Advertorial
Tim Kerja Kajian Politik Ketatanegaraan DPD RI dan FH Unila Gelar FGD Amandemen UUD RI 1945
Tim Kerja Kajian Politik Ketatanegaraan DPD RI dalam rangka penguatan kelembagaan DPD RI mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD).
5. Pembentukan lembaga perwakilan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
6. Pembentukan lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman baru Mahkamah Konstitusi dan lembaga dengan ruang lingkup tekait kekuasaan kehakiman Komisi Yudisial.
Adapun yang masuk pada agenda amandemen ke-5 UUD NRI 1945 di antaranya menyangkut pedoman dasar pembangunan nasional.
Dalam hal ini muncul permasalahan yang bermuara pada perdebatan publik di tengah masyarakat, utamanya di kalangan Perguruan Tinggi, mengenai efektivitas Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), serta dinamika pembangunan nasional dan daerah, sehingga memunculkan wacana Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN).
Pemilihan Umum (PEMILU) serentak pada tahun 2019 menghasilkan catatan penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur 3 mengenai ambang batas perolehan suara (Parliamentary Threshold) bagi partai politik peserta pemilu yang berbeda dari ketentuan pemilu sebelumnya.
Yakni sebesar 4% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan suara kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu terkait materi pencalonan presiden dan wakil presiden yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam Pasal 222, mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20% yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi.
Bahkan merugikan hak konstitusional para tokoh nasional yang berpotensi memiliki kapasitas menjadi Presiden.
Terdapat beberapa catatan dari kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Penyederhanaan Partai Politik menuju Sistem Multipartai sederhana, dengan menghapuskan Presidential
Threshold dan memperkuat Parliamentary Threshold;
Kedua, Mengurangi kekuasaan DPR RI di bidang legislasi yang sepenuhnya melekat di DPR RI melalui pemberian kewenangan kepada parlemen untuk menolak (veto) atau mengembalikkan rancangan undang-undang atau menunda pembahasan dan penataan kekuasaan DPR RI dilakukan melalui membentuk UndangUndang, hak-hak DPR RI dan struktur DPR, mengurangi fungsi DPR RI terkait fungsi penegakan hukum dan pengawasan;
Ketiga, Mempertegas kekuasaan Presiden, melalui Otoritas Presiden dalam pembentukan kabinet berupa mengangkat, Cabinet Reshuffle, dan pemberhentian Menteri, serta pembatasan jabatan Presiden sebanyak 2 (dua) Periode;
Keempat Memperkuat hubungan antara Presiden dan DPR RI – DPD RI dengan perimbangan kekuasaan, mempertegas sistem check and balances dan mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Kegiatan FGD tersebut menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: