Berita Lampung
Akademisi Dorong Penindakan Uang Palsu di Lampung dan Penggunaan Transaksi Digital
Transaksi digital bisa mencegah terjadinya penipuan uang palsu. "Jadi BI bisa mendorong semua sektor transaksi digital," ujar Akademisi Unila Ernie
Penulis: kiki adipratama | Editor: Indra Simanjuntak
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Akademisi meminta Bank Indonesia, Kepolisian, dan Kejaksaan harus segera bertindak terhadap maraknya peredaran uang palsu di Lampung.
Akademisi Manajemen dan Keuangan Universitas Lampung Ernie Hendrawaty mengatakan, peredaran uang palsu tak hanya merugikan tapi berpotensi menyebabkan inflasi.
"Pemerintah bisa melakukan pengendalian pencegahan atas tindakan pencetakan uang palsu," ujar Akademisi Universitas Lampung Ernie Hendrawaty, Jumat (19/08/2022).
Ernie mengatakan, transaksi yang dilakukan akibat uang palsu semu atau tidak ada nilainya.
"Jadi secara data nantinya perekonomian Indonesia akan inflasi,"
Baca juga: Puncak Mas Lampung Kedatangan Rombongan Lions Club Lampung - Jakarta District 307A1
Baca juga: Warga Keluhkan Jalan Rusak di Bandar Lampung, Sebab Membahayakan Pengendara
"Karena daya beli yang semu tidak ada nilainya dari masyarakat sementara penambahan uang beredar mendorong inflasi," imbuhnya.
Dia menuturkan, pihak Bank Indonesia, Kepolisian, dan Kejaksaan harus segera bertindak menyikapi persoalan tersebut.
Pemerintah bisa melakukan pengendalian pencegahan atas tindakan pencetakan uang palsu melalui suatu badan yang mengordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu.
Yakni Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal).
Terdiri dari Badan Intelijen Negara , Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia.
"Jadi kalo penanggulangan uang palsu ini ada Bank Indonesia, Kepolisian, kejaksaan,"
"Sehingga ini memang harus didorong untuk bisa segera ditindaki," kata dia.
Baca juga: Pemkab Pringsewu Ancam Tak Bayarkan Tukin ASN Jika Belum Vaksin Booster Covid-19
Baca juga: Putri Candrawathi Diancam Hukuman Mati karena Terlibat Dugaan Pembunuhan Brigadir J
Ernie menjelaskan, berdasarkan kasus yang terjadi, penggunaan uang palsu menyasar pedagang kecil.
Sebab, transaksi yang bersifat tunai dengan menggunakan uang masih biasa dilakukan oleh pedagang kecil atau juga pelaku UMKM.
"Memang kalau untuk pedagang kecil masih sulit ya, karena masih terbiasa menggunakan uang tunai," kata dia.
Untuk itu, Ernie mengimbau pihak Bank Indonesia untuk memberikan edukasi kepada para pedagang kecil.
Seperti cara pengecekan uang palsu, dilihat,diraba, diterawang.
Kemudian bisa dengan edukasi penggunaan pembayaran dengan cara digitalisasi seperti Sehat, Inovatif dan Aman pakai (Siap) Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk dikuatkan dalam program Produk Unggul, Sehat, Berkualitas dan Aman (Pusaka).
Dimana Siap Qris Pusaka merupakan program pembayaran digitalisasi.
Serta bisa menggunakan produk-produk perbankan lainnya.
"Jadi harus diberikan edukasi, atau kalo transaksi tunai harus ada alat pengecekan uang palsu misalnya," ungkapnya.
Karena transaksi digital bisa mencegah terjadinya penipuan uang palsu.
"Jadi BI juga harus bisa mendorong semua sektor transaksi digital supaya menghindari penggunaan uang palsu," tuntasnya.
Tips Bank Indonesia bedakan uang palsu
Bank Indonesia mengimbau masyarakat lebih waspada akan maraknya kasus uang palsu yang diterima sejumlah pedagang kecil di Lampung.
Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi penggunaan uang menekankan masyarakat lebih jeli dan teliti saat menerima alat pembayaran agar terhindar dari uang palsu.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Lampung Budiyono mengatakan, beberapa cara bisa dipakai masyarakat untuk membedakan uang asli dan uang palsu.
"Dalam hal ini, Bank Indonesia memberikan edukasi 3D sebagai cara yang tepat membedakan mana uang yang asli dan palsu,"
"Edukasi tersebut adalah dilihat, diraba dan di terawang," kata Budiyono kepada Tribunlampung.co.id, Kamis (18/8/2022).
Terkait cara melihatnya, masyarakat bisa melihat dengan saksama wujud dari uang tersebut.
Dimana ada beberapa tanda yang membuktikan bahwa uang tersebut adalah asli.
"Uang yang asli jika dilihat warnanya cerah, tidak luntur dan tidak patah-patah," bebernya.
Bagian kiri uang terdapat colour Shifting di bagian bawah.
Dicetak dengan tinta pigmen khusus di lmana bisa berubah warna jika dilihat dari sudut yang berbeda.
Lalu terdapat benang pengaman yang bisa berubah menyesuaikan dengan sudut pandang yang diambil saat melihatnya.
"Kalau yang palsu saat dilihat warna cenderung pucat, cenderung luntur, cat patah-patah dan tidak secerah uang asli," ungkap Budiyono.
Tinta pembuat juga tidak menghasilkan warna yang berbeda jika uang dilihat dari sisi yang berbeda.
Benang pengamanan berwarna tetap meskipun coba dilihat dari sisi yang berbeda.
Selain dilihat, cara membedakan uang asli dan uang yang palsu adalah diraba.
Dalam hal ini, ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan dan bisa menjadi perbandingan.
"Saat diraba, maka uang asli akan terasa berbeda. Kertas uang terasa lebih tebal dan tidak mudah lecek," ujarnya.
Lambang negara tercetak lebih kasar dan tekstur uang terlihat lebih timbul dari permukaan kertas.
Terakhir, masyarakat bisa menerawang uang untuk membuktikan keasliannya.
Saat di terawang, uang asli akan menunjukkan adanya tanda mata air (watermark) dan rectoverso.
Namun saat kondisinya menuntut serba cepat dalam melihat uang itu palsu atau tidaknya, cara termudah dengan melihat benang pengaman pada uang rupiah.
"Cirinya itu tadi, benang pengaman yang dianyam dan Colour Shifting yang berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang tertentu yang terletak pada bagian bawah kiri uang kertas," kata dia.
Terkait data temuan uang palsu yang didapat dari hasil pengaduan masyarakat, sejauh ini pihaknya menerima 1.813 pengaduan.
"Itu akumulasi angka dari Januari sampai Juli 2022.,"
"Angka tertinggi pada Mei 2022 dimana masuk 494 laporan masyarakat," jelas Budiyono.
(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)