Berita Lampung

Warga Desa Kalirejo Lampung Selatan Tuntut Pengembalian Tanah yang Diklaim Milik Perserorangan   

Sekretaris DesaKalirejo Sobari mengatakan, warga Desa Kalirejo menuntut pengembalian tanah seluas 14.000 meter yang diklaim oleh Profesor Mahatma.

Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus
Puluhan warga Desa Kalirejo, Kecamatan Palas, Lampung Selatan mendatangi Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, Kamis (4/8/2022) kemarin. Warga Desa Kalirejo Lampung Selatan tuntut pengembalian tanah yang diklaim milik perserorangan. 

Kepala Desa Kalirejo, Budiono mengatakan pihak pemerintah desa menepuh jalur persidangan lantaran upaya mediasi yang dilaksanakan selama ini tidak membuahkan hasil.

"Selama ini kita sudah tiga kali melakukan mediasi dengan pihak pak Mahatma, dua kali di polsek dan satu kali di polres, tapi belum ada putusan," katanya.

"Pak Mahatma tak mau menjelaskan secara rinci asal muasal terbitnya sertifikat tersebut," ujarnya

"Tentu ada ke anehan di situ, bakhan Mahatma sendiri awalnya tak tahu lokasi tanah yang ada di dalam sertifikat," ucapnya.

Budi mengungkapkan, meski sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 1992 silam, namun sampai saat ini tokoh masyarakat desa tak ada yang mengakui lapangan bola tersebut milik Profesor Mahatma.

"Katanya sudah dijual," katanya.

"Tapi saat penjualan juga tidak ada musyawaran pada tahun itu," ujarnya

"Sekarang sertifikatnya tiba-tiba dimunculkan atas nama pak Mahatma," ucapnya

Budi mengatakan upaya memperjuangkan tanah desa melalui meja hijau ini juga berdasarkan keinginan masyarakat.

"Upaya menempuh jalur meja hijau ini berdasarkan kepusan masyarakat, BPD juga sudah menyetujui" ujarnya.

Masyarakat dan aparatur desa gigih menolak klaim dari dosen yang memegang sertifikat sejak tahun 1992 silam.

Sebab, menurut mereka tanah desa dengan luas sekitar 1,5 hekta itu sejak dulu merupakan tanah desa yang sudah di SK negera pada masa transmigrasi Banyuwangi (Jawa Timur) diperuntukan untuk fasilitas umum.

Memang, Pemerintah Desa Kalirejo tak miliki bukti tertulis kepemilikan tanah yang dipergunakan sebagai lapangan sepak bola tersebut.

Namun hal itu tak mengurungkan niat masyarakat untuk menempuh jalur hukum demi memperjuangkan tanah desa tersebut.

Mereka percaya bahwa tanah itu tanah adat, tanah desa dari pemerintah dan memang diyakini tidak ada sertifikat.

Para sesepuh kampung juga menegaskan bahwa lapangan tanah itu milik desa.

(Tribunlampung.co.id/ Dominius Desmantri Barus)

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved