Waisak 2021

Hari Raya Waisak, Warga Bandar Lampung Novita: Saling Toleransi antar Umat Beragama  

"Berharap waisak ini kita saling toleransi antar umat beragama dan juga saya berharap kepada warga Indonesia kita bersatu melawan pandemi,"

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Bayu
Umat Buddha sedang melakukan ibadah di Vihara Thay Hin Bio Bandar Lampung, Rabu (26/5/2021). Hari Raya Waisak, Warga Bandar Lampung Novita: Saling Toleransi antar Umat Beragama   

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Hari raya waisak menjadi hari yang sakral bagi umat Buddha dan memiliki makna yang mendalam di sendi-sendi kehidupan beragama sosial masyarakat. 

Hal tersebut disampaikan oleh Novita (45) warga Bandar Lampung saat ditemui seusai melakukan ibadah di Vihara Thay Hin Bio Telukbetung, Rabu (26/5/2021).

"Berharap waisak ini kita saling toleransi antar umat beragama dan juga saya berharap kepada warga Indonesia kita bersatu melawan pandemi," kata Novita.

Berharap wabah Covid-19 ini segera berlalu, makanya harus bersatu mencegah corona dan harapannya semua aman damai. 

"Jadi pagi hari ini saya ke vihara melakukan sembahyang yang tepat dengan pas lunar dan juga merayakan waisak," kata Novita.

Kemudian pada sore biasanya ada doa detik-detik Waisak dan kebetulan adanya gerhana bulan.

Baca juga: Ketua Walubi Lampung Imbau Umat Buddha Rayakan Waisak dengan Utamakan Prokes

Berharap diberikan jalan terang untuk semuanya. 

Wiria pengurus Vihara Thay Hin Bio Bandar Lampung menjelaskan bahwa hari ini memperingati peristiwa penting yang terjadi di bulan Waisak.

Dengan waktu perbedaan tetapi dalam satu bulan Waisak yaitu lahirnya seorang pangeran Siddharta yang bakal menjadi Buddha.

"Makanya kita di sini ada rupang bayi pangeran Siddharta ini, kita dari memandikan bayi rupang secara simbolis," kata Wiria.

Baca juga: Perayaan Waisak Umat Buddha Secara Virtual, Walubi: Pujabakti Meditasi Detik-detik Waisak di Rumah

Tetapi secara makna terdalam adalah membersihkan noda-noda batin yang ada di diri kita.

Diantaranya yaitu tiga akar racun kejahatan pertama keserakahan, kebencian dan kebodohan batin itu yang harus dibersihkan. 

Lalu, pangeran Siddharta ini berlatih diri dari manusia biasa, dia seorang pangeran mahkota meninggalkan kemewahan.

Dirinya memberi ilmu kepada muridnya dan sejarah panjang selama 45 tahun pertapaan. 

"Peristiwa ini tentunya sebagai suatu renungan dan kebangkitan untuk khususnya umat Buddha, " kata Wiria.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved