Mudik Lebaran 2022
Cerita Rilda Taneko Warga Lampung di Inggris, Tak Bisa Mudik Lebaran karena Pandemi Covid-19
Meski tahun ini pemerintah membolehkan adanya mudik lebaran, namun tak semua umat muslim Indonesia bisa melakukannya.
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Meski tahun ini pemerintah membolehkan adanya mudik lebaran, namun tak semua umat muslim Indonesia bisa melakukannya.
Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab mereka tak bisa mudik untuk berkumpul dengan sanak keluarga.
Mulai dari pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan hingga kondisi pandemi Covid-19 yang masih mengkhawatirkan.
Seperti yang dialami oleh Rilda A Oe Taneko yang merupakan warga Bandar Lampung.
Sejak tinggal di Inggris 13 tahun silam, ia kali terakhir pulang ke kampung halamannya pada 2018 lalu.
Baca juga: Cerita Warga Lampung Tinggal di Inggris, Tak Mudik karena Covid-19
Baca juga: Warga Perwata Bandar Lampung Berhamburan Keluar Rumah, Panik Ada Kebakaran
Di sana, Rilda tinggal bersama suami, Ahmad Daryanto, dan buah hatinya, Ilham Idraki Ahmad.
Saat ditanya bagaimana kerinduannya dengan tanah kelahiran, ia mengaku sudah ingin sekali pulang ke Indonesia.
"Tapi kondisinya di UK (United Kingdom) masih lumayan tinggi angka kematian akibat Covid-19. Sehari 300-600 orang meninggal," tutur Rilda mengawali cerita dengan Tribunlampung.co.id melalui WhatsApp, Senin (25/4/2022) petang.
Meskipun begitu, diakuinya di Inggris sudah tidak ada pembatasan.
Termasuk tes untuk deteksi Covid-19 yang awalnya gratis, saat ini sudah bayar.
"Jadi jumlah kasus terus turun karena nggak banyak lagi orang mau tes. Tapi angka kematian meningkat," jelas dia.
Rilda dan keluarga tinggal di pusat Kota Lancaster, LA 1, sebelah utara Inggris dekat dengan Manchester dan Liverpool. Kediamannya berada di seberang rumah sakit.
Baca juga: Pangkogabwilhan I Lakukan Kunker ke PLN UID Lampung
Baca juga: Lampung Dapat Jatah 3.198 Kuota Haji
Baca juga: Alzier: Para Rektor Bisa Beri Pendidikan Anti Korupsi
Baca juga: Lampung Dapat Jatah 3.198 Kuota Haji
Saat ini, di sana tengah musim semi dengan cuaca lumayan hangat, 10-15 derajat celsius.
Banyak bunga mekar seperti sakura, tulip, hingga bluebell.
Waktu puasa yang dijalaninya di Inggris sekitar 15-16 jam.
"Bahkan di hari-hari terakhir Ramadan sampai 17 jam karena siang makin panjang," bebernya.
Mengenai keputusannya untuk tidak pulang ke Lampung karena ia dan suami masih melihat situasi terkait pandemi ini.
"Biasanya pandemi yang sudah-sudah (influenza, kolera, black death) itu redanya sekitar tiga tahunan. Jadi sudah pasang badan gak travelling dulu tiga tahun ini," ujar perempuan pemilik rambut bergelombang itu.
Mengisi momen Lebaran mendatang, sambungnya, biasanya dengan melakukan salat Idul Fitri di kampus atau masjid.
"Selesai salat makan siang bareng dengan mahasiswa dan penduduk dari beberapa kota yang dekat," kata alumni S1 Sosiologi Unila ini.
Rilda mengatakan, kebetulan penduduk Indonesia di Lancaster yang muslim hanya keluarganya.
"Jadi kami kumpul sama komunitas lintas negara. Muslim Inggris, Filipina, Pakistan, Mesir, negara-negara Afrika, dan lainnya," jelasnya.
Sering juga ia dan keluarga melakukan kunjungan balasan ke komunitas muslim di Kendal. "Lalu makan malam bersama di masjid," ujar Rilda.
Namun begitu suasana Lebaran di luar negeri dengan di Lampung tetap beda.
"Lebarannya nggak seramai di Lampung dan jauh dari keluarga. Tapi lumayan terhibur karena sekarang ada Zoom," imbuh dia.
Mengenai masakan yang paling dirindukannya di Lampung di antaranya adalah pempek hingga nasi padang.
"Kalau bicara Lampung, buanyak bangeet yang saya kangenin dari makanannya. Terutama pempek, tekwan, segubal, hingga nasi padang," urainya.
Ketika tidak bisa pulang kampung, dirinya mengobati kerinduan dengan masak sendiri.
"Buat ketupatnya dari beras boil-in-the-bag, dimasak pakai pressure cooker," kata penulis buku Seekor Capung Merah itu.
Lalu dipadukan dengan rendang, opor ayam dan sayur ketupat.
Mengenai harapannya di Ramadan ini, dia ingin semua diberi kesehatan dan kekuatan menghadapi banyak kesulitan yang ada. Seperti pandemi dan perang, juga naiknya harga-harga barang.
Rupanya tidak hanya ibu rumah tangga di Indonesia saja yang mengeluhkan kenaikan beberapa kebutuhan pokok.
Di Inggris sendiri, terusnya, harga gas dan listrik naik dua kali lipat.
Bensin yang awalnya 1.00 poundsterling, sekarang 1.60 poundsterling.
"Harga-harga barang ikut naik dan beberapa hari ini minyak makan mulai menghilang dari pasar karena Ukraina pemasok minyak makan terbesar di UK. Semoga semua segera berlalu," harapnya.
Rilda juga berharap, untuk masyarakat Indonesia yang masih bisa melakukan tradisi mudik agar tetap menjaga protokol kesehatan dengan ketat.
"Mungkin untuk semuanya tetap berhati-hati ketika mudik dan berkumpul bersama keluarga karena Covid masih ada," sambung Ara, sapaan akrabnya.
( Tribunlampung.co.id / Sulis Setia M )