Beternak Lebah Madu Suhita di Batu Putuk Bandar Lampung, Isnina Kenal Lebah Trigona Berkat Facebook

Suhita nama putri sulungnya, diambil dari nama salah satu tiga perempuan perkasa Kerajaan Majapahit: Gayatri, Tribhuwana, dan Suhita.

Penulis: Andi Asmadi | Editor: Andi Asmadi
TRIBUN LAMPUNG/Andi asmadi
SEDOT MADU - Ivan dari Suhita Bee Farm memperagakan cara mengambil madu dari koloni dengan menggunakan pipet di lokasi peternakan Batu Putuk, Bandar Lampung, Sabtu 3/7). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Isnina bersama suaminya, Kinan Suyadi, memulai peternakan lebah madu Suhita Bee Farm di Batu Putuk, Kota Bandar Lampung, pada 2016.

Untuk tiba pada kondisi sekarang dengan kapasitas produksi 4 ton madu per bulan, tidaklah ujug-ujug. Mereka pernah gagal dua kali dan duit pun melayang.

Lalu suatu ketika muncul komentar di Facebook. Dan, berkat Facebook itulah, mereka pun mengenal lebah Trigona, yang oleh masyarakat setempat disebut “klanceng”.

Bagaimana kisah mula Isnina menjadi peternak lebah Trigona dan memproduksi madu asli Suhita?

Suatu ketika, sang suami, Suyadi, mengajak Isnina untuk jualan madu.

Isnina menolak. Ia baru mau jualan madu kalau merupakan hasil sendiri, bukan produksi orang lain.

Dari situ, mereka pun mulai berpikir bagaimana cara menghasilkan madu sendiri. Tentu harus ada tempatnya. Tentu harus beternak lebah.

Baca juga: Peternakan Lebah Madu di Batu Putuk Bandar Lampung, Thomas Riska Minum Madu Langsung dari Sarang

Maka, lahan di Batu Putuk pun dipersiapkan. Areal yang tadinya hanya berupa hamparan sawah, ditanami berbagai jenis tumbuhan yang bisa menghasilkan nektar sebagai makanan lebah.

Bagaimana lebahnya? Di sini masalahnya. Karena mereka tidak punya pengalaman sebelumnya, maka mereka bekerja sama dengan orang lain.

Waktu itu, lebah yang ingin diternakkan masih lebah biasa yang punya sengat.

“Ternyata kerjasama itu gagal. Peternakan tidak membuahkan hasil. Tak ada madu yang bisa diproduksi,” turur Isnina di Suhita Bee Farm di Batu Putuk, Kota Bandar Lampung, Sabtu (3/7).

Saat itu, Isnina menerima kunjungan Tribun Lampung bersama rombongan pengusaha Thomas Azis Riska, Haji Hanapiah Hamidi, dan Haji Zikri. Isnina diampingi Ivan dari Suhita Bee Farm. Juga Imam dan Sinta dari Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis Batu Putuk.

Gagal sekali tak lantas menyurutkan niat mereka untuk beternak lebah. Kali ini, mereka ingin beternak sendiri.

Mereka pun mencari tahu di mana bisa mendapatkan lebah. Dari berbagai channel, mereka pun membeli paket lebah dari Jawa.

Setelah diternakkan, lagi-lagi gagal.

Ternyata, jenis lebah yang diternakkan itu tidak bisa menghasilkan madu. Cocoknya jika diternakkan hanya di Jawa saja. Mungkin karena kondisi alam yang berbeda.

Gagal dua kali membuat Isnina dan suaminya sempat putus asa.

Lalu, suatu ketika, di laman Facebook tempat mereka menceritakan pengalaman beternak lebah, muncul komentar dari seseorang. Isinya berisi kritik. Tetapi sebenarnya juga tantangan.

“Kalau mau lihat beternak lebah yang benar, datang ke sini,” kata orang tersebut.

Isnina dan suaminya jadi tertantang dan benar-benar mendatangi alamat orang tersebut di Lampung Timur.

Ternyata, di sana memang berhasil dan memproduksi madu. Tapi, lebahnya berbeda dari yang biasa, lebahnya tak punya sengat.

