Berita Terkini Nasional
Kakek Bergelar Master Hukum Rudapaksa 10 Mahasiswi, Sampai Trauma
Saat menjalankan aksinya, kakek bergelar master hukum ini mengaku-ngaku sebagai dosen dan dapat membantu kesulitan para mahasiswi.
Tribunlampung.co.id, Mataram - Sungguh tidak terpuji kelakuan kakek bergelar master hukum satu ini, tega memperdaya 10 mahasiswi demi nafsu bejatnya.
Saat menjalankan aksinya, kakek bergelar master hukum ini mengaku-ngaku sebagai dosen dan dapat membantu kesulitan para mahasiswi.
Ironisnya bukan kemudahan sesuai harapan para mahasiswi, justru kakek bergelar master hukum ini malah rudapaksa para korbannya.
Mahasiswi yang menjadi korban rudapaksa kakek bergelar master hukum ini trauma. Ada dari korban melapor ke polisi.
Alhasil kelakuan kakek bergelar master hukum ini terbongkar.
Baca juga: Pria di Way Kanan Rudapaksa Anak di Bawah Umur yang Masih Saudaranya
Baca juga: Rudapaksa Bocah di Warung, Pemuda Asal Lampung Terancam 15 Tahun Penjara
Kasus dugaan rudapaksa terhadap 10 mahasiswi terjadi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dilaporkan yang menjadi pelaku rudapaksa seorang kakek-kakek berusia 65 tahun, AF.
Sementara korbannya mahasiswi dari berbagai kampus di Kota Mataram.
Hingga kini polisi masih melakukan pendalaman dari kasus ini.
Pelaku masih belum ditangkap sementara para korbannya mengalami trauma.
Berikut kelengkapan informasi kasus rudapaksa mahasiswi di Mataram dirangkum dari Kompas.com dan TribunLombok.com, Kamis (7/7/2022).
Korban melapor ke polisi
Baca juga: Pelaku Rudapaksa Incar Siswi SMP, Ada 3 Korban di Lampung Tengah
Baca juga: Modus Kangen Anak, Pria di Lampung Barat Rudapaksa Gadis 16 Tahun
Kasus ini mulai terungkap saat para korban membuat laporan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polda NTB pada Rabu (29/6/2022) lalu.
Pendamping korban, Joko Jumadi mengatakan, ada 10 mahasiswi yang mengaku telah dirudapaksa AF.
"Jadi, tidak hanya dari Universitas Mataram (UNRAM), tetapi ada juga yang dari Universitas lainnya di Mataram," ucap Joko.
Joko menambahkan, AF dalam menjalankan aksinya mengaku sebagai dosen.
AF menyebut dirinya bagian dari civitas akademika salah satu universitas.
"Dia bukan dosen, tetapi bergelar S.H. M.H. atau sarjana dan magister Hukum," tambah Joko.
AF juga memalsukan KTP untuk menyakinkan para korbannya.
Selain melapor ke polisi, pihak Joko juga berkoordinasi dengan Dukcapil Provinsi NTB untuk menelusuri identitas terduga pelaku.
Penjelasan pihak Polda NTB
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto membenarkan pihaknya sudah mendapat laporan dari para korban.
Pihaknya hingga kini masih melakukan pendalaman dengan meminta keterangan korban dan mengumpulkan alat bukti.
Sedangkan terduga pelaku AF masih belum dipanggil oleh pihak kepolisian.
Artanto meminta publik untuk bersabar karena pihak kepolisian masih bekerja.
"Ini membutuhkan proses dan waktu menyelidiki kasus kekerasan seksual tersebut, apalagi kejadiannya terjadi sebelum Februari 2022 atau lima bulan lalu," kata dia.
Modus pelaku diungkap korban
Seorang korban sebut saja namanya Bunga mengungkap modus pelaku saat melancarkan aksinya.
Awalnya Bunga mendapat penawaran dari temannya berinisial A supaya skripsinya dibantu oleh AF.
A mengakui AF masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan dirinya.
Bunga juga dibuat yakin saat AF mengenali dosen-dosennya di kampus.
"Dia tahu nama dosen kita, dia telepon di hadapan kita. Tetapi ternyata dia jahat, dia hanya jual nama orang-orang itu untuk mengelabui kita," kata Bunga.
Singkat cerita, Bunga baru mengetahui aksi bejat pelaku saat tiga temannya B, C dan D bercerita telah dinoadi AF.
Ketiganya menjadi korban rudapaksa saat berada di rumah AF.
"Ada juga teman saya yang saya sebut D, dia juga korban. Yang bikin saya sedih itu, dia tiga kali disetubuhi," beber Bunga.
Korban mengungkapkan, modus pelaku merudapaksa D dengan mengaku bisa mengobati agar terlepas dari guna-guna pacar D.
Selain D, masih ada satu orang lainnya yang juga diduga hendak dinodai oleh pelaku.
Total ada enam orang termasuk Bunga yang mengaku dilecehkan oleh AF.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com