Universitas Terbaik Sumatera
Mukhtar Hadi UM Metro Jelaskan Implementasi Khittah Muhammadiyah untuk Menuju Keunggulan
Khittah artinya garis besar perjuangan. Dalam Khittah terkandung konsepsi
Penulis: Advertorial Tribun Lampung | Editor: Advertorial Tribun Lampung
(c). Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi. (d). Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak. (e). Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader. (f). Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan. (g). Menuntun penghidupan anggota.
Setelah Khittah Palembang, disusul dengan Khittah Ponorogo 1969. Dalam rumusan Khittah Ponorogo tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Khittah Ponorogo ditetapkan sebagai respon terhadap Kelahiran Parmusi yang merupakan partai yang dibidani oleh Muhammadiyah. Sayangnya, partai Parmusi ini gagal. Kegagalan Parmusi ini dinilai akibat Muhammadiyah tidak secara resmi menetapkan Parmusi sebagai saluran politik warga Muhammadiyah. Maka selanjutnya khittah Ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah Ujung Pandang.
Khittah Ujung Pandang 1971 berisikan empat hal, yaitu (a). Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat. (b). Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah. (c) Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah Islam setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap Partai Muslimin Indonesia. (d) Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Implementasi Khittah Ujung Pandang ternyata membawa persoalan besar bagi Muhammadiyah. Dukungan Muhammadiyah secara kelembagaan terhadap Parmusi menimbulkan benturan yang luar biasa dalam internal persyarikatan. Selanjutnya, dari dinamika internal yang berkembang itu sebagian besar mendorong untuk kembali ke khittah Ponorogo. Dinamika itu berujung dengan ditetapkannya Khittah Surabaya 1978 yang merupakan penyempurnaan dari Khittah Ponorogo 1969.
Khittah Surabaya 1978 berisikan dua hal, yaitu (a) Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun. (b). Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Khittah Surabaya tersebut di atas kemudian ditegaskan kembali dengan khittah Denpasar 2002, dimana dalam khittah ini dinyatakan bahwa Muhammadiyah akan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya, dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah on the Right Track
Khittah sebagai wujud dari dinamika pemikiran dan cara Muhammadiyah memberikan respon terhadap perkembangan sosial, budaya maupun politik, sebagaimana tergambar dalam enam khittah yang pernah dilahirkan di atas menunjukkan posisi dan sikap Muhammadiyah dalam setiap persoalan keumatan, kemasyarakatan, maupun kebangsaan. Semua itu juga menunjukkan dimana posisi Muhammadiyah dalam konteks keislaman, yaitu bagaimana Muhammadiyah memahami Islam dan nilai-nilainya sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin.
Dalam Islam, diajarkan bahwa setiap muslim hendaknya membangun dua tali hubungan, yaitu tali hubungan kepada Allah ( hablum minallah) dan tali hubungan dengan sesama manusia ( hablum minannas). Ketika manusia membangun secara intens tali hubungan kepada Allah, maka ia sesungguhnya sedang membentuk dirinya menjadi orang yang saleh secara individual atau sering kita sebut kesalehan individual. Selanjutnya ketika manusia membangun tali hubungan dengan sesama manusia secara baik maka itu berarti ia sedang berusaha untuk menjadi orang yang saleh secara sosial.
Kesalehan individual harus diiringi dengan kesalehan sosial. Karena itu seorang muslim tidak cukup hanya rajin shalat, berpuasa, membaca Al-qur’an, berdzikir, naik haji, dan seterusnya sementara orang-orang sekitarnya menderita karena kekurangan atau dalam posisi ketidakmampuan (mustad’afin). Jadi saleh secara inidvidual saja tidak cukup. Kita juga harus perhatian dan berbuat baik dan memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Inilah yang dimaksud dengan kesalehan sosial.
Nilai-nilai kesalehan individual dan kesalehan sosial itu dalam gerak dan langkah Muhammadiyah dijadikan sebagai nafas dalam melangkah dan menjadi nilai dasar dalam beramal. Muhammadiyah sejak awal berdirinya menguatkan dan menggariskan pentingnya kesalehan sosial disamping kesalehan individual. Sebab itu Muhammadiyah membuat amal usaha. Muhammadiyah berusaha mengembangkan amal usahanya dalam berbagai bidang kehidupan, baik yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, ekonomi, panti sosial, dan lain sebagainya. Jadi, apa yang dilakukan Muhammadiyah dulu hingga saat ini, sesungguhnya wujud dari komitmen Muhammadiyah untuk mengimplementasikan nilai-nilai Islam secara utuh (kaffah). Yaitu perwujudan dari hablumminallah dan hablumminnas.
Bila dibandingkan dengan berbagai organisasi ke-islaman yang pernah ada, maka Muhammadiyah memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh yang lain. Keunggulan itu terletak pada komitmen Muhammadiyah yang tidak hanya ingin berhenti menjadi gerakan pemikiran, tetapi juga ingin menjadi gerakan sosial dalam bentuk gerakan pencerahan melalui pendidikan, gerakan pemberdayaan melalui ekonomi, gerakan penyantunan melalui panti asuhan dan Lazismu, dan gerakan sosial lainnya. Sementara bagi organisasi Islam yang lain, banyak sekali organisasi yang masih sebatas sebagai gerakan pemikiran,
Sikap Muhammadiyah seperti itu adalah wujud dari syariat Islam yang memang memberikan aturan-aturan dan batas-batas tentang cara beragama yang utuh dan kaffah. Pada posisi ini maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam telah berada dalam posisi yang benar (on the right track) dalam mengimplementasikan nilai-nilai utuh ajaran Islam yang diintegrasikan dalam gerak dan langkah persyarikatan. Bidang garapan sosial Muhammadiyah yang dikerucutkan pada empat garapan utama, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pelayanan sosial adalah bidang garapan yang mewakili aspek dasar keunggulan kehidupan sosial manusia. Dengan kata lain, jika kita ingin melihat keunggulan kehidupan manusia secara sosial maka standar ukurannya adalah pendidikan (kemampuan akademik), kesehatan, dan ekonomi (kesejahteraan). Jika kesalehan individual ditambah dengan kesalehan sosial, maka keunggulan manusia terletak pada tiga hal yaitu spiritualitas, intelektualitas dan moralitas.(*)