UM Metro

Mukhtar Hadi BPH UM Metro Jelaskan Beragama yang Memudahkan dan Menggembirakan

Riuh rendah pandemi covid-19 ternyata bukan hanya soal dampak wabah itu terhadap kesehatan dan ekonomi tetapi juga menyentuh aspek keagamaan.

ist
Dr.Mukhtar Hadi, M.Si. (Anggota BPH UM Metro) 

Sebab itu usaha untuk menjaga diri dan mencegah secara dini dari kebinasaan adalah merupakan bagian juga dari beribadah keada Allah SWT. Dengan demikian pembatasan dan pengaturan peribadatan di masa pandemi harus dimaknai sebagai kondisi yang di dalamnya terdapat rukhsoh atau keringanan dalam beribadah. Mengambil rukhsoh yang diberikan Allah itu akan lebih baik bagi manusia daripada memaksakan diri yang justru akan menimbulkan kerusakan dan kebinasaan bagi manusia. Allah berfirman :

…يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (QS.Al-Baqarah (2):185) .

Ayat di atas sebenarnya berbicara dalam konsteks puasa, dimana bagi mereka yang berhalangan atau karena alasan tertentu seperti sakit, bepergian, hamil, atau sedang menyusui sehingga tidak bisa melaksanakan puasa ia bisa menggantinya dengan puasa pada hari lain diluar di luar bulan Ramadhan atau menggantinya dengan membayar fidyah.

Kelonggaran itu sebagai bentuk kemudahan dan menghilangkan kesukaran yang akan dialami manusia jika memaksakan diri untuk beribadah yang sesuai dengan ketentuan tekstualnya.

Tentu saja, ayat di atas juga bisa kita gunakan dalam konteks yang berbeda-beda dengan memahami prinsip umumnya, yaitu bahwa Allah itu maha luas ilmunya dan Maha Bijaksana terhadap mereka yang beriman.

Kebijaksanaan Allah itu yang kemudian dinyatakannya bahwa Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran dalam segala sesuatu yang dilakukan manusia.

Allah SWT juga mengingatkan agar supaya kita jangan menambah larangan atau tidak mau melakukan sesuatu hal, padahal Allah memperbolehkan :

قُلۡ مَنۡ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِيٓ أَخۡرَجَ لِعِبَادِهِۦ وَٱلطَّيِّبَٰتِ مِنَ ٱلرِّزۡقِۚ قُلۡ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا خَالِصَةٗ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hambaNya dari rezeki yang baik-baik? Katakanlah . “semua itu untuk orang-orang uang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui (QS. Al-A’raf (7) : 32).

Semua yang ada di muka bumi ini adalah disediakan Allah kepada manusia. Tinggal manusia memanfaatkan dan menggunakannya. Terhadap apa yang disediakan untuk manusia itu ada batas-batas yang sudah ditentukan oleh Allah, mana yang boleh dan mana yang dilarang. Mana yang halal dan mana yang haram. Ketentuan itu semua tercantum dalam syariat Islam.

Manusia tidak boleh melampau batas atau melanggar semua ketentuan itu. Manusia tidak boleh melakukan atau menggunakan segala sesuatu yang jelas-jelas dilarang, begitu juga sebaliknya tidak boleh melarang untuk melakukan atau menggunakan sesuatu padahal jelas-jelas diperbolehkan.

Namun diantara ketentuan boleh dan tidak boleh itu, Allah juga memberikan jalan keluar berupa keringan dan kemudahan jika dihadapkan pada situasi dan kondisi tertentu.

Jalan keluar itulah yang kemudian dinamakan rukhsoh atau keringanan. Manusia tinggal memanfaatkan keringanan itu dan jangan berlaku takabur dengan tidak mau memanfaatkan keringanan yang diberikan oleh Allah SWT.

Beragama yang memudahkan dan menggembirakan juga disabdakan oleh Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, sebagaimana sabdanya : Yasiiru wala tu’aasiru wabassyiru walaa tunaffiru.

Artinya “Mudahkanlah jangan kamu mempersulit dan gembirakanlah dan jangan kamu membuat orang lain lari”. Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari Rasulullah juga pernah bersabda : “Sesungguhnya agama itu ringan.

Dan tiada seorangpun yang memberat-beratkan agama melainkan ia dikalahkan agama. Maka hendaklah kamu sekalian menjalankan agama itu dengan lurus.

Berdekat-dekatlah dan bergembiralah dan memohonlah  pertolongan di waktu pagi, sore dan sebagian di waktu malam”. Karena itu, jika Allah dan Rasul-Nya saja memberikan kemudahan dan senantiasa mengajak bergembira dalam beramal dan beribadah, mengapa kita tidak mau mengikutinya.

Mengambil kemudahan yang disediakan oleh Allah bukan berarti kita meremehkan dan bermain-main atau sengaja melenceng dari syariat, karena kemudahan yang diberikan itu memiliki batas-batas dan ketentuan yang telah ditetapkan. Kemudahan yang diberikan oleh Allah bersifat kondisional, tergantung dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya.

Dalam situasi normal tentu saja semua ketentuan dispensasi itu tidak berlaku, ia harus kembali ke hukum dan ketentuan asalnya. Yang jadi masalah adalah, ada orang yang dalam situasi dan kondisi tidak normal, atau  situasi bencana dan krisis, lalu diberikan jalan kemudahan, namun kemudahan itu malah ditentang dan enggan memanfaatkannya. Ia malah memilih jalan yang sulit dan berbahaya. Dan orang seperti itu banyak di masa Pandemi ini. Semoga kita bisa merenungkannya.(*)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved