Tanggamus
Kisah Sehidup Semati Sarimun-Manisah, Pasutri yang Tewas Tenggelam di Bendungan Batu Tegi Lampung
Duka mendalam masih terasa di kediaman pasangan suami istri, Sarimun dan Manisah, korban tenggelam di Bendungan Batu Tegi, Kabupaten Tanggamus.
Penulis: Tri Yulianto | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KOTA AGUNG - Duka mendalam masih terasa di kediaman pasangan suami istri, Sarimun dan Manisah, korban tenggelam di Bendungan Batu Tegi, Kabupaten Tanggamus.
Tak ada yang menyangka, suami istri yang selalu pergi bersama-sama ini, juga meninggalkan dunia secara bersamaan.
Keduanya meninggal tenggelam di Batu Tegi, usai perahu yang mereka naiki bocor, pada Sabtu (5/2/2022) kemarin.
Pasangan suami-istri Sarimun dan Manisah dinilai keluarganya merupakan pasangan sehidup-semati.
Hal ini diungkapkan keponakan almarhum, Sugiasti.
Sugiasti biasa memanggil almarhum dan almarhumah dengan sebutan paman dan bibi.
Baca juga: Gunakan Perahu Tak Layak Pakai, Pasutri di Tanggamus Tenggelam di Bendungan Batu Tegi
Sugiasti menceritakan, almarhum dan almarhumah adalah pasangan yang setia dan selalu bersama kemanapun.
"Mereka ke mana-mana berdua, usaha dan ke kebun juga bersama-sama, bukan satu kerja, satunya di rumah," ujar Sugiasti.
Ia mengaku, perilaku mereka selalu bersama sudah dilihatnya sejak masih kecil, hingga sekarang dia sudah berkeluarga dan hidup mandiri.
Sugiasti adalah anak dari kakak perempuannya Sarimun.
Dulu almarhum berserta para saudaranya termasuk ibunya Sugiasti memang tinggal di Pekon Argo Mulyo, Sumber Rejo.
Seiring berjalannya waktu, keluarga besar tersebut berpencar, seperti Sarimin dan istrinya yang pilih tinggal di daerah Talang Aji, kawasan Bendungan Batu Tegi.
Dipilihnya itu setelah mengakhiri usaha penjualan sayuran yang rutin mengirimkan sayuran ke Bunga Mayang, Lampung Utara.
Setelahnya barulah mereka berkebun di daerah Bendungan Batu Tegi.
"Dulu waktu dagang kalau kirim sayuran ya berangkat sama-sama, jadi memang mereka selalu bareng, termasuk juga sampai garap kebun di Batu Tegi," ujar Sugiasti.
Ia mengaku, mereka mulai berkebun sejak 12 tahun lalu setelah berhenti menjadi pedagang.
Dan bisa dikatakan menetap di sekitaran Bendungan Batu Tegi, dari tempat tinggalnya dan kebunnya.
Baca juga: Tenggelam di Batu Tegi, Jasad Suami Ditemukan Siang, Istri di Sore Hari
Pasangan alm Sarimun dan almh Manisah memiliki satu anak dan sudah menetap di Pagelaran, Pringsewu menjadi guru di pondok pesantren.
Dari anak semata wayang itu mereka miliki dua cucu.
Menurut Sugiasti, mereka adalah orang yang humoris, ramah kepada orang lain, murah senyum, taat beribadah.
Sehingga banyak yang mengenal mereka.
Sugiasti pun mengaku, kedua almarhum tenggelam bersama perahu yang sejak awal menjadi alat transportasinya mengarungi bendungan Batu Tegi untuk berkebun.
"Perahu yang dipakai itu ya memang sejak awal ngebun di sana, kemana-mana dari awal naik perahu itu, dari cari air, cari ikan, sampai cari kebutuhan untuk kebun," ujar Sugiarti.
Penggunaan perahu bagi keduanya karena tempat mereka tinggal dan kebun memang terpisahkan kolam bendungan.
Jika menggunakan jalan darat maka akan memutar dan jauh.
Sugiasti mengaku, mulanya tahu mereka tenggelam dari pemberitahuan tukang perahu di Bendungan Batu Tegi.
Dan dia paham bahwa pasutri ini memang biasa berperahu berdua untuk keluar dari kebun.
"Setelah diberi tahu tenggelam waktu naik perahu, langsung saya ke sana, hubungi keluarga yang lain, akhirnya sama-sama ke sana semua," ujar Sugiasti.
Ia mengaku, meski kaget namun keluarga besar ikhlas dengan meninggalnya Sarimun dan Manisah.
Sebab selama ini tidak ada kabar sakit namun kini sudah meninggal.
Terlebih belum lama ini mereka baru berkumpul bersama saat doa 100 hari atas meninggal ibu dari Sugiasti.
(tribunlampung/tri yulianto)