Berita Terkini Nasional
Wanita 55 Tahun Ditemukan Meninggal di Kebun, Sempat Hilang 3 Hari Seusai Tolak Lamaran
Seorang wanita 55 tahun ditemukan meninggal di kebun, sempat hilang 3 hari seusai tolak lamaran pria ke putrinya.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID – Seorang wanita 55 tahun ditemukan meninggal di kebun, sempat hilang 3 hari seusai tolak lamaran pria ke putrinya.
Diketahui, seorang ibu meninggal dunia di kebun setelah sebelumnya mengaku tak setuju anak gadisnya dilamar seorang pria.
Ibu inisial N itu pergi meninggalkan rumah setelah mengaku tak setuju anak gadisnya dilamar.
Ia ditemukan ditemukan meninggal dunia tiga hari setelah pergi meninggalkan rumah.
Peristiwa tersebut terjadi di Dompu, NTB.
Baca juga: Uang Rp 38 Juta Milik IRT Raib Kena Tipu 4 Orang, Sempat Berikan Kartu ATM dan Pin
Adapun penemuan mayat wanita berinisial N tersebut menggegerkan warga setempat.
Warga tak menyangka, N meninggal dunia dengan tragis.
Seorang ibu di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) pergi meninggalkan rumahnya diduga karena tak setuju anak gadisnya dilamar oleh seseorang.
Tiga hari setelah menghilang, wanita berinisial N (55) ditemukan meninggal dunia di kebun milik warga.
Sebelum menghilang, korban sedang memiliki masalah terkait rencana pernikahan anaknya.
Baca juga: FAKTA Baru Kasus Pembunuhan di Subang, Mulai dari Rekening Amalia hingga Keyakinan Adik Yosef
Baca juga: Bupati Garut Rudy Gunawan: Dari Rp 20 Juta Sampai Rp 25 Miliar Itu Gak Logis
Dalam waktu dekat, anak perempuan korban akan dilamar oleh seseorang.
Namun korban menolak dan tidak menyetujui lamaran tersebut.
Sejak itu, perempuan tersebut menghilang dari rumahnya.
Tiga hari dikabarkan menghilang, perempuan paruh baya berinisial N (55), asal Dusun Dorebara Selatan, Desa Dorebara, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditemukan tewas.
Mayat perempuan ini tergeletak dalam kondisi sudah membengkak, di kebun milik warga, Sabtu (2/10/2021) pukul 15.00 Wita.
Mendapat laporan tersebut, anggota Polsek Dompu bersama anggota Inafis Sat Reskrim Polres Dompu langsung menuju lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Mayat korban kemudian dibawa ke RSUD Dompu.
Penemuan mayat korban menggegerkan warga setempat.
Berdasarakan informasi yang dihimpun, korban menghilang dari rumahnya sejak Kamis, 30 September 2021, pukul 10.00 Wita.
Sebelum menghilang, korban sedang memiliki masalah terkait rencana pernikahan anaknya.
Dalam waktu dekat, anak perempuan korban akan dilamar oleh seseorang.
Namun korban menolak dan tidak menyetujui lamaran tersebut.
Sejak itu, perempuan tersebut menghilang dari rumahnya.
Kapolsek Dompu Ipda Arif Syaripuddin yang dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut.
Ia menjelaskan, informasi dari pihak keluarga menyebutkan, korban memang meninggalkan rumah hari Kamis pekan lalu dan baru ditemukan tiga hari setelahnya.
Karena khawatir ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk dijadikan isu miring, sehingga keluarga melaporkan kejadian itu ke polisi.
"Pihak keluarga korban berubah pikiran dan keberatan atas meninggalnya almarhum,” katanya.
Sementara aparat kepolisian mendatangi lokasi dan melakukan penggalangan, pulbaket, melakukan koodinasi dengan pihak RSUD Dompu.
Serta melakukan pengawalan oleh anggota Polsek Dompu dengan memberikan himbauan kamtibmas kepada pihak keluarga almarhum.
Ditinggal Ibu Meninggal Dunia
Di sisi lain, kisah pilu seorang remaja Siti Nuraida (16) tinggal di gubuk reyot setelah ibunya meninggal dunia dan ayahnya pergi setelah menikah lagi.
Siti Nuraida menjadi sebatang kara tinggal sendirian di rumah gubuknya di Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Bahkan kini, Siti Nuraida harus merawat keponakannya yang masih kecil.
Aida sebenarnya mempunyai seorang kakak perempuan. Namun, sang kakak saat ini pergi merantau untuk kerja di Jakarta.
Keponakannya yang masih kecil tersebut adalah anak kakak perempuannya yang merantau ke Jakarta.
Kerasnya kehidupan sudah dialami Siti Nuraida sejak ia masih kecil.
Keadaan yang memaksa dirinya harus bertahan hidup tanpa kasih sayang kedua orangtuanya.
Ibu kandungnya sudah meninggal dunia sejak ia masih berusia 3 tahun.
Sementara sang ayah, entah dimana keberadaannya setelah memilih menikah lagi seusai sang ibu wafat.
Bahkan, saat ini gadis yang akrab disapa Aida itu harus merawat dan menjaga keponakannya yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar.
Sudah bertahun-tahun ia hidup sebatang kara di rumah reyot di Desa Cimanggu, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Rumah tersebut merupakan penginggalan dari neneknya.
