Wawancara Ekslusif
Masih Ada Nelayan Pakai Alat Tak Ramah Lingkungan
Provinsi Lampung secara konsisten menyumbang produksi rajungan nasional hingga 15 persen per tahun. Produksi rajungan itu bersumber dari pesisir timur
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: soni
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Provinsi Lampung secara konsisten menyumbang produksi rajungan nasional hingga 15 persen per tahun. Produksi rajungan itu bersumber dari pesisir timur, mencakup Kabupaten Tulangbawang, Lampung Timur, dan Lampung Tengah.
Lalu bagaimana kondisi di lapangan terkait perkembangan tangkapan rajungan di Lampung?
Berikut petikan Wawancara Eksklusif Tribun Lampung dengan Ketua Forum Nelayan Rajungan Provinsi Lampung Miswan.
Bagaimana perkembangan tangkapan rajungan saat ini? Termasuk setelah masuk pasar ekspor?
Kondisi saat ini memang berkurang karena faktor cuaca. Selain memang dari tahun ke tahun, kenaikan atau penurunan hasil tangkapan rajungan pasti terjadi. Hanya, pada tahun ini berkurangnya lebih drastis. Padahal, mau diekspor ataupun tidak diekspor, jika penangkapannya ramah lingkungan, tentu tidak seberapa memengaruhi (hasil tangkapan).
Karena sepinya tangkapan, harga rajungan dari nelayan saat ini mencapai Rp 100 ribu per kilogram. Sementara saat musim tangkap, harganya bisa turun drastis: hari ini Rp 50 ribu, besok bisa Rp 40 ribu, turun lagi Rp 30 ribu. Termurah pernah Rp 7.000 per kilogram pada tahun 2017.
Seorang nelayan bisa dapat di atas 10 kilogram kalau pas musim tangkap. Jumlah nelayan sendiri ada ribuan orang. Kalau pas sepi tangkapan rajungan, kami menangkap lainnya, seperti udang atau ikan kembung.
Pada masa pandemi ini, apakah ikut terdampak?
Tidak terpengaruh pandemi atau tidak. Namun, adanya nelayan yang menggunakan alat tidak ramah lingkungan dalam melakukan penangkapan rajungan, keberlanjutannya memengaruhi hasil tangkapan.
Di lokasi penangkapan, ada tempat untuk peneluran hingga pembesaran rajungan. Itu yang seharusnya dipanen untuk waktu tertentu, terkadang sebelum panen sudah diacak-acak oleh alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tadi.
Apakah masih ditemukan nelayan menggunakan cara yang tidak direkomendasikan dalam menangkap rajungan?
Masih saja ditemukan nelayan yang tidak menggunakan alat ramah lingkungan saat menangkap rajungan. Alat tersebut berjalan di dasar laut mengenai karang dan pasir, sehingga mengganggu (ekosistem rajungan). Padahal, alat ini sebelumnya dilarang untuk dipergunakan. Sementara kami, menggunakan alat berupa jaring yang tidak berjalan. Hanya menyasar rajungan yang melintas di jaring yang telah dipasang.
Bagaimana upaya untuk terus melestarikan rajungan? Meskipun ditangkap, tapi masih bisa berkembang biak.
Turut menjaga proses peneluran rajungan dengan cara zona konservasi agar semua alat tangkap perikanan tidak boleh beraktivitas di zona konservasi tersebut.
Anda sendiri sejak kapan menjadi nelayan rajungan?
Saya jadi nelayan sejak tahun 1997, sejak masih remaja karena orangtua juga nelayan. Membantu perekonomian orangtua, padahal saat itu pengennya belajar (meneruskan sekolah). Tapi, karena orangtua melaut sendirian, sementara adik masih kecil semua, jadi saya mengikuti jejak orangtua jadi nelayan juga.
Dulu saya terpikir hanya bagaimana melaut, menangkap, tanpa tahu bagaimana harus melestarikannya. Tapi semakin ke sini, semakin banyak belajar. Pola pikir saya menjadi terbuka dan bahkan saya sering sosialisasi ke sesama nelayan mengenai cara penangkapan yang benar.
Sejak terpilih menjadi ketua Forum Nelayan Rajungan Lampung, apa saja yang menjadi program untuk pelestarian rajungan?
Saya memiliki impian, dari nelayan sendiri mulai berjuang untuk melestarikan keberlanjutan rajungan. Tapi, nelayan tidak akan bisa berbuat banyak tanpa dukungan dan dorongan dari pemerintah. Karena, upaya kami akan kalah dan tertinggal dengan oknum-oknum yang berduit, menggunakan alat canggih, tapi tidak mempedulikan keberlanjutan rajungan ke depan.
Upaya yang sudah terealisasi?
Terus mengajak nelayan untuk menangkap dengan cara yang lebih aman, sehingga terjaga habitatnya.
Harapannya ke depan?
Agar keberadaan zona konservasi benar-benar dijaga oleh semua pihak. Termasuk dalam hal ini pengawasan berkelanjutan dari pihak-pihak terkait. Pengawasannya ada agar terhindar dari keberadaan alat-alat yang mengancam keberadaan zona konservasi.
Selain itu, melalui Forum Nelayan Rajungan ini, agar turut mendorong kesejahteraan para nelayan. Harapan kepada pemerintah agar nelayan dipermudah untuk mendapatkan pas kecil (surat tanda kebangsaan kapal untuk kapal tonase di bawah 7 dari GT) dan juga akses untuk mendapatkan Kartu Kusuka. Kalau dulu namanya kartu nelayan, sekarang sudah diganti nama menjadi Kartu Kusuka.
(Tribunlampung.co.id / Sulis Setia Markhamah)