Alhasil, mereka pun mengenal lebah Trigona lalu belajar bagaimana proses beternaknya.

Akhirnya, Isnina dan suaminya benar-benar berhasil memproduksi madu sendiri.

Dari Bandar Lampung, kemudian dikembangkan ke Way Kanan dan Pesisir Barat, lalu bermitra dengan masyarakat setempat, kini mereka bisa menghasilkan madu 4 ton sebulan.

Kini Isnina bisa jualan madu yang mereka produksi sendiri.

Untuk branding, mereka mengunakan nama Suhita. Itu adalah nama putri sulungnya, diambil dari nama salah satu tiga perempuan perkasa Kerajaan Majapahit: Dyah Dewi Gayatri, Tribhuwana Tungga Dewi, dan Sri Suhita.

Madu yang dipoduksi tidak langsung dikemas, tetapi melalui proses teknologi pascapanen.

Madu dari Batu Putuk, Way Kanan, maupun Pesisir Barat diolah dulu di Jl Purnawirawan I Bandar Lampung.

Madu mengalami perlakuan khusus, termasuk menyesuaikan kadar airnya. Tapi, tanpa menambahkan bahan apapun. Semua murni madu.

Banyak Madu Palsu

Kehadiran madu yang diproduksi Suhita Bee Farm menjadi penting manakala di saat seperti sekarang banyak beredar madu palsu.

Banyak di antaranya menggunakan merek yang terkenal.

Ketika disebutkan salah satu merek madu yang banyak dijual di toko maupun mal, Isnina mengatakan, harap dicek bahan dan komposisi yang seharusnya ada di kemasan.

Pada beberapa merek, di situ tercantum komposisi madu hanya 20 persen, selebihnya bahan lain.

Dia menjelaskan, ada tiga jenis madu palsu yang banyak beredar di masyarakat.

Yang pertama, madu yang sebenar-benarnya palsu karena tak ada sama sekali bahan madunya, hanya campuran gula cair, soda kue, putih telur, dan sebagainya.

Yang kedua, madu oplosan. Madu palsu jenis ini memang masih menggunakan madu asli namun ditambah dengan bahan lain. Satu botol madu asli dioplos dengan bahan lain bisa menjadi 10 botol.

Yang ketiga, madu sirupan. Madu jenis ini benar dihasilkan dari madu asli, namun lebahnya digelonggong menggunakan gula. Ini biasanya dilakukan oleh peternak lebah ketika musim tertentu di mana tanaman tidak berbunga.

Lalu, bagaimana membedakan madu asli dengan madu palsu?

Isnina menjelaskan, ada beberapa cara. Seperti, melihat dari asal usul madu tersebut. Namun, sekarang agak sulit karena penjual bisa saja berbohong dengan menyebut tempat yang memproduksi madu asli. Kecuali kalau merek madu itu sudah dikenal luas sebagai madu asli.

Cara lain, dengan mencermati label. Madu yang dijual di toko modern seharusnya punya label yang mencantumkan komposisi. Cari yang 100 persen madu. Jangan sampai madu hanya 20 persen tetapi selebihnya bahan lain.

Cara lainnya lagi, dengan mengecap rasa dan aromanya. Mereka yang sudah berpengalaman minum madu pasti bisa tahu jika asli atau palsu. Namun, ini juga masalah, karena tidak semua orang punya pengaalaman dan kemampuan membedakannya.

“Cara yang paling aman adalah mengenali produsen madu dan merek yang dijualnya,” ujar Isnina.

Bagaimana kalau madu tak bermerek dan hanya dijual di botol, seperti yang banyak dijual di pinggir jalan? Penjualnya selalu mengatakan madu asli dari hutan.

“Saya tidak lantas mengatakan itu palsu, tetapi saya hanya mengingatkan, harap berhati-hati,” katanya sembari tersenyum.

Apakah ada cara yang paling ampuh untuk menentukan keaslian madu?

Haji Hanapiah Hamidi, satu di antara anggota rombongan yang berkunjung ke Suhita Bee Farm, ikut menimpali.

“Ada caranya. Bawa pulang madu ke rumah, kalau istri mengamuk, itu pasti madunya asli,” ujarnya sembari tertawa. *)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved