Pemilu 2024

Adu Kekuatan Soal Gugatan Usia Minimal Capres-Cawapres 35 Tahun di MK

PSI ajukan uji materi ke MK usia minimal capres-cawapres 35 tahun namun ada ajuan uji materi lagi dari individu yang meminta MK tak mengabulkannya.

Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id
PSI ajukan uji materi ke MK usia minimal capres-cawapres 35 tahun namun ada ajuan uji materi lagi dari individu yang meminta MK tak mengabulkannya. 

Tribunlampung.co.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia minmal calon presiden dan wakil presiden. 

Gugatan uji materi yang diajukan PSI meminta MK mengabulkan permohonan pengesahan usia capres-cawapres minimal 35 tahun dari aturan KPU yang ada 40 tahun. 

Namun ajuan uji materi dari PSI tersebut ditentang oleh individu yang juga menyampaikan permohonannya ke MK. 

Individu tersebut seorang pengacara bernama Sunandiantoro mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta MK menolak uji materi Pasal 169 huruf q UU No 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh PSI.

"PSI pada permohonannya meminta majelis hakim MK menafsirkan batas usia capres-cawapres sekurang-kurangnya 35 tahun," kata Sunandiantoro dalam keterangannya, Rabu (9/8/2023).

Menurutnya, Pasal 169 huruf q yang diusulkan PSI telah jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable sehingga dianggap menimbulkan diskriminasi bagi Warga Negara Indonesia yang usianya kurang dari 40 tahun.

Namun PSI pada permohonannya meminta majelis hakim MK menafsirkan batas usia capres-cawapres sekurang-kurangnya 35 tahun.

"Apa yang menjadi permohonan PSI itu sendiri telah menimbulkan diskriminasi bagi tiap warga negara Indonesia (WNI) yang usianya kurang dari 35 tahun. Kita ketahui bersama bahwa objek perkara tersebut merupakan open legal policy yang merupakan kewenangan dari pembentuk UU," ujarnya.

Untuk mengetahui apakah objek perkara tersebut melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable, ia menyebut perlu melihat produk dari UU tersebut.

Objek perkara tersebut merupakan UU yang dibuat pada 2017, dan kemudian dijadikan dasar hukum pada Pilpres 2019 dengan menghasilkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

"Kami mewakili para pihak terkait yang usianya 19 tahun meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan Pemohon Register No 29/PUU-XXI/2023 tanggal 17 April 2023 untuk seluruhnya dan menyatakan objek perkara a quo merupakan open legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk UU dan bukan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

Sebagai dasar pengajuan permohonan pihak terkait dari perwakilan individu, Sunandiantoro menandaskan jika hal itu memang sudah memiliki dasar yang kuat. 

"Mereka merasa bahwa dengan adanya permohonan uji Undang-Undang tersebut oleh PSI ini dianggap merugikan hak konstitusional," kata Sunandiantoro.

Selain menyurati ketua MK, ia juga menyoroti peraturan itu sendiri. 

"Kita berdasarkan pada peraturan MK bahwa ada beberapa pihak yang dirugikan di antaranya perorangan WNI, masyarakat adat, hukum publik dan privat dan lembaga negara. Kami dari perorangan," ujarnya. 

Sunandiantoro mengatakan bahwa apa yang diuji materikan oleh PSI justru bertolak belakang dengan petitumnya sendiri.

"Bicara normatif hukum, UU no 7 tahun 2017 pasal 169 huruf q, mengenai batas minimal capres dan wacapres 40 tahun yang dimohonkan uji materinya oleh PSI itu masuk ke dalam open legal policy yang merupakan kewenangan dari pembentuk UU."

"PSI dalam permohonannya mengatakan tidak sepakat dengan batas minimal 40 tahun karena ini diskriminatif tapi di sisi lain PSI meminta dalam petitumnya sekurang-kurangnya 35 tahun. Jadi PSI mengkritik ini diskriminatif, tapi petitumnya diskriminatif," ucap Sunandiantoro.

Ia kembali menegaskan jika open legal policy tersebut bukan kewenangan MK untuk memutuskannya.

"Ini bukan wewenang MK tapi ini kewenangan dari pembentuk UU. MK bisa memutus open legal policy dengan catatan jika melanggar moralitas, rasionalitas, intorelable dan tidak berkeadilan."

"Padahal publik tahu produk UU ini buatan presiden Jokowi dan wapres Ma'ruf Amin yang memiliki 80 persen kepuasan publik," ujarnya.

Tujuan PSI

Waketum PSI Andy Budiman mengungkapkan, sejak awal tujuan partainya menggugat aturan tersebut adalah untuk memberikan kesempatan bagi semua anak muda di Indonesia untuk maju di tingkat nasional.

