Berita Terkini Nasional
Pelaku Pungli Kantongi Rp 6,5 Juta per Hari dari Sopir Truk, 49 Orang Ditangkap
Pelaku pungli dan preman yang memalak sopir truk di Tanjung Priok bisa mengantongi uang Rp 6,5 juta per hari.
Penulis: Wahyu Iskandar | Editor: Heribertus Sulis
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Pelaku pungli dan preman yang memalak sopir truk di Tanjung Priok bisa mengantongi uang Rp 6,5 juta per hari.
Sebanyak 49 pelaku pungutan liar (pungli) ditangkap, usai para sopir truk kontainer mengeluh kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Aksi mereka dilakukan dengan cara membagi tugas di pos-pos tertentu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, puluhan pelaku merupakan karyawan yang bekerja di depo-depo, termasuk bagian petugas keamanan.
Yusri mencontohkan, aksi pungli di PT GFC dibagi menjadi lima pos.
Di setiap pos, para sopir truk harus mengeluarkan sejumlah uang yang bervariasi agar bisa dilayani oleh mereka.
Baca juga: Jokowi Lapor ke Kapolri, Polisi Langsung Tangkap 24 Pelaku Pungli
“Di pos satu fortune (GFC) saja di pintu masuk securiti harus bayar Rp 2.000."
"Kemudian pos dua masuk di bagian survei, biayanya Rp 2.000,” kata Yusri, di Mapolres Metro Jakarta Utara, Jumat (11/6/2021).
Untuk masuk pos tiga cuci, sopir truk kontainer harus mengeluarkan Rp 2.000-5.000."
Kemudian masuk pos empat, angkat kontainer bayar Rp 5.000 dan terakhir saat keluar depo bayar Rp 2.000.
“Saya ambil terkecil, karena biasanya siang itu beda dengan malam, karena pengawasan siang itu lebih ketat dari malam hari,” sambung Yusri.
Sebelumnya, pelaku pungli sudah menyiapkan kardus-kardus untuk menaruh uang dari para sopir truk kontainer.
Nantinya, uang itu dkumpulkan dalam satu kantong plastik untuk dibagikan.
Sehingga, setiap satu kendaraan minimal harus mengeluarkan uang sebesar Rp 13 ribu.
Jumlah itu akan semakin banyak, mengingat setiap hari ada ratusan truk kontainer yang masuk depo.
“Satu hari Rp 13 ribu per satu kendaraan, satu hari bisa 500 kendaraan kontainer."
"Coba dikalikan? Jadi sekitar Rp 6,5 juta yang harus dikeluarkan oleh para sopir,” ungkapnya.
Jumlah itu masih bisa bertambah dengan aksi pungli yang dilakukan di luar depo.
Sebab, aksi pungli di jalanan tidak kalah meresahkan sopir truk, karena terjadi berkali-kali.
“Belum lagi yang di luar, premanisme-premanisme yang ada di luar, mulai dari pak ogah sampai sengaja dibuat macet kemudian diketok-ketok."
"Ini yang sering terjadi dan viral di media sosial,” papar Yusri.
Atas perbuatannya tersebut, para pelaku pungli dijerat pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan, di mana ancaman hukumannya 9 tahun penjara.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, setelah mendengar keluhan para sopir kontainer di perbatasan Dermaga JICT dan Terminal Peti Kemas Koja, Kamis (10/6/2021).
Para sopir tersebut mengeluhkan banyaknya pungutan liar alias pungli, dan premanisme di sekitar pelabuhan.
Awalnya, Presiden mendengarkan curhatan para sopir mengenai kendala kerja di saat pandemi seperti sekarang ini.
Saat mendengar adanya beberapa sopir yang mengeluhkan maraknya pungli dan premanisme, Presiden lantas memanggil ajudannya, Kolonel Pnb Abdul Haris.
Presiden meminta ajudannya itu menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui telepon.
Saat telepon tersambung, Presiden langsung meminta Kapolri menyelesaikan masalah tersebut.
"Pak Kapolri selamat pagi," sapa Presiden.
"Siap, selamat pagi Bapak Presiden," jawab Kapolri di ujung telepon, dikutip dari Sekretariat Presiden.
"Enggak, ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT 1, kemudian di Depo Dwipa."
"Pertama itu," jelas Presiden.
"Siap," jawab Kapolri.
"Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak driver yang dipalak preman-preman."
"Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri," ujar Presiden,
"Siap Bapak," jawab Kapolri.
Presiden mengatakan, dirinya sudah menangkap situasi yang ada dan apa yang diinginkan oleh para sopir kontainer.
Presiden juga menegaskan dirinya akan terus mengikuti proses ini sehingga keluhan-keluhan yang disampaikan bisa diselesaikan.
"Perintahnya ke Kapolri biar semuanya jelas dan bisa diselesaikan di lapangan."
"Nanti akan saya ikuti proses ini."
"Kalau keluhan-keluhan seperti itu tidak diselesaikan, sudah pendapatannya sedikit, masih kena preman, masih kena pungli, itu yang saya baca di status-status di media sosial."
"Keluhan-keluhan seperti itu memang harus kita selesaikan dan diperhatikan," paparnya.
Sebelumnya, sebuah cuitan berisi video curhat seorang sopir kontainer sempat viral di Twitter.
Dalam video yang diunggah ulang oleh akun @ferry_kdg di Twitter itu, sopir minta perhatian ke Presiden Jokowi untuk menertibkan tiga depo, yaitu Fortune, Dwipa, dan New Priok Container Terminal One (NCPT 1).
"Andai saja statusku dibaca oleh Pak Presiden, saya tidak minta apa-apa tidak minta uang, tidak minta mobil, tidak minta kekayaan ke Pak Presiden."
"Cuma satu tolong bubarkan Depo Fortune, NPCT 1, sama Depo Dwipa," demikian rintihan sopir dalam video tersebut.
Sopir tersebut juga merasa kemacetan parah di Tanjung Priok telah berdampak pada pendapatan dan nafkah yang ia berikan ke keluarga.
Demikian juga dengan pungli yang kerap dilakukan oleh sejumlah depo kontainer.
"Tolong pak, saya mohon tolong dengan sangat hormat saya ke Pak Presiden, sakit pak dimarahin istri terus, pulang enggak pernah bawa duit."
"Jalannya macet mulu, sama itu bertiga (depo), enggak G Fortune ya Dwipa, ya NPCT 1 pak."
"Sakit pak, setoran banyak, order banyak tapi gak _muter_, karena mandek jalannya Pak."
"Saya mohon Pak tolong dengarkan keluhan _driver_ Tanjung Priok pak," ujar sopir dalam narasi video yang telah dicuit ulang sebanyak 4.165 kali dan disukai 8.846 kali itu.
Kerap Ditodong Preman Saat Lalu Lintas Macet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu sejumlah sopir kontainer di perbatasan Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara, Kamis (10/6/2021).
Presiden menemui para sopir usai meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal di sejumlah pelabuhan di Jakarta.
Presiden bertemu para sopir yang duduk rapi di satu sudut, di antara kontainer yang bertumpuk di perbatasan Dermaga JICT dan Terminal Peti Kemas Koja.
"Pagi hari ini saya senang bisa bertemu dengan Bapak-Bapak semuanya."
"Saya mendapatkan keluhan yang saya lihat dari media sosial."
"Terutama driver banyak yang mengeluh karena urusan bongkar muat," ujar Presiden mengawali dialog.
Presiden sengaja menyempatkan diri bertemu para sopir kontainer, untuk mendengar langsung keluhan yang mereka alami, terutama soal pungutan liar (pungli).
Presiden berpandangan seharusnya para sopir kontainer merasa nyaman saat bekerja, terutama di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19.
"Driver mestinya merasa nyaman semuanya."
"Jangan sampai ada yang mengeluh karena banyaknya pungutan."
"Itu yang mau saya kejar, kalau ada, silakan," ucapnya.
Agung Kurniawan, seorang sopir kontainer, lantas mengacungkan tangan dan menyampaikan keluh kesahnya selama menjadi sopir kontainer.
Pria kelahiran Ngawi, 38 tahun silam ini menjelaskan, para sopir kontainer kerap menjadi sasaran tindak premanisme.
"Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya."
"Naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong, Pak."
"Padahal itu depan, belakang, samping, kanan itu kan kendaraan semua, dan itu orang semua, dan itu sangat memprihatinkan."
"Karena dia takut, kalau posisinya nanti dia membantu, preman-preman itu akan menyerang balik ke dirinya."
"Maka dia lebih memilih tutup kaca, dan itu memprihatinkan sekali begitu, Pak," ungkap Agung.
Hal ini diamini oleh rekannya sesama sopir kontainer, Abdul Hakim, yang menyebut kemacetan merupakan penyebab para preman bisa leluasa menjalankan aksinya.
"Kalau mungkin lancar, ini mungkin tidak ada, Pak."
"Jadi ini kendala kita ini kemacetan aslinya, Pak."
"Jadi kami mohon kepada Bapak Presiden, bagaimana solusi ini ke depannya, kami."
"Karena kami, Pak, sakit hati sebenarnya, Pak kalau dibilang sakit hati."
"Saya kira begitu. Tidak ada kenyamanan untuk sopir kami, sopir-sopir yang mengemudi di Tanjung Priok," keluh Abdul.
Selain soal premanisme, Abdul Hakim juga menceritakan soal banyaknya pungutan liar di sejumlah depo.
Depo adalah tempat meletakkan kontainer yang sudah dipakai atau mengambil kontainer yang akan dipakai shipping line.
Menurutnya, para karyawan depo sering meminta imbalan berupa uang tip agar laporannya bisa diproses segera.
"(Mereka) itu meminta imbalan lah, kalau enggak dikasih kadang diperlambat."
"Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa, hampir semua depo rata-rata, itu Pak."
"Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma namanya Depo Seacon dan Depo Puninar, agak bersih sedikit."
"Lainnya hampir rata-rata ada pungli, Pak," beber pria berusia 43 tahun tersebut.
"Jadi contoh, Pak."
"Kita kan bawa kontainer nih, kosongan lah atau pun mau ambil (dalam keadaan) kosongan."
"Nah, kita laporan, kan. Diambillah. Itu harus ada uang tip, ia bilang 'Boleh, ya?' atau lima ribu."
"Paling kadang-kadang Rp 15 ribu, ada yang Rp 20 ribu."
"Itu, kalau enggak dikasih, ya masih dikerjakan cuma diperlambat."
"Alasannya, 'Yang sana dulu, yang ada duitnya' katakan saya begitu, tapi kalau mereka itu enggak mau ngomong, Pak."
"Jadi begitu kira-kira, Pak pungli di dalam depo itu, Pak," bebernya. (*)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Pelaku Pungli Bisa Kantongi Rp 6,5 Juta per Hari dari Sopir Truk Kontainer, Ditampung Pakai Kardus
Baca berita pungli lainnya