Perjuangan Sopir Bongkar Muat di Pelabuhan Panjang, Rela Kerja 24 Jam demi Kirim Uang ke Kampung
Jimmy sudah 7 tahun atau sejak 2015 bekerja sebagai sopir dump truck yang mengangkut komoditas yang dibongkar muat di Pelabuhan Panjang.
Penulis: Gustina Asmara | Editor: taryono
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Jimmy dan Bim nampak duduk santai di samping dump truck yang dikemudikannya di dekat pintu masuk Pelabuhan Indonesia Regional 2 Panjang, Lampung, Sabtu (10/9/2022), sekitar pukul 11.00 WIB. Hari itu mereka sedang menunggu shif untuk bongkar muat barang dari kapal yang membawa bungkil asal Kalimantan.
Bim terlihat memetik gitar. Sementara jimmy duduk menerawang. Jimmy sudah 7 tahun atau sejak 2015 bekerja sebagai sopir dump truck yang mengangkut komoditas yang dibongkar muat di Pelabuhan Panjang. Sementara Bim sudah 5 tahun.
Keduanya sudah sejak belia menjadi bagian dari keluarga besar Pelabuhan Panjang. Keduanya pun menjadi saksi hidup perubahan-perubahan yang terjadi di pelabuhan termasuk merger PT Pelabuhan Indonesia pada 2021 lalu.
Jimmy bercerita, ia mengadu nasib dari Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sejak usia 16 tahun guna membantu kedua orangtua di kampung halaman. Awalnya ia jadi kernet, namun setelah memiliki SIM ia pun langsung jadi sopir dump truck.
"Saya anak ketiga. Saya sengaja merantau ke sini untuk bantu bapak ibu di kampung sekolahkan adik," ujarnya.
Ia mengaku setiap bulan mengirim uang kepada orangtuanya sekitar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. Jumlah pengiriman itu tergantung gaji yang ia dapat dari mengangkut barang di pelabuhan.
"Kalau banyak kapal sandar. Banyak yang bongkar muat, banyak pula penghasilan kami. Banyak pula yang bisa dikirim ke keluarga," ujarnya.
Menurut dia tidak setiap bulan ada kapal bongkar muat. Hanya di bulan-bulan tertentu yang ramai. Seperti saat akan Lebaran atau Natal.
Saat ini, katanya, cukup lumayan ada kapal bongkar muat. Sekarang, menurut Jimmy, banyak bongkaran komoditas untuk pakan ternak.
"Sebulan itu rata-rata saya dapat 40 rid. Itu bisa dapat Rp 2 juta. Tapi kalau lagi ramai bisa sampai Rp 4 juta sebulan. Tapi tahun ini paling tinggi dapat Rp 3,5 juta. Itu pun baru dua kali," tutur Jimmy.
Lebih Ketat
Jimmy lantas bercerita mengenai kondisi Pelabuhan Panjang saat ini setelah merger.
Menurut dia, saat ini aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Panjang diawasi dengan ketat, semakin tertata, dan serba disiplin.
"Saat ini kalau sudah tidak ada bongkar muat lagi, truk kita tidak boleh parkir di dalam pelabuhan. Jadi harus pulang parkir di tempat masing-masing. Jadi tertiblah," ujarnya.
Para buruh yang melakukan bongkar muat di dalam pelabuhan juga diwajibkan mengenakan APD berupa jaket dan helm. Hal itu dilakukan demi keselamatan para pekerja di pelabuhan.