Berita Lampung

Hakim Belum Sepakat, Sidang Vonis Korupsi Retribusi Sampah DLH Bandar Lampung Ditunda

Penundaan tersebut lantaran majelis hakim belum menemukan kesepakatan dalam memutuskan hukuman yang pas untuk ketiga terdakwa dalam perkara tersebut.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
Tiga terdakwa perkara dugaan korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung menjalani sidang di PN Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (14/9/2023). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sidang vonis perkara dugaan korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021 ditunda, Kamis (14/9/2023).

Penundaan lantaran majelis hakim belum menemukan kesepakatan dalam memutuskan hukuman yang pas untuk ketiga terdakwa dalam perkara tersebut.

Hal itu disampaikan oleh ketua majelis hakim Lingga Setiawan di ruang sidang Bagir Manan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (14/92/2023) siang.

"Perlu kami sampaikan, majelis hakim hari ini belum mencapai kesepakatan bulat (terkait putusan tiga terdakwa)," ujar Lingga.

"Majelis hakim masih bermusyawarah untuk mencapai satu suara dalam putusan," imbuhnya.

Atas dasar tersebut, Lingga memutuskan untuk menunda sidang putusan terhadap terdakwa Sahriwansah dkk selama sepekan ke depan.

Keputusan majelis hakim itu kemudian diterima baik oleh tim jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum ketiga terdakwa.

Selanjutnya, Lingga mengatakan bahwa sidang bakal dilanjutkan pada Kamis (21/9/2023) mendatang.

"Selanjutnya sidang kita nyatakan ditunda dulu, dan dilanjutkan pada Kamis (21/9/2033) dengan agenda pembacaan putusan terhadap ketiga terdakwa," ucap Lingga.

Dalam kasus ini, eks Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah dituntut 2 tahun 6 bulan penjara atas kasus dugaan korupsi retribusi sampah pada tahun anggaran 2019-2021.

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut Sahriwansah membayar denda senilai Rp 500 juta, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3,86 miliar.

Sementara, terdakwa Hayati selaku mantan pembantu bendahara dituntut paling berat, yakni 4 tahun 6 bulan penjara.

Selain itu, jaksa juga menuntut Hayati membayar denda senilai Rp 500 juta, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,747 miliar.

Adapun terdakwa Haris Fadillah selaku eks kabid tata lingkungan dituntut 3 tahun 6 bulan penjara.

Haris juga harus membayar denda senilai Rp 100 juta serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesa Rp 804 juta.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved