Berita Terkini Nasional
Anak Muda Kerap Dijangkiti Sindrom FOMO dan YOLO
Masalah keuangan (finansial) menjadi hal yang kerap dikeluhkan oleh para anak muda. anak muda kerap terkena sindrom FOMO dan YOLO.
Selain masalah link and match dengan dunia industri, pandemi Covid-19 juga membuat kami kesulitan mendapat pekerjaan.
Banyak anak muda kehilangan pekerjaan karena tempat-tempat usaha tutup atau mengalami penurunan produksi.
Anak Muda Menilai Masa Depan Menakutkan
Masalah finansial dan mendapat pekerjaan juga menjadi ketakutan dominan bagi anak muda di seluruh wilayah dalam 5-10 tahun mendatang.
Persepsi ketakutan terhadap keduanya lebih tinggi dibandingkan masalah lain, termasuk yang terkait variabel non-ekonomi.
Namun, jika melihat persentase secara keseluruhan, berbagai topik yang terkait variabel non-ekonomi justru mendominasi ketakutan di masa depan bagi generasi muda. Perbandingannya, variabel ekonomi 20 persen dan non-ekonomi 49 persen.
Namun, ada 9 persen anak muda yang mengaku tidak atau belum memiliki ketakutan mengenai masa depannya.
Berbeda dengan ketakutan di masa depan terkait variabel ekonomi yang cenderung homogen di seluruh penjuru tanah air, ketakutan terkait variabel non-ekonomi yang dominan di berbagai wilayah justru cukup beragam.
Untuk di pulau Sumatera, bentuk ketakutan para anak muda akan masa depannya pada bidang non ekonomi, karier dan pekerjaan serta cita-cita yang tidak tercapai menempati urutan teratas berdasarkan hasil survei Tim Research and Analytics KG Media. Keduanya mendapatkan 7 persen responden.
Lalu, masalah pandemi yang mendapatkan 6 persen, diikuti masalah kemapanan dan kesuksesan sebanyak 5 persen.
Berikutnya, kesehatan fisik dan mental mendapatkan responden 4 persen, pendidikan 3 persen, kemampauan bersosialisasi dan adaptasi 2 persen, pengembangan teknologi 2 persen, lingkungan 2 persen, kopetensi pribadi 2 persen, pecintaan atau asmara 3 persen, masa depan 2 persen dan bencana alam 1 persen.
Sedangkan para anak muda di Bali, memiliki masalah yang menjadi ketakutan utama yakni karier dan pekerjaan sebanyak 8 persen responden. Lalu, pandemi serta kesehatan fisik dan mental. Dimana masing-masing mendapatkan 7 persen responden.
Bagi anak muda di Kalimantan bentuk kekhawatiran yang paling dominan yakni karier dan pekerjaan 9 persen. Lalu, cita-cita yang tidak tercapai mendapatkan 8 persen, serta pendidikan 6 persen.
Sementara bagi anak muda di Maluku dan Papua, problem yang dikhawatirkan terkait dengan pendidikan menjadi persoalan yang paling tinggi, mencapai 8 persen.
Diikuti dengan persoalan koptensi pribadi dan pengembangan teknoligi masing-masing 7 persen.
Di Sulawesi, karier dan perkerjaan tetap menjadi hal utama yang dikhawatirkan dengan memperoleh 8 persen responden.
Lalu, persoalan kemapanan dan kesuksesan, serta masalah pandemi masing-masing mendapatkan 5 persen responden.
Mayoritas anak muda di Pulau Jawa lebih takut tak mampu mencapai kemapanan atau kesuksesan di masa depan.
Sementara di Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Sulawesi, ketakutan anak muda mengenai masa depan lebih didominasi oleh masalah karier dan pekerjaan.
Sedangkan ketakutan non-ekonomi anak muda Maluku dan Papua di masa depan cenderung didominasi mengenai pendidikan mereka.
Ketakutan ini cukup beralasan jika mencermati angka partisipasi sekolah, khususnya di Provinsi Papua.
Baca juga: Ikuti Spekta Ramadhan Ngabuburit Asyik Bareng Tribun Lampung
Untuk diketahui, survei oleh Tim Research and Analytics KG Media bekerja sama dengan Litbang Kompas dilakukan dengan metode random sampling dan polling. Dimana survey melibatkan 3.224 responden berusia 17 tahun ke atas di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Sebanyak 49 persen responden berasal dari Pulau Jawa, 21 persen dari Sumatera, 11 persen dari Sulawesi, 8 persen dari Kalimantan, 6 persen dari Bali dan Nusa Tenggara, 5 persen dari Maluku dan Papua
Responden berjenis kelamin laki-laki (60 persen) dan perempuan (40 persen). Dari tingkat pendidikan, mayoritas responden adalah lulusan sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat (41 persen) dan S1 (43 persen).
Sebanyak 25 persen responden adalah pelajar dan 22 persen adalah pegawai swasta nasional. Responden sisanya adalah wirausaha, pegawai negeri sipil, petani, buruh harian, atau penggarap, ibu rumah tangga, dan tuna karya.
Untuk informasi dan hasil riset lebih lengkap dapat mengunjungi laman resmi atau
tautan berikut: https://www.kitabangkit.id/sabi.(Tribunlampung.co.id/Dedi Sutomo)