Bandar Lampun
Kisah Pembuat Lilin Imlek di Lampung, Marto 30 Tahun Buat Lilin untuk Vihara Thay Hin Bio
Siapa sangka, lilin-lilin tersebut ternyata dibuat sejumlah umat muslim yang bekerja di vihara. Marto, salah satu yang membuat lilin-lilin Imlek ini.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Hampir setiap perayaan Imlek, Vihara Thay Hin Bio di Bandar Lampung dipenuhi lilin-lilin berukuran besar.
Umumnya, lilin tersebut berwarna merah.
Lilin-lilin ini merupakan milik umat yang merayakan Imlek.
Namun siapa sangka, lilin-lilin tersebut ternyata dibuat sejumlah umat muslim yang bekerja di vihara.
Marto, salah satu yang membuat lilin-lilin Imlek ini.
Marto merupakan warga Bandar Lampung yang beragama Islam.
Namun ia telah bekerja di vihara sejak tahun 1992.
Tidak sendiri, Marto bekerja di vihara sebagai pembuat lilin bersama sejumlah rekannya yang juga beragama Islam.
Sudah ribuan lilin yang mereka buat.
"Saya bekerja di vihara ini sebagai pembuat lilin bersama teman-teman saya. Ada lima orang semuanya," ujar Marto membuka cerita kepada Tribun, Minggu (23/1/2021).
Baca juga: Langgar Aturan PPKM, Tempat Karaoke di Bandar Lampung Ditutup
Ia pun mengaku, jika seorang muslim.
Bahkan teman-temannya pun muslim.
"Yang murni beragama Budha di sini ya pemimpin Vihara," sambung dia.
Ia menuturkan, toleransi di lingkungan tempatnya bekerja sangat tinggi.
"Secara sosial, di sini cukup nyaman. Buktinya saya bisa 30 tahun bekerja di sini, ada juga yang lebih lama dari saya," tutur Marto.
Marto kemudian menceritakan, pembuatan lilin telah dilakukan sejak lama dan itu dilakukan jauh hari sebelum perayaan Imlek.
Jumlah lilin yang dibuat setiap tahunnya mencapai ratusan.
Ukurannya pun beragam, ada yang mencapai dua meter.
"Untuk merayakan Imlek, bisa sampai ratusan pasang lilin yang diperlukan, terdiri dari lilin berukuran sedang, besar, dan sangat besar," katanya.
Sebagai pembuat lilin, hari-harinya Marto diisi dengan aktivitas membuat lilin tersebut.
Hal itu dilakukan agar ketersediaan lilin untuk perayaan maupun upacara peribadahan bisa tetap tersedia di vihara.
"Karena bukan cuma lilin Imlek saja, ada juga hari raya lain yang memerlukan lilin," ucap dia.
Untuk satu lilin berukuran besar, kata Marto, membutuhkan waktu tiga hari pengerjaan.
Awalnya, bahan dasar lilin atau yang biasa disebut lilin mentah dikemas kemudian dicairkan.
Selanjutnya bahan yang sudah cair itu diberi warna merah, sebagaimana kekhasan Hari Raya Imlek.
"Nah habis itu dimasukan ke cetakan, di situ juga dipasang sumbunya. Karena ada cetakan khususnya. Proses pengeringannya yang perlu waktu lama," jelas dia.
Setelah lilin dikeringkan, proses berikutnya ialah memasang plastik sebagai sarana penulisan huruf Mandarin dan simbol-simbol lainnya.
Huruf-huruf itu berisi doa dari pihak vihara maupun dari para umat Budha, warga Tionghoa, dan donatur yang memesan lilin untuk peribadahan.
Lilin ini akan dinyalakan saat malam Imlek. Lilin tersebut melambangkan harapan sekaligus doa agar kehidupan pemesannya selalu dinaungi "terang" untuk setahun ke depan.
"Jadi saat lilin menyala nanti, umat berdoa untuk segala kebaikan selama satu tahun yang akan datang. Lilin itu juga kan sifatnya terang, sehingga melalui lilin, kita bagaimana siap menerangi sekitar walau membakar dirinya sendiri," jelas salah satu pemimpin Vihara Thay Hin Bio, Viria Parama.
Ia mengatakan, lilin-lilin tersebut adalah murni lilin peribadahan.
Sehingga tidak diperjualbelikan untuk masyarakat umum di pasar.
"Jadi ini memang untuk penerangan dari umat yang berdoa," jelas dia.
"Kalau yang dijualbelikan, ada di pasar biasanya. Itu mereka dapatnya bukan dari pengerajin. Karena tidak ada pengerajin di sekitar sini. Biasanya mereka beli dari luar daerah, seperti Tangerang dan sebagainya," katanya.
Sementara itu Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Bandar Lampung Rusli Taslim menuturkan makna lilin Imlek tersebut bagi warga Tionghoa.
Maknanya yakni sebagai ungkapan syukur dan terima kasih atas tahun yang telah dilalui.
"Kemudian kami meyakini semakin besar ukuran lilin, maka semakin terang perjalanan hidup dan sebagai lambang penerangan," kata Rusli Taslim.
Ia pun berharap pada Imlek tahun ini, pandemi Covid-19 dapat berakhir serta PPKM bisa lebih dilonggarkan. Ini agar perekonomian bisa segera pulih dan membaik.
Rusli mengatakan, akan merayakan Imlek tahun ini secara sederhana dengan tetap menjaga kesehatan diri dan keluarga.
"Agar bisa menuntaskan Covid-19 sebaik-baiknya," kata Rusli.
(Tribunlampung.co.id/Vincensius Soma Ferrer)