Berita Lampung

Pengguna Narkoba Adalah Korban bukan Tersangka, Kepala BNNP Lampung: Wajib Direhab, Tidak Dipidana

Menurutnya, pola yang digunakan selama ini tidak seutuhnya menyentuh berkurangnya jumlah pengguna narkoba.

Istimewa
Kepala BNN Provinsi Lampung Brigjen Pol Edi Swasono (tengah) berfoto bersama Pemred Tribun Lampung Ridwan Hardiansyah (tiga dari kiri) dan Pemimpin Perusahaan Tribun Lampung Erniwaty Madjaga (empat dari kiri) dan jajaran lainnya usai beraudiensi di kantor BNN Provinsi Lampung, Selasa (08/11/2022). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba tidak melulu harus dilakukan dengan menangkap dan menindak bandar atau pengedar narkoba.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung Brigjend Pol Edi Swasono menuturkan, metode pencegahan dan pemberantasan narkoba yang digunakan selama ini dengan menangkap dan menindak bandar dan pengedar narkoba tidak menjamin peredaran gelap narkoba akan berhenti.

Menurutnya, pola yang digunakan selama ini tidak seutuhnya menyentuh berkurangnya jumlah pengguna narkoba.

Edi Swasono menuturkan, cara lain yang bisa digunakan untuk menekan peredaran gelap narkoba adalah menurunkan permintaan akan konsumsi narkoba.

"Sasaran kita kedepan adalah bagaimana bisa membina, merehabilitasi penyalahguna narkoba ini. Jadi pengguna ini adalah korban, bukan tersangka. Jadi mesti diselamatkan," ungkap Brigjend Pol Edi Swasono ketika menerima kunjungan silaturahmi pimpinan Tribun Lampung di kantor BNN Provinsi Lampung, Selasa (08/11/2022).

Dalam kunjungan silaturahmi yang berlangsung akrab itu, hadir Pemimpin Redaksi Tribun Lampung Ridwan Hardiansyah, Pemimpin Perusahaan Erniwaty Madjaga, dan beberapa manajer.

Baca juga: KFC Lampung Gulirkan Promo Menarik di Bulan November, Ada Potongan Harga untuk Paket Boom 1 dan 2

Baca juga: Pemkot Bandar Lampung Berencana Gelar Event Besar di Objek Wisata Sumur Putri

Jenderal bintang satu yang pernah bertugas di Direktorat Narkoba Polda Lampung itu menuturkan, pola yang digunakan dengan sasaran merehabilitasi pengguna narkoba sebanyak-banyaknya itu sesuai dengan metode hukum pasar.

"Kalau kita pakai metode hukum dagang, suplai akan terus ada manakala permintaan terus meningkat. Suplai ini siapa, ya bandar atau pengedar, lalu permintaan disini adalah konsumen atau pengguna narkoba," terang Edi.

Karenanya, untuk memberantas peredaran gelap narkoba di Provinsi Lampung Edi melakukan pendekatan ke pemakai narkoba untuk menyelamatkan mereka.

Edi menjamin, pengguna atau pecandu narkoba yang dalam hal ini didefinisikan sebagai korban tidak akan dikenakan pidana.

Hal ini, kata dia, sesuai dengan pasal 57 UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Menurut Edi, dalam UU Narkotika No 35 tahun 2009 di dalam pasal 57 disebutkan jika penyalahguna narkoba itu adalah korban.

“Nah karena dia korban maka kewajiban Negara untuk merehabilitasi. Sehingga kita punya jaminan terhadap volounter yang datang ke kami," kata Edi.

”Karenanya, jika ada korban yang terpapar narkoba silahkan datang ke kami, jangan di sembunyikan. Jika ada yang begini, maka ada tiga jenis jaminan dari kami, pertama tidak di pidana, kedua rehabilitasi gratis, dan identitas di rahasiakan,” tegasnya.

Karenanya, kedepan BNN Provinsi Lampung mempunyai program dengan hastag Provinsi Lampung Zero Provelensi yakni angka penyalahguna narkoba.

Dia membeberkan, hasil penelitian tahun 2019 di Provinsi Lampung yang terpapar narkoba 0,90 persen.

Dari presentase itu, ada 31.811 masyarakat Lampung yang terpapar Narkoba. Mulai dari yang coba pakai, ecidentik, dan ketagihan.

"Nah jadi jika kita lihat dari strategi pencegahan dan pemberantasan narkoba secara nasional. Kalau kita bicara metode peredaran narkoba itu kan sama halnya dengan hukum dagang. Ada permintaan dan ada penawaran," katanya.

Suplai dalam konteks ini, kata Edi, diwakili oleh para bandar dan para pengedar.

Sementara dari sisi permintaan tentunya adalah para pengguna narkoba.

Persoalannya, kata Edi, selama ini semua stakeholder, bukan hanya BNN namun juga kepolisian sebagai APH, bea cukai, dinas kesehatan, lebih fokus pada menangani masalah suplai.

“Jadi selama ini sasarannya rame-rame nangkep bandar dan pengedar. Dan berhasil ini, tapi apa faktor keberhasilannya.
Tapi kemudian muncul pertanyaan setelah banyak bandar dan pengedar narkoba ini ditangkap dan di tahan di lapas. Tapi pertanyaanya apakah penyalahgunaan narkoba itu turun. Tidak," tegasnya.

Di tahun 2020 hasil penelitian jumlah pengguna narkoba di Lampung justru angka penyalahgunaan narkoba naik diangka 0,95 persen.

Setelah diidentifikasi, sambung Edi, ternyata strategi yang digunakan ada ketimpangan atau tidak balance.

"Kenapa begini, karena selama ini kita hanya fokus pada suplai saja. Padahal sesuai hukum pasar, suplai akan tetap muncul manakala permintaan akan selalu ada. Nah disinilah problemnya," paparnya.

Edi menerangkan, salah kaprahnya metode pemberantasan narkoba selama ini bisa terjadi lantaran penyalahguna narkoba tidak pernah diperhatikan.

Padahal, kata dia, inilah yang menjadi salah satu kunci terjadinya balancing suplai narkoba.

"Nah bagaimana mekanisme metode untuk menurunkan frekuensi penyalahguna narkoba ini. Salah satu cara ya rehabilitasi, tidak ada kata lain," ungkapnya.

Karenanya, kedepan Edi ingin agar disetiap Kabupaten/Kota di Lampung mempunyai tempat untuk rehabilitasi para pecandu narkoba ini.

Caranya, dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas sebagai lokasi rehabilitasi pecandu narkoba ini.

Untuk mencapai itu, Edi menuturkan, BNN Provinsi Lampung sudah mengambil langkah kerjasama dengan Pemda.

"Direktur Rumah Sakit sudah kami panggil dan bahkan tenaganya sudah kita siapkan. Kita sudah didik mereka ada sekitar 200, dokternya dan perawatnya yang mengasesment para penyalahguna narkoba itu," terang Edi.

“Kemarin kita sudah sepakat, satu lokasi itu bisa merawat sekitar 20 orang saja. Dalam setiap minggu ada. Maka dalam satu tahun kita mampu merehabilitasi pengguna narkoba sekitar 7000 orang. Nah logikanya kan 31 ribu dibagi 7000, ketemulah angka lima. Kalau kita konsisten ditahun 2027 nanti kita punya target Provinsi Lampung Zero Prevalensi," tandasnya.

Untuk mencapai itu, Edi tentu menyadari masih ada hambatan dalam metode pemberantasan narkoba di Lampung.

Menurutnya, hambatan terbesar BNN Provinsi Lampung adalah soal persepsi dan opini publik selama ini masih terbentuk bahwa penyalahguna narkoba itu adalah tersangka.

Sehingga tidak ada keberanian dari masyarakat untuk melapor.

Bagi penyalahguna narkoba yang berani melapor, maka Edi menjamin tidak akan dipidana sesuai dengan pasal 57 UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika.

"Sekali lagi saya tegaskan, penyalahguna narkoba itu bukan tersangka, justru dia korban," kata Edi.

"Disinilah peran pers dalam rangka merubah opini publik tadi, bagaimana penyalahguna tadi adalah korban sehingga ada keberanian untuk melapor. Merubah opini jika penyalahguna bukan tersangka, sehingga jangan malu untuk dibina. Penyalahgunaan adalah korban, tidak di pidana," pungkas Brigjen Pol Edi Swasono

(Tribunlampung.co.id/endra)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved