Kesehatan
Halo Dokter, Bedah Refraktif, Solusi Atasi Kelainan Refraksi pada Mata
Kalau tidak ingin menggunakan kacamata maupun lensa kontak bisa melakukan bedah refraktif.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Memiliki mata sehat adalah impian semua orang.
Namun ada yang harus mengubur keinginan itu karena matanya ada kelainan refraksi.
dr Rani Himayani, Sp.M dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung mengatakan, kelainan refraksi adalah gangguan penglihatan dimana kemampuan mata untuk membiaskan cahaya menjadi terganggu.
Kelainan refraksi ada miopia, hipermetropia, presbiopia, dan silinder.
Jika mengalami miopia, hipermetropia, presbiopia, dan silinder harus menggunakan kacamata.
Miopia menggunakan kacamata berlensa cekung, sementara itu hipermetropia dan presbiopia menggunakan kacamata dengan lensa cembung.
Untuk silinder menggunakan kacamata dengan lensa silinder.
Namun ada yang tidak mau menggunakan kacamata.
Pengganti kacamata, bisa menggunakan lensa kontak.
Namun sebelum menggunakan lensa kontak, kita harus menilai dahulu bagaimana gaya hidupnya.
Baca juga: Halo Dokter, Hipermetropia Bisa Dialami Seseorang Sejak Dilahirkan
Apakah gaya hidupnya aman atau tidak jika menggunakan lensa kontak.
Kalau tidak ingin menggunakan kacamata maupun lensa kontak bisa melakukan bedah refraktif.
Salah satu metode bedah refraktif adalah lasik.
Namun lasik hanya bisa untuk mengatasi miopia, hipermetropia, dan silinder.
Sedangkan untuk presbiopia tidak bisa dengan lasik, tapi dengan bedah refraktif lain, atau mengganti lensa mata alami dengan implan lensa mata sintetik intraokular.
Lasik mulai bisa dilakukan sejak usia 18 tahun, karena diusia itu bola mata sudah berhenti berkembang .
Setelah lasik, miopia, hipermetropia dan silinder bisa hilang 100 persen, tapi ada juga yang tidak hilang 100 persen tergantung ringan dan beratnya miopia, hipermetropia, dan silindernya.
dr Rani menjelaskan miopia yakni rabun jauh yang terjadi karena cahaya yang masuk ke mata tidak jatuh ke retina akibat bola mata yang panjang.
Seseorang yang mengalami miopia akan kesulitan melihat jauh dengan jelas, atau saat melihat jauh pandangannya buram.
Ada juga hipermetropia dan presbiopia yakni rabun dekat.
Hipermetropia terjadi karena bayangan sinar yang masuk ke mata jatuh dibelakang retina karena panjang bola mata lebih pendek .
Sedangkan presbiopia terjadi karena lensa mata akan alami perubahan menjadi lebih keras dan mulai kehilangan kelenturannya, seiring dengan bertambahnya usia.
"Seseorang yang mengalami hipermetropia dan presbiopia akan kesulitan melihat dekat dengan jelas. Beda antara hipermetropia dan presbiopia adalah hipermetropia bisa terjadi sejak dilahirkan, sedangkan presbiopia terjadi di usia empat puluh tahun keatas," kata dokter yang juga praktek di Lampung Eye Center dan Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek itu.
Selain itu ada juga silinder yang terjadi karena kelengkungan lensa atau kornea tidak sama sehingga titik fokus jatuhnya lebih dari satu.
Silinder bisa terjadi sendiri namun bisa juga terjadi bersamaan dengan miopia, presbiopia, dan hipermetropia.
Seseorang yang mengalami silinder, penglihatan akan buram, berbayang, dan bisa ganda.
Selain itu saat melihat garis, yang terlihat bukanlah garis lurus, melainkan garis yang bengkok.
Baik yang mengalami silinder, hipermetropia, presbiopia, maupun miopia bisa merasakan pusing.
Miopia bisa membuat pusing karena terlalu fokus melihat sampai menyipitkan matanya.
Hipermetropia dan presbiopia bisa membuat pusing karena matanya mudah lelah dan kesulitan melihat benda huruf yang dekat.
Bahkan sampai ada yang memajukan dan memundurkan buku atau gadget saat kesulitan melihat huruf.
"Sementara itu silinder bisa pusing karena matanya tegang akibat melihat sesuatu buram, ganda, berbayang, dan bengkok," ujar dr Rani.
(Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)