Aida saat ini berstatus pelajar siswi SMK di Pandeglang.
Kakak Merantau ke Jakarta
Aida sebenarnya mempunyai seorang kakak perempaun. Namun, sang kakak saat ini pergi merantau untuk kerja di Jakarta.
Bocah SD yang saat ini tinggal bersama Aida di gubuk reotnya merupakan anak dari kakaknya.
Keponakannya itu dititipkan oleh sang kakak perempuannya pada awal 2021 atau tiga bulan lalu untuk tinggal bersama Aida setelah kakak perempuannya bercerai dan memutuskan merantau bekerja di Jakarta.
Sang kakak menitipkan anaknya bernama Aisyah yang masih berusia 8 tahun kepadanya.
Aida kini duduk di kelas 10 di SMK Cimanggu, sedangkan keponakannya bersekolah di SDN 1 Cimanggu.
Ditinggal Orangtua Sejak Kecil
Kisah hidup Siti Nuraida berawal saat ibundanya meninggal karena sakit yang diderita pada 2005.
Saat itu, Aida masih berusia 3 tahun.
Tak lama kemudian, ayahnya pergi meninggalkan rumah setelah menikah dengan perempuan lain dan tak kunjung kembali,
Sejak saat itu, ia hanya mendapat perawatan dan kasih sayang dari kakak perempuannya yang belum beranjak dewasa serta saudara yang juga tinggal bertetangga.
Dan saat berusia 13 tahun atau masuk sekolah SMP, kakak perempuannya memutuskan menikah dan mengharuskan tinggal bersama suami di wilayah lain, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
Sejak itu, ia mulai hidup mandiri.
Untuk makan sehari-hari, kadang ia memasak sendiri. Namun, ia juga kerap makan di rumah saudaranya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya.
"Tinggal sejak kecil di sini sejak 2005. Ibu saya sudah tidak ada sejak saya berumur tiga tahun. Ayah saya sudah meninggalkan saya sejak masih kecil, kawin lagi," kenang Aisyah saat ditemui TribunBanten.com di rumahny, Rabu (7/4/2021).
Nyaris Ambruk
Aida tinggal di rumah penginggalan sang nenek yang nyaris ambruk.
Rumah berukuran 6x8 meter persegi itu terdapat 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.
Namun, material rumah hanya terbuat dari kayu dan bilik bambu yang tampak berlumut nan lapuk.
Bahkan, saat ini rumah itu hampir ambruk lantaran sejumlah pondasi rumah berbahan kayu tersebut sudah lapuk.
Sebagian genting rumah yang berbentuk panggung itu tampak sudah berlumut.
Bocor sudah menjadi langganan di rumahnya ketika hujan mulai turun.
Rumah panggung Aida berlantai kayu dan bambu.
Saat melihat kebagian dalam rumah, tak tampak perabotan rumah tangga seperti lemari es maupun tempat piring dan gelas.
Lemari pakaian pun hanya berbahan plastik.
Untuk memasak, Aida mengandal tungku dengan bahan bakar kayu di pekarangan rumah.
"Harapannya sih bisa dibongkar, karena takut tinggal di sini dalam keadaan ini. Apalagi kalau hujan kencang terkadang takut saja," ucapnya.
Kakak Kirim Uang Tiap Bulan
Kakak perempuan Aida yang kini kerja di Jakarta kerap mengirimkan uang untuknya setiap bulan.
Uang sebesar Rp 800 ribu tersebut untuk kebutuhan sehari-hari serta biaya sekolah Aida dan Aisyah anak dari kakaknya.
Aida berusaha mengatur uang dari sang kakak agar cukup untuk biaya hidup satu bulan.
Tak jarang uang kiriman dari sang kakak datang terlambat dan memaksanya menahan lapar.
Aida tak mau mengeluh meski uang kiriman itu kurang mencukupi dan kadang datang terlambat.
Sebab, ia tidak ingin menyusahkan sang kakak yang tengah berjuang bekerja untuk mereka berdua.
"Kalau biaya hidup saya dikasih uang sama kakak saya yang sedang kerja di Jakarta. Dikirim Rp 800 ribu sebulan untuk kebutuhan sekolah dan makan," ungkapnya.
Keluarga Aida pernah menawarkan Aida untuk tinggal di rumah mereka.
Namun, Aida memilih tinggal di rumahnya yang reyot itu karena merasa nyaman di rumah sendiri.
Kini, besar harapan Aida mendapat bantuan dari pemerintah daerah setempat untuk perbaikan rumahnya.
5 Tahun Pengajuan Tak Digubris
Kepala Desa Cimanggu, Suwardi mengatakan pihaknya telah mengajukan proposal permintaan bantuan ke Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk perbaikan rumah Aida selama lima tahun berturut-turut.
Ia tak menapik jika rumah yang dihuni oleh siswi SMK itu sudah tak layak huni.
Menurutnya, tempat tinggal yang ditempati Aida sudah sejak lama masuk kategori rumah tidak layak huni (RTLH).
"Jadi, rumah ini sebenarnya sudah tidak layak pakai, sudah diajukan beberapa kali ke dinas, tetapi tidak pernah digubris. Jadi, hingga saat ini belum terealisasikan," ujar Suwardi.
Artikel ini sebagian telah tayang di lombok.tribunnews.com