Berita Nasional
Lakukan Protes Penangkapan Rizieq Shihab, Terduga Teroris Ini Berencana Ledakkan SPBU dan Pipa Gas
Belum lama ini, Nabil Aljufri, terduga teroris yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri, terlibat dalam pembuatan bom aseton peroksida (TATP).
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Belum lama ini, Nabil Aljufri, terduga teroris yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri, terlibat dalam pembuatan bom aseton peroksida (TATP).
Dalam video yang diterima awak media, awalnya Aljufri mengaku sebagai simpatisan FPI sejak 2019.
Ia kemudian bergabung dengan jemaah pengajian Yasin Walatif, yang mayoritas anggotanya merupakan simpatisan FPI dan Rizieq Shihab.
Baca juga: Cerita Nurhasanah, Mantan Teroris yang Kembali ke NKRI untuk Menatap Masa Depan Bersama Buah Hati
"Saya atas nama Nabil Aljufri selaku simpatisan FPI tahun 2019."
"Saya mengetahui rencana pembuatan bom yang direncanakan oleh Habib Husein Hasni dan kelompoknya, yang merupakan anggota dan laskar FPI, dan simpatisan FPI," kata Aljufri.
Aljufri menjelaskan dirinya pernah diperlihatkan sebuah video uji coba pembakaran bahan peledak oleh terduga teroris lainnya bernama Bambang Setiono, di rumahnya di Bandung.
Setelah itu, Aljufri menyetujui mencari dukungan pembuatan bom di DPW FPI Kabupaten Bandung, dengan perhitungan dana pembuatan bom sebesar Rp 500 ribu.
"Saya menyetujui untuk mencari dukungan DPW Kabupaten Bandung atas nama Ustaz Budi Setiawan."
"Dan memberitahukan (pembuatan) bom dengan dana Rp 500 ribu," akunya.
Aljufri lantas mengungkapkan alasan merencanakan merencanakan aksi pembuatan bom tersebut.
"Saya pernah menyampaikan kepada DPD Jawa Timur, yaitu Habib Ali, tentang perencanaan melakukan aksi ini untuk wilayah lain."
"Sebagai wujud pembelaan terhadap kezaliman pemerintah terhadap ulama," ucapnya.
Aljufri mengungkapkan pihaknya telah mengincar lokasi yang akan menjadi titik peledakan bom aseton peroksida (TATP) yang dibuat kelompoknya.
Menurut Aljufri, dua lokasi yang telah menjadi target adalah SPBU Pertamina dan pipa gas Pengalengan.
"Sasaran peledakan yaitu pom bensin Pertamina milik Cina, dan pipa gas Pangalengan," beber Aljufri dalam sebuah video yang tersebar di awak media.
Ia juga menyatakan pihaknya telah membuat tim senyap untuk melancarkan aksi terornya tersebut.
"Saya mengetahui pembentukan tim senyap di Bandung yang dipimpin oleh Abah Asep selaku laskar FPI DPC FPI Pengalengan, yang beranggotakan Angga, Dedi, Rizal, Saiful," tuturnya.
Aljufri menyebut motifnya merencanakan aksi peledakan kedua tempat tersebut, sebagai aksi protes penangkapan Rizieq Shihab.
Sebab, ia merupakan simpatisan FPI sekaligus Rizieq Shihab sejak 2019 lalu.
"Tujuan untuk melakukan aksi teror kepada pemerintah sebagai wujud protes penangkapan Habib Rizieq Shihab dan pembubaran FPI," terangnya.
Baca juga: Densus 88 Sita Poster Rizieq Shihab dan Baju Bertuliskan FPI saat Penangkapan Terduga Teroris
Tiga Indikator Orang Terpapar Radikalisme
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid membeberkan tiga indikator orang-orang yang terjangkit radikalisme terorisme.
Indikator pertama, kata Ahmad, mereka ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi agama menurut versi mereka.
Selain itu, lanjut dia, mereka juga ingin mengganti sistem pemerintahan dengan segala cara.
Hal itu, kata Ahmad, karena radikalisme sejatinya merupakan paham yang menginginkan tatanan sosial politik yang sudah mapan, dengan cara-cara ekstrem atau kekerasan.
Indikator kedua, kata dia, mereka takfiri yang berciri intoleran, cenderung anti budaya kearifan lokal, senang melabel kelompok di luar mereka sesat dan kafir.
Hal tersebut ia sampaikan ketika berbincang dengan Tribun Network, Kamis (1/4/2021).
"Kemudian yang ketiga, kecenderungan mereka lemah di bidang akhlak, perilaku, budi pekerti."
"Mereka lebih menonjol pada hal-hal yang sifatnya ritual keagamaan, identitas keagamaan, tampilan luar keagamaan."
"Jadi ritual formal keagamaan tapi lemah spiritual keagamaan," beber Ahmad.
Untuk itu, kata Ahmad, radikalisme terorisme mengatasnamakan agama adalah cermin dari krisis spritual dalam beragama.
Ia pun menegaskan aksi terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, baik kejadian di Gereja Katedral Makassar maupun di Mabes Polri Jakarta.
Baca juga: Penangkapan Terduga Teroris, Polisi Amankan Baju Tulisan FPI dan Gambar Habib Rizieq
Namun demikian, kata Ahmad, aksi teror tersebut terkait dengan pemahaman dan cara beragama umatnya, dan biasanya didominasi dengan umat beragama yang menjadi mayoritas di suatu wilayah.
"Jadi sekali lagi kita harus samakan persepsi, kita harus fair dalam hal ini."
"Sekali lagi ini tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, tapi sangat terkait dengan pemahaman, cara beragama, umat beragama, dalam konteks ini Islam," jelas Ahmad.
Ahmad Nurwakhid juga mengatakan, radikalisme banyak menjangkiti generasi milenial.
Hal itu berdasarkan tingkat keterpaparannya, dibandingkan generasi Z yang berusia 14-19 tahun, dan generasi X yang berusia 40 tahun ke atas.
Ahmad mengatakan, radikalisme banyak menjangkiti mereka yang berusia 20-39 tahun, karena beberapa faktor.
Pertama, karena generasi milenial ada di masa pertumbuhan yang tingkat kedewasaannya masih proses pembentukan, dan masih mencari jati diri.
Selain itu, kata dia, emosi mereka belum stabil dan senang dengan tantangan.
Selain itu, kata Ahmad, kecenderungan semangat keagamaan mereka tinggi.
"Ini mudah sekali keterpaparannya, apalagi dengan maraknya atau fenomena dunia maya."
"Apalagi tentu saja generasi milenial yang banyak menggunakan fasilitas dunia maya ini," kata Ahmad ketika berbincang dengan Tribun Network, di kantor redaksi Tribunnews, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Untuk itu, kata dia, BNPT telah membuat sejumlah strategi pencegahan pemaparan radikalisme terhadap mereka.
Di antaranya dengan menguatkan dan melibatkan secara aktif dan produktif civil society moderat, tokoh agama, dan civitas academic.
Pencegahan tersebut, kata Ahmad, dalam rangka memberi 'vaksin' berupa pembangunan karakter dan mengajarkan budi pekerti.
Hal itu karena menurutnya puncak dari keagamaan bukan pada tindakan jihad, sebagaimana yang dipahami oleh penganut paham radikal.
Baca juga: Mengejutkan, Polisi Temukan Pedang dan Badik di Mobil Pengacara Rizieq Shihab. Sang Sopir Diperiksa!
Untuk itu, ia mengajak generasi milenial untuk tidak mengikuti akun media sosial maupun ajaran ustaz-ustaz intoleran dan radikal.
"Kedua, anak-anak kita jangan boleh mem-follow ustaz-ustaz yang intoleran, ustaz-ustaz yang radikal."
"Karena ustaz ini adalah pintu masuk radikalisasi tadi, pintu masuk radikalisme," tutur Ahmad.
Ia pun menjelaskan indikator ustaz-ustaz yang berpaham radikal di antaranya mengajarkan intoleransi terutama yang menganut Salafi Wahabi Jihadis.
"Saya mengatakan semua teroris yang kami tahan baik itu di Polri, lapas, BNPT itu semua berpaham Salafi Wahabi (Jihadis)."
"Tetapi tidak semua wahabi salafi otomatis adalah teroris," jelas Ahmad.
Juga, lanjutnya, waspadai ustaz-ustaz yang membentur-benturkan antara agama dengan budaya, agama dengan negara, atau agama dengan nasionalisme.
"Ini sudah selesai. Jadi kalau ada ustaz yang melakukan dikotomi seperti itu, hati-hati, waspada, dan jangan diikuti, karena itu sudah ustaz yang akan meradikalisasi," beber Ahmad.
Menurutnya, jika ajaran tersebut diterima mentah-mentah oleh generasi milenial, maka mereka akan mudah mengafirkan orang-orang yang tidak sepaham, apalagi yang seagama.
Selain itu mereka juga akan merasa terzalimi atau diperlakukan tidak adil, menghalalkan segala cara atas nama agama, hingga akhirnya melakukan aksi teror.
"Artinya ini yang harus kita waspadai tentang klaim kebenaran, tentang manipulasi," cetus Ahmad. (Igman Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Protes Rizieq Shihab Ditangkap, Terduga Teroris Ini Bikin Rencana Ledakkan SPBU Pertamina