Berita Terkini Artis

Rangga Azof Sebut Rizky Billar Romantis, Lesti Kejora: Mana Ada

Model Rangga Azof menilai hubungan Lesti Kejora dengan Rizky Billar justru romantis. Sebaliknya pasangan artis tersebu buat pengakuan beda.

Instagram Rizky Billar
Rizky Billar disebut Rangga Azof romantis, namun Lesti Kejora menyangkalnya. 

Padahal, kenyataannya tidak demikian.

"Seringkali orang-orang yang paling banyak memposting yang mencari validasi untuk hubungan mereka dari orang lain di media sosial,” kata seksolog asal Australia, Nikki Goldstein.

Terlalu sering pamer kemesraan di medsos, di sisi lain, juga menipu diri sendiri karena pasangan menganggap hubungan mereka baik-baik saja.

2. Ada kecenderungan menjadi psikopat dan narsistik

Sebuah survei terhadap 800 pria 18-40 tahun menemukan bahwa tanda narsistik dan psikopat bisa diketahui dari jumlah selfie yang diposting.

Sementara, narsistik dan self-objectification dapat dilihat dari foto diri yang sudah diedit dan diunggah di medsos.

Studi lain menemukan bahwa memposting, menandai, dan mengomentari Facebook sering dikaitkan dengan narsisme pada pria.

Jadi, semakin sering orang-orang memposting di media sosial, besar kemungkinan mereka bisa menjadi narsistik atau psikopat.

3. Kebahagiaaan tidak diukur dengan aktivitas di media sosial

Medsos bukanlah tolok ukur kebahagiaan karena orang-orang cenderung menutupi peristiwa buruk dengan menampilkan hal-hal baik.

Kasus yang sama juga berlaku apabila sejoli menjalin hubungan.

Sebab, romantis atau tidaknya pasangan ditentukan dari kenyamanan hati, bukan aktivitas medsos.

Justru pasangan yang bahagia sebenarnya sibuk menikmati kebersamaan satu sama lain ketimbang mengurusi postingan untuk medsos.

4. Pasangan yang banyak posting cenderung insecure

Setelah mensurvei lebih dari 100an pasangan, peneliti dari Northwestern University menemukan pasangan yang sering memposting di medsos sebenarnya merasa insecure.

5. Menunjukkan pertengkaran di medsos

Pertengkaran di medsos seringkali tidak ada ujungnya dan hanya mempermalukan diri sendiri dan pasangan.

Untungnya, hal itu tidak dilakukan oleh pasangan yang bahagia karena mereka tidak mau mengumbar perselisihan di medsos.

6. Terlalu bergantung pada hubungan

Tanda pasangan tidak bahagia lainnya adalah terlalu bergantung pada hubunga.

Peneliti dari Albright College menyebutnya sebagai Relationship Contingent Self-Esteem (RCSE).

RCSE digambarkan sebagai bentuk harga diri yang tidak sehat karena bergantung pada seberapa baik hubungan berjalan.

Orang-orang yang mengalaminya menggunakan medsos untuk membual tentang hubungan mereka, membuat orang lain cemburu, bahkan memata-matai pasangannya.

"Mereka yang RCSE merasa perlu untuk menunjukkan kepada orang lain, pasangan, dan mungkin diri sendiri bahwa hubungannya baik," kata asisten profesor psikologi di New York, Albright Gwendolyn Seidman, Ph.D.

7. Pasangan tidak punya apa-apa untuk dibuktikan

Pasangan yang benar-benar bahagia tidak perlu mencari pengakuan dari medsos untuk membuktikan betapa bahagianya mereka.

Pasangan tidak perlu pamer, membuat orang lain cemburu, atau memata-matai pasangannya.

Karena mereka sudah begitu aman dan puas dalam hubungan sehingga tidak perlu mempermasalahkannya.

8. Orang yang menjauhi medsos lebih bahagia

Denmark's Happiness Research Institute mendapati, pasangan yang menjauhi Facebook merasa lebih bahagia.

Temuan didapat usai organisasi itu melakukan eksperimen terhadap 1.095 orang dengan membaginya ke dalam dua kelompok.

Kelompok satu diminta berhenti memakai Facebook selama seminggu, sedangkan lainnya tidak.

"Setelah satu minggu tanpa Facebook, kelompok eksperimen melaporkan tingkat kepuasan hidup yang jauh lebih tinggi," kata para peneliti.

Sebelum percobaan, para sukarelawan diminta untuk menilai kebahagiaan hidup mereka pada skala 1-10 dengan angka paling besar sebagai yang paling bahagia.

Mereka yang vakum dari Facebook kemudian mendapati kenaikan rasa bahagia dari 7,75/10 menjadi 8,12/10 setelah eksperimen.

Sedangkan, orang-orang yang tetap menggunakan Facebook tingkat kebahagiaan mereka turun dari 7,67/10 menjadi 7,56/10.

Para peneliti juga menemukan perbandingan sukarelawan yang merasa marah 20:12 persen, depresi 33:22 persen, dan khawatir 54:41 persen.

Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id 

(Tribunlampung.co.id)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved