Pringsewu
Terkendala Mitos Petani, Dinas Pertanian Pringsewu Adakan Pelatihan Ilmu Pertikusan
Gropyokan tikus yang digalakkan Dinas Pertanian Pringsewu terkendala dengan mitos yang terbangun di kalangan petani di Pringsewu, hama tikus jadi tak
Penulis: Robertus Didik Budiawan Cahyono | Editor: Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Program gropyokan hama tikus yang digalakkan Dinas Pertanian Pringsewu untuk membasmi hama penganggu tanaman terkendala dengan mitos yang ada di masyarakat.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Pringsewu Dwiyanto Sulistiono mengungkapkan mitos yang muncul di masyarakat bila tikus-tikus tersebut ada yang mengasuh.
Sehingga masyarakat khawatir bila tikus diburu akan semakin membabi buta menyerang tanaman.
Masyarakat tani beranggapan pengemong tikus marah dan akan mengerahkan tikus lainnya untuk menyerang tanaman padi.
Oleh karena anggapan itu, kata Dwiyanto, warga enggan bila diajak memburu organisme pengganggu tanaman tersebut.
Baca juga: Overkapasitas, Sampah di TPA Bumi Ayu Pringsewu Menggunung
"Nah itu yang memang jadi kendala," ujar Dwiyanto, Jumat, (18/6/2021).
Dwiyanto pun tak menampik jika di beberapa tempat di Pringsewu memang ada mitos seperti tersebut.
Mengingat hal itu, kata Dwiyanto, pihaknya ke depan akan mengadakan pelatihan permasalahan ilmu pertikusan.
Dwiyanto mengatakan bila tikus itu sebenarnya bukan makan rumpun padi, tapi mengerat tanaman padi untuk mengasah gigi.
Kalau pun makan, lanjut Dwiyanto, pasti setelah kenyang berhenti.
Baca juga: Covid-19 di Pringsewu Hampir Tembus 1.000 Kasus, Petugas Gencarkan Operasi Yustisi
Namun, menurut dia, ini tidak sehingga sifatnya merusak tanaman padi.
"Cuma batang saja dipatahin, pindah tambah lagi. Kalau nggak ngerat, gigi taringnya panjang," tukasnya.
Ditambahkan Dwiyanto, satu tikus bisa mengerat hingga 10 rumpun padi.
Sementara tikus dalam satu lubang sarang bisa ada sekitar 10 ekor hingga 20 ekor tikus.
Menurut Dwiyanto, tikus-tikus tersebut lebih suka tinggal dan menyarang di tanggul saluran irigasi dan pematang. ( Tribunlampung.co.id / Robertus Didik B C )