"Enggak, enggak. Ini untuk semua anak muda. Karena kalau kalian lihat timeline-nya juga kita mengajukan itu sudah lama lho. Sebelum ada ribut-ribut tentang Gibran dan sebagainya," ucap Andy, saat ditemui di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8/2023).

Menurutnya, PSI sudah beberapa kali menggugat aturan minimal usia jabatan lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Satu di antaranya, minimal usia jabatan kepala daerah.

"Ini memang bagian dari komitmen PSI untuk membuka ruang bagi anak muda. Kalau lihat PSI itu sering banget judicial review beberapa aturan terkait soal usia. Beberapa kali ya. Ada soal usia kepala daerah, usia macam-macam," jelas Andy.

"Jadi memang ini, kami ingin mendorong agar regulasi itu jangan menjadi penghambat bagi anak muda untuk maju. Kurang lebih itu esensinya," sambungnya.

Meski demikian, Andy tak menampik jika nanti kenyataannya putra Presiden Jokowi, Gibran, bakal memanfaatkan perubahan aturan minimal usia capres-cawapres itu, jika MK mengabulkan.

"Bahwa nanti Mas Gibran bisa memanfaatkan itu, itu hal lain. Tapi pada dasarnya itu adalah untuk semua anak muda," ungkap Andy.

"Ya orang bisa, enggak apa-apa punya tafsir sendiri. Tapi yang jelas sejak awal ya kita ingin membuka ruang untuk anak-anak muda," lanjutnya.

Lebih jauh, Andy mengaku senang jika Wali Kota Solo itu memang nantinya maju sebagai bakal cawapres di 2024.

Menurutnya, hal tersebut akan memberi warna pada Pilpres 2024 dan memberikan kesempatan pada anak muda Indonesia lainnya untuk maju di tingkat nasional.

"Bahwa sekarang, ini membuka ruang untuk Mas Gibran, ya kita senang karena kita memang dukung Mas Gibran. Mas Gibran itu kepala daerah yang paling menonjol di Indonesia saat ini sampai sekarang," imbuh Andy.

"Dan menurut saya, kalau misalnya Mas Gibran bisa maju di 2024, ini warna Pilpres akan berbeda. Ini akan menjadi sesuatu yang lebih membuat Pilpres lebih bergairah dan menarik bagi anak muda. 60 persen pemilih di 2024 itu anak muda lho, Gen-Z dan milenial. Jadi why not, gitu. Senang semua," tukasnya.

Pengamat Nilai Usia Minimal Tak Penting Mestinya Maksimal

Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, gugatan aturan minimal usia capres-cawapres yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak urgen dilakukan.

Ray mengaku, ia juga menolak aturan minimal usia capres-cawapres 40 tahun tersebut, karena tak sesuai prinsip dalam demokrasi, di mana menurutnya pembatasan sebaiknya dilakukan, jika tujuannya untuk menjamin kebebasan orang lain dan menjamin ketertiban sosial.

Ray menegaskan, hal itu bukan juga berarti, dia menyetujui gugatan yang dimohonkan PSI ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, menurutnya, gugatan yang diajukan PSI itu justru menguatkan Pasal 169 huruf q itu ada dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Bagi saya enggak urgen untuk membatasi usia 40 tahun capres-cawapres. Tapi bukan berarti saya setuju dengan PSI. Soalnya menurut saya, PSI justru ingin menguatkan Undang-Undang itu," kata Ray Rangkuti saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (12/8/2023).

"Uji materi yang dilakukan PSI itu sebenarnya menguatkan normatif pasal itu ada di Undang-Undang," sambungnya.

Ray mengaku keberatan dengan adanya pasal yang intinya memberikan syarat batas usia seseorang untuk bisa maju sebagai capres-cawapres.

Sedangkan, lanjutnya, PSI keberatan dengan minimal usia capres-cawapres yang bisa maju di Pilpres 40 tahun.

"Keberatan PSI itu kan bukan pembatasan. Keberatan itu adalah jangan 40, 35 aja. Itu dua hal yg berbeda. Saya keberatan pada pasal itu," jelas Ray.

Lebih lanjut, Ray menilai, maksimal usia capres-cawapres lebih urgen untuk diatur daripada minimal usianya.

"Justru yang urgen bagi saya adalah membatasi maksimal usia capres. Itu justru lebih urgen, misalnya apakah orang yang di atas usia 65 tahun masih layak dicalonkan sebagai presiden," kata Ray.

"Mestinya yang muda ini yang mesti lebih diharapkan sebetulnya ketimbang orang tua yang sudah berusia 70 tahun masih dicalonkan sebagai calon presiden, 65 tahun dicalonkan sebagai presiden. Bagi saya jauh lebih urgen membatasi maksimal usia calon presiden dibanding minimalnya," lanjut Ray.

(Tribunlampung.co.id/Tribunnews)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved