Bandar Lampung
Sederet Pasar di Bandar Lampung yang Ditinggal Pembeli, Pakar: Inovasinya Cuma Revitalisasi Gedung
Sederet pasar tradisional di Bandar Lampung berada dalam keadaan sepi dan tanpa pengunjung.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Teguh Prasetyo
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sederet pasar tradisional di Bandar Lampung berada dalam keadaan sepi dan tanpa pengunjung.
Akibatnya, geliat jual beli tidak berjalan sebagaimana angan-angan teknis kerja pasar.
Bahkan, beberapa dari pedagang sampai meninggalkan lapaknya karena tak mendapat untung dagang.
Karena setidaknya, ada dua pasar tradisional di Kecamatan Tanjungkarang Pusat yang sepi jumlah penjual dan pembeli, yakni Pasar Smep dan Pasar Bawah.
Kondisi hampir serupa juga berlaku untuk lantai atas Pasar Bambu Kuning.
Selain itu, ada pula Pasar Hobi di Kecamatan Kemiling.
Kemudian ada pula bagian belakang Pasar Tugu dan Pasar Panjang.
Baca juga: Pasar Bawah Bandar Lampung Sepi Karena Pedagang Sedikit, Kebutuhan Pokok Dijajakan Pedagang Terbatas
Sejumlah pedagang di sana lebih memilih menarik barang dagangannya dan dijual di tepian depan dari bangunan pasar tersebut.
Padahal, jika dilihat dari sudut geografis atau letak, setiap dari pasar itu berada di titik yang ramai masyarakat.
Bahkan beberapa diantaranya berada di tepat pusat Kota Bandar Lampung.
Pakar Urban Economic dari Center for Urban and Regional Studies (CURS) Erwin Octavianto, menyebut kondisi tersebut adalah bentuk dari ketidaksiapan pasar dalam berinovasi merespon harapan penggunanya.
Inovasi bentuk pasar di Bandar Lampung diucapkannya hanya barulah sebatas bentuk fisik.
"Padahal sebenarnya fisik atau gedung pasar hanya pendukung, terlebih bila itu konteksnya pasar tradisional. Jadi memang ya bisa dibilang tidak ada inovasi di pasar tersebut, di masa menjelang matinya aktivitas jual beli," kata dia.
"Padahal inovasi pasar yang ideal itu beralaskan kebutuhan pembelinya. Saat ini, masyarakat suka yang simpel, praktis, dan strategis, mudah diakses dan harga yang bersaing,"
"Problematika pasar yang sepi dan mati itu kan karena harapan konsumen itu tidak terpenuhi di pasar itu," jelas dia.
Belum lagi adanya faktor kegagalan inovasi dalam intern pasar yang juga dianggap gagal.
Menurutnya, banyak faktor kenapa pasar menjadi gagal untuk berinovasi dari dalam, yang salah satunya adalah kurangnya suport dari pemerintah setempat, selaku pengelola aset pasar.
"Semua kan semakin berkembang, tidak hanya pusat kota, pinggiran kota juga berkembang, termasuk pasar di wilayah-wilayah itu. Pasar-pasar lama yang tidak berinovasi baik pelayanan dan kegiatan usaha, hingga manajemen pasar serta permainan harga akan mengalami tantangan dan berimbas pada berkurangnya pembeli," kata dia.
"Ini yang bisa jadi fungsi kontrol dan evaluasi dari pemerintah yang kurang," ucap dia.
Maka tak heran, bila muncul fenomena pedagang yang menarik keluar dagangannya dari kios untuk dijajahkan ke lingkup terstrategis, yakni bagian muka dari pasar.
"Karena pasti pedagang berfikir, kalau hanya diam di kiosnya maka pendapatan tidak akan cukup untuk bayar sewa kios dan kebutuhan lainnya," terang dia.
Menurutnya, jika faktor-faktor itu diabaikan, maka bukan tidak mungkin pasar tradisional yang sepi itu akan semakin sepi dan berakhir pada matinya aktivitas jual beli, bahkan bila bangunan itu dibangun ulang sekaligus.
(Tribunlampung.co.id / V Soma Ferrer)