus yang sama.

"Slamet Soebjakto (Dirjen Perikanan Budidaya KKP) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Suharjito dan kawan-kawan."

"Didalami pengetahuannya terkait awal mula terbitnya Permen KKP Nomor12 dan peran dari para anggota Tim Due Diligence yang diangkat secara khusus oleh tersangka EP," ungkap Ali Fikri.

Selain itu, tim penyidik juga mendalami mengenai proses dan teknis pengecekan dan pengemasan benur untuk diekspor.

Hal ini didalami tim penyidik saat memeriksa Kepala Badan Karantina Ikan Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Rina.

Terhadap saksi Agus Kurniawanto selaku Manajer Kapal PT Dua Putra Perkasa, tim penyidik mendalami mengenai adanya dugaan komunikasi antara Agus dengan pihak-pihak tertentu di KKP.

"Didalami juga teknis pengajuan perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Ali Fikri.

Tak hanya itu, tim penyidik juga mendalami teknis perizinan PT Dua Putra Perkasa selaku eksportir benur di daerah.

Hal ini dilakukan tim penyidik dengan memeriksa staf PT Dua Putra Perkasa, Adi Sutejo.

Pada Jumat (15/1/2021) kemarin, tim penyidik sedianya juga menjadwalkan memeriksa Zulfikar Mochtar selaku mantan Dirjen Perikanan Tangkap Jalan.

Namun, Zulfikar mengaku tak dapat memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Untuk itu, tim penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan Zulfikar.

"Yang bersangkutan memberikan konfirmasi tidak hadir dan diagendakan  pemeriksaan kembali pada hari Senin (18/1/2021)," ujar Ali.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.

Satu di antaranya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK  menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.

Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Baca juga: Rocky Gerung Ingin Raffi Ahmad Diproses Hukum Laiknya Rizieq Shihab

Baca juga: Gempa Mamuju dan Majene Telan 42 Korban Jiwa

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KPK Duga Edhy Prabowo Beli Sejumlah Mobil Pakai Uang Ekspor Benur ke Banyak Pihak